44. Someone

2249 Words
Yang Anna tahu, belum apa-apa dia ingin menangis saat melihat hanya seorang yang berada di dalam IGD saat dirinya masuk. Awalnya, Anna mengelak, dia melihat dari kaki terlebih dahulu, sampai jauh sampai jauh, dia melihat ke arah kemeja putih yang terlihat jelas bekas darahnya di sana. Dan Anna tahu itu kemeja putih yang dirinya pilihkan saat Roger mandi tadi pagi. Begitu dikuat-kuatkan ingin melihat kea rah suaminya ini, tangan Anna digenggam tiba-tiba. “Jangan dilihat.” Kata sosok itu lirih yang membuat Anna tidak mampu menahan tangisannya meski tanpa suara. Dia hanya menunduk, melihat ke lantai dengan tangan kirinya balas mendekap punggung tangan yang agak lecet ini, seperti tergores sesuatu. “I am totally well, hanya lecet sedikit.” Anna menggeleng, kemudian melihat ke arah Roger seberaninya dan begitu melihat wajahnya, Anna jadi menangis. Kalau tadi tidak ada suaranya, sekarang terdengar jelas isakannya. “Sudah dibilang jangan dilihat. Hai, tidak apa-apa.” Roger berujar pelan dengan senyuman nanar saat melihat istrinya ini menangis. “Sayang? Na? Hai, tidak apa-apa.” Semua orang pasti juga tahu kalau melihat orang yang disayang sakit pasti rasanya sakit juga. Itu yang Anna rasakan sekarang. Dia tidak pernah tega melihat orang yang dirinya sayang terluka. Apalagi ini suaminya sendiri. Oh Tuhan, mereka bahkan baru saja menikah, tapi Roger sudah mendapat musibah seperti ini. Takdir Tuhan memang tidak ada yang tahu. Wajah Roger tidak apa-apa memang, tapi kepalanya yang diperban, hanya saja mata sebelah suaminya ini bengkak parah. Anna mendekat, mengusap pipi Roger yang tidak terluka pelan. “Sakit, Kak?” Roger hanya membalas dengan senyuman tipis yang Anna lihat lebih persis seperti ringisan. “Sudah tidak apa-apa. Duduk dulu.” Kata lelaki itu pelan, masih berupaya menengkan di saat dirinya sakit sekalipun. “Tadi sudah di periksa keseluruhan? Kepala Kakak terluka, harus di CT-Scan. Kenapa masih di IGD?” “Tenang dulu.” Roger membawa tangan Anna ke dadanya sementara Anna langsung mengusap d**a suaminya ini perlahan. Hening melanda, Anna hanya meratapi Roger dalam diam. Lelaki itu mungkin hanya diam, tapi Anna tahu pasti ada rasa nyeri yang tengah dirasakan. Namun yang pasti, lelaki itu tidak berusaha menunjukkan kesakitannya pada Anna. Justri Roger malah yang mengusap telapak tangan Anna pelan. Syukur beribu syukur, Barack beserta kedua putranya datang menghampiri yang langsung membuat Anna diminta berdiri karena Roger akan segera dipindahkan ke Abraham Hospital saja biar lebih aman. Semuanya terjadi begitu cepat. Anna bahkan sampai tidak diberi kesempatan untuk berbincang lebih jauh pada Roger karena sudah dinaikkan ke kursi roda lebih dulu, sementara dirinya ditahan oleh Khris karena Jordan ikut serta dengan papanya. “Aku ingin bersama Kak Roger, Kak.” Anna merengek pelan saat Roger kian jauh dari pandangannya. Jujur saja Anna tidak percaya kalau Roger langsung dipindahkan begitu saja tanpa diskusi terlebih dahulu tentang keadaannya. Anna sendiri yang datang lebih dulu saja tidak tahu keadaan Roger yang sebenarnya itu kenapa. Dia tidak tahu. “Kenapa dibawa pergi? Kalau dijalan terjadi sesuatu tanpa pengawasan dokter bagaimana?” “Tenang, Na. Roger dinaikkan ambulans. Papa dan Kak Jordan yang ikut. Saat perjalanan tadi, Papa sudah meminta orang untuk menghubungi pihak RSCM dan bertanya tentang Roger, kronologi juga dari pihak kepolisian. Jadi tenang saja. Kau tahu kan Papa kita itu seperti apa. Dia orang yang penuh perhitungan. Dia tidak mungkin membahayakan orang lain, bahkan musuhnya sekalipun kalau sedari awal Papa tidak diusik lebih dulu.  Anna mengangguk dengan helaan nafas yang begitu berat. Dia tidak tahu kenapa kalau semuanya jadi seperti ini. Apakah orang yang selama ini selalu mengatakan kalau dirinya itu pembawa sial adalah benar? Selama ini Anna selalu mengelak. Namun sekarang, sepertinya perlahan-lahan Anna mulai menerima identitas yang selalu diperolokkan kepadanya. Sang pembawa sial. *     Selama perjalanan, Anna yang duduk di sisi Khris hanya diam. Perempuan bertubuh tinggi ssemampai itu hanya menyandarkan kepalanya yang agak berat ke bahu sang kakak. Dia kembali ditenangkan meski ketenangan itu ak kunjung diirnya dapatkan hingga detik ini.  Sekarang, dia tengah perjalanan menuju rumah sakit keluaraga Abraham. Sementara ambulans yang ditumpangi oleh Roger sudah berjalan lebih jauh, membelah keramaian dengan orang-orang yang begitu pengertian dan memberikan jalan karena mereka memang sedang menyelamatakan nyawa, bukan mengantarkan seseorang yang sudah tidak bernyawa.  "Kak Roger akan baik-baik saja kan, Kak?" Anna bergumam pelan dengan mata yang sengaja dirinya pejamkan. Dia tidak terlalu suka melihat kepadatan, kepalanya sering sakit melihat keramain ynag tidak dirinya hendaki. sama saja seperti sekarang ini. Kepalanya terasa berat bukan main hingga Anna merasa memejamkan mata dan terlelap, lalu masuk ke dunia mimpi adalah lebih baik daripada fisik dan batinnya terasa disiksa seperti ini.  Anna tahu kalau Tuhan tidak akan memberikan cobaan melampaui kekuatan hambanya. Kalau Anna dan Roger diuji seperti ini, maka mereka memang bisa melewatinya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan meski rasa khawatir itu tetap mendiami keduanya.  Khris yang sebenarnya sedari tadi diam bukan karena tidak tahu harus mengajak Anna bicara apa. Namun dia tahu kalau adiknya ini lelah, butuh istirahat, makanya Khris hanya diam, memilih menenangkan seadanya. Karena dia tahu kalau Anna bukanlah sosok yang banyak bicara. Adiknya ini lebih suka memendam daripada mengatakan sejujurnya apa yang dirinya rasakan.  "Sayang dengar, hm?" Khris mengusap sisi kepala Anna pelan, kemudian menghadiahi puncak kepala adiknya ini kecupan sayang. "Roger akan baik-baik saja. Tadi dia sudah dites, tapi karena kita punya rumah sakit sendiri, makanya kita bawa Roger di sana. Lagi pula apa yang kau khawatirkan, hm?" "Kepalanya terluka." Anna menjawab pelan, sorot matanya sendu sekali.  Khris mengangguk paham. "Iya, tapi tadi hasilnya tidak separah orang gegar otak. Hanya sedikit bocor dan matanya bengkak sebelah karena menghantam setir mobil, tubuhnya yang terluka karena terkena kaca. Tadi sudah di beri tranfusi darah juga. Kau mau tahu yang sebenarnya seperti apa?" tanya Khris tiba-tiba yang membuat Anna langsung mengangkat kepalanya.  "Ada apa, Kak?" "Sewaktu perjalanan, Kak Jordan menghubungi pihak rumah sakit, mencari informasi apakah benar itu Roger dan meminta pihak keamanan juga untuk memberikan keamanan yang lebih sampai kita datang. Dan ternyata dari pihak sana memberitahukan kalau sebenarnya sudah sedari jam 9 tadi Roger mengalami kecelakaan, tapi suami kamu sepenuhnya sadar. Dia cuma bilang, "hubungi istri saya jam 11 siang." Dia mengatakan itu makanya pihak polisi menelfonmu pukul itu bukan?" Anna mengangguk. "Memangnya untuk apa? Kenapa dilarang memberitahuku?" tanyanya agak sedih.  "Karena Roger minta tubuhnya dicek terlebih dahulu, setelahnya baru boleh menghubungimu. Papa tadi sudah mendapat rekam medisnya, jadi nanti langsng diteruskan di rumah sakit keluarga. Jadi jangan khawatir lagi, Roger baik-baik saja. Nanti di sana, kau bisa melihat proses pengecekan lukanya jika mau tahu." "Tadi kami ingin pergi ke dokter. Ingin periksa sekaligus konsultasi tentang kehamilan."  Khris menatap nanar adiknya yang menunduk dalam ini. Dia tidak tahu sampai kapan kesayangan semua orang akan menderita seperti ini. "Jangan bersedih, Na. Nanti kan mumpung di rumah sakit, periksa juga kalau Roger juga siap."   "Tidak perlu. Lain kali saja. Aku ingin mrnunggu Kak Roger sembuh dulu. Aku tidak mau membenaninya." "Ya sudah. Kau istirahat lagi saja. Kakak bangunkan kalau sampai rumah sakit nanti. Jangan berpikiran terlalu berat. Let's sleep." Khris mengusap puncak kepala adiknya ini sayang dan menghadiahinya kecupan hangat yang tak pernah sekalipun Khris lewatkan untuk Anna. "Terima kasih, Kak." "Sudah kewajibanku, Na. Sudah, jangan bersedih lagi."     *   Yang Anna tahu, dia sampai rumah sakit Roger sudah tidak sadarkan diri. Entah karena tidur atau karena pingsan. Yang jelas, wajahnya lelap sekali.   Berbeda dengan Jordan yang langsung menghampiri Anna ketika sampai bersama dengan Khris, Barack hanya melirik sekilas di mana putrinya berada lantas fokus pada dokter yang Anna tebak adalah dokter yang menangani Roger tadi.   "Kak Roger tidak pingsan kan, Kak?" Anna bertanya lirih saat Jordan datang menghampirinya. Padahal, Anna sudah mendengar kalau kebanyakan orang mengatakan Roger baik-baik saja. Tapi tetap saja, Anna merasa ketakutan. Bagaimana kalau Roger dicelakai? Bagaimana kalau yang terjadi ini karena orang yang sama yang menginginkan kehancurannya. “Dia tidur.” Kata Jordan begitu tenang. Dari caranya bicara, Anna jelas tahu kalau kakaknya tidak berbohong tapi tetap saja dia khawatir. Rasanya seperti dia mencurigai semua orang begitu. Bahkan saat Jordan mengatakan Roger baik-baik saja sekalipun, Anna tetap tidak percaya. “Aku ingin bicara dengan Papa.” Anna nekat menghampiri Barack yang masih berbincang dengan dokter. Sementara Khris dan Jordan memang tidak bisa mencegah karena bagaimanapun, Roger adalah suaminya Anna. Jadi mereka tidak punya hak untuk menutup-nutupi yang sebenarnya terjadi dengan Roger. *** Roger terbangun saat malam hari. Seperti hasil pemeriksaan sebelumnya, tidak ada keretakan sama sekali di kepala Roger. Jadi tidak perlu dikhawatirkan lagi. Namun meskipun begitu, tidak boleh juga menyepelekan rasa sakit yang dirasakan seseorang. Karena setiap orang itu berbeda. Ambang batas orang-orang dalam menerima rasa sakit itu berbeda. Jadi akan sangat sulit menilai orang yang satu dengan orang yang lain hanya dengan melihat caranya mengeluh. Mudahnya, saat seseorang perempuan yang memiliki keistimewaan mendapat jatah tamu bulanannya. Ada tipe dua orang. Pertama yaitu si orang yang sedikit-sedikit langsung mengeluh pegal, perut sakit dan lain sebagainya. Tapi bagi yang lain meskipun merasakan rasa yang sama bahkan sangat sakit sampai wajahnya pucat pasi, dia tetap diam dan memendamnya dalam diam. Hanya membatin seraya berdoa mendekap perutnya, agar rasa sakitnya bisa berkurang. Sudah jelas. Semua perempuan tidak bisa diukur rata dalam hal ini. Mungkin banyak yang berpikir kalau perempuan itu lemah. Tapi jangan lupakan kekuatan perempuan hanya karena terkenalnya perempuan suka mengeluh  saat sakit. Kalau memang banyaknya mengeluh, maka itu memang sudah menjadi kebiasaannya. Dan mengeluh bukanlah Roger sekali meskipun di sini dia konteksnya sebagai seorang lelaki. Dia tidak mengeluhkan sakitnya, juga tidak dengan lukanya. Namun, dia mempertanyakan istrinya. “Dimana Anna? Kenapa tidak ke sini? Dia baik-baik saja, kan? Kenapa tidak ada yang menjawabku sedari tadi?” itulah pertanyaan yang sudah Roger tanyakan berkali-kali sedari tadi. Dia tidak ada henti-hentinya tanya dimana Anna berada sementara baik Khris maupun Jordan sudah menjawab kalau Anna tidak enak badan karena terkejut mendengar kecelakaan Roger. Makanya diminta untuk istirahat dulu, kalau sudah fresh, baru diperbolehkan bertemu dengan Roger sekali. Mau ditunggui semalaman juga tidak apa-apa. Yang penting itu sama-sama sehat dulu. Kalau Anna memaksakan diri merawat Roger, takutnya malah nanti Anna parah sendiri. “Kepalanya pusing, diminta oleh Papa untuk istirahat dulu secara terpisah denganmu. Kalau sudah baikan, nanti dia pasti ke sini, Ger. Tenang saja.” Roger menatap Jordan agak tidak suka karena menurutnya, Jordan baru mengatakan setelah dirinya bertanya sedari tadi. “Sakit apa? Kenapa baru diberi tahu sekarang?!” tatapan yang jelas tidak suka itu bisa langsung Jordan tangkap sebagai bentuk kemarahan. “Aku sudah mengatakannya padamu, Ger. Tapi kamu selalu bertanya lagi. Apa kau sudah pikun?” Jordan jadi membalik pertanyaannya. Lelaki yang bisa dibilang matanya bengkak parah ini hanya bisa diam setelahnya, seperti orang berpikir. Sesaat kemudian kembali berbicara. “Tolong katakana pada Anna, jangan khawatir padaku. Aku akan segera pulang.” Jordan mengangguk saja, lantas keluar dan meninggalkan Roger sendiri bersama Khris yang memilih duduk di sofa, berchat ria dengan sang istri yang katanya tidak bisa tidur. Tidak tega, inginnya menemani, tapi ya Khris tidak bisa meningalkan Roger sendiri sementara penyebab kecelkaan beruntun yang syukurnya tidak menewaskan orang itu sampai terjadi. Sekilas, tadi dia sudah menanyakan tentang kronologis terjadinya kecelakaan itu pada Roger. Lelaki itu menjawab apa yang masih dirinya ingat. Karena yang terjadi, dia mengendarai mobil dengan kecepatan cukup tinggi karena memang ada urusan di luar. Alasannya karena khawatir terlambat sampai rumah karena janjinya setengah 10 sementara ke dokternya sendiri harus pukul 10. Karenanya Roger mengendarai mobil dengan cepat. Sayangnya, di traffic light, mobil di depannya berhenti secara mendadak. Roger hanya mampu mengerem sekuat yang dirinya bisa, setelahnya dia tidak ingat apa yang terjadi. Namun, kalaupun tidak ingat sekalipun, ada buktinya di CCTV pemantau. Mobil paling depan yang berhenti secara mendadak karena itu bukan lampu merah, melainkan lampu hikau yang seharusnya tetap  jalan. Makanya kecelakaannya sampai beruntun karena menghentikan mobil secara mendadak itu. Untung saja tidak sampai memakan korban jiwa. Syukur juga Roger masih selamat dan lukanya tidak terlalu parah. “Kau pulang saja, Khris. Temani istrimu, aku tidak apa-apa.” Roger membuka pembicaraan lagi saat menoleh ke samping dan baru sadar melihat wajah Khris yang agak muram. Dasarnya pikiran lelaki itu tidak ada di tempat, Khris yang tersental langsung menatap Roger dalam diam. “Sorry, Ger. Aku tidak bisa fokus, memikirkan Shilla terus. Kata mama, kurang enak badan lagi.” “Ya, pulang saja. Tidak apa-apa.” Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Khris langsung bangkit saja, menghampiri Roger, mengajaknya tos kebanggan dan setelahnya pergi dari kamar Roger. Namun tetap, jangan sangka di luar tidak ada yang menjaga ruangan Roger. Tentu saja. Ada lima orang yang menunggu di depan ruangan Roger. Sepeninggalan Khris, jadilah Roger kesepian sendiri. Dia tidak tahu apakah Jordan sudah pergi juga atau tidak karena dirinya masih pusing jika dipaksa untuk setengah duduk. Jadi cari aman saja untuk rebahan. Lagi pula punggung Roger sakit karena terhimpit dashboard dengan jok. Untung tidak sampai membuat tulang rusuknya patah. Waktu makin berlalu, taka da tanda-tanda Jordan kembali. Roger juga tidak mempermasalahkan itu semua. Lagi pula dia lebih nyaman sendiri. Kalau dirinya bersama orang malah tida merasa lelauasa. Beda cerita kalau Anna yang ada bersamanya, dia pasti senang sekali. Tapi tidak juga kalau istrinya menunggui dan berakhir tertidur di sofa sementara Roger yakin seratus persen kalau istrinya ini pasti tidak pernah dibiarkan tidur tanpa alas sedikitpun. Jadilah dia berupaya tidur saja daripada tidak bisa tidur sama sekali. Semakin keadaannya lebih baik, semakin cepat pula dirinya tidak menjadi beban pikiran Anna sampai sakit seperti ini. Sayangnya, baru saja matanya terpejam, mungkin baru ada lima menit, Roger mendengar jejak langkah mendekat. Di alam bawah sadarnya, Roger langsung membuka matanya. Dan begitu melihat sosok di depannya, lelaki itu automatis menyandarkan diri susah payah. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD