***
Selamat membaca.
***
Bukankah cinta itu indah, tapi kenapa harus dinodai dengan rasa sakit saat berpisah? Tak bisakah kita berpisah dengan baik-baik saja? Tapi, apa ada perisahan dengan cara baik-baik saja?
***
Air peluh Kassandra, perempuan dengan rambut panjang berwarna hitam pekat itu menetes lagi, ini sudah menit ke sepuluh Kassandra berada di pelataran tempat makan ice cream, dengan motor meticnya yang tidak bisa menyala tapi tetap saja tidak ada orang yang berniat membantu remaja perempuan itu, menyebalkan rasanya hidup di lingkungan yang orang-orangnya kurang peka dengan keadaan sekitar ini.
Ini negara sangat kurang sekali rasa kepeduliannya ya? Kenapa tukang parkir, dan Bapak-bapak sekitar yang ada di kedai ice cream ini sama sekali tidak ada niatan untuk menolong Kassandra? Tapi, Kassandra juga segan rasanya untuk meminta tolong, ia takut salah orang, bukannya orang baik yang menolongnya, takutnya orang itu malahan orang yang berniat jahat kepada Kassandra.
Kassandra mengeluarkan napas kasar, lalu ia menyerah dengan keadaan yang ia alami saat ini, perempuan dengan mata yang bisa dikatakan belo itu pun mengambil ponsel yang ada di tas selempang warna coklatnya.
Kassandra tak habis berusaha, perempuan itu kembali menstater motor bebeknya sambil menempelkan ponsel ke telinganya, menelpon Kakaknya yang kini tengah berpusing ria dengan deretan angka di depan layar laptopnya.
Kassandra mengerucutkan bibirnya, Abangnya yang selalu menjadi pahlawan disaat Kassandra sedang mengalami kesusahan kini tak mengangkat telponnya membuat Kassandra kini menjadi lebih kebingungan.
"Kenapa? Ada yang bisa dibantu?"
Kassandra mengangguk antusias, terima kasih ya Tuhan, akhirnya Kassandra mendapatkan bantuan dari cowok seganteng ini, sumpah! Kassandra mengulum senyumnya saat ada seorang remaja yang Kassandra yakini sepantaran dengannya menghampirinya yang tengah bersedih hati ini.
"Bisa, bisa, motor gue mogok nih," sahut Kassandra dengan semangat.
Remaja laki-laki itu terkekeh pelan, ia baru tahu ada perempuan yang tidak malu-malu kucing di dunia ini, perempuan yang ada di sebelahnya ini benar-benar lincah. "Kenapa lo nggak cari pertolongan?" Tanya laki-laki itu sambil mencoba melihat keadaan motor Kassandra, tak lama Kevand pun mencoba membatu Kassandra untuk menghidupkan motornya.
Kassandra yang awalnya ingin mencoba menelpon Abangnya lagi mendadak menghentikan gerakannya, ia menatap remaja laki-laki itu lalu menjawab dengan cara menggelengkan kepalanya.
"Gue males," jawab Kassandra lalu menempelkan ponselnya ke telinganya, sambil melihat seberapa berhasilnya remaja laki-laki yang menawarinya pertolongan tadi bisa membantu Kassandra.
Kassandra kembali menggeser tombol merah yang berada di layar ponselnya, ia hanya menghembuskan napas kesal, kenapa Abangnya ini susah sekali ditelpon.
Wajah Kasaandra terlihat berseri saat laki-laki remaja itu bisa menghidupkan motornya, Kassandra kembali mengulum senyum saat laki-laki itu menyapu peluh yang ada di kening laki-laki itu.
"Benta r, bentar," kata Kasaandra menghentikan pergerakan laki-laki itu, lalu tangan Kassandra terulur, ia memberikan dua helai tisu kepada sang penolongnya siang ini.
Laki-laki itu menerima dan menyapukan tisu itu di keningnya, ia tersenyum dan beranjak pergi saat Kassandra mengucapkan kata terima kasih banyak karena sudah menolongnya.
"Gue duluan," kata remaja itu yang hanya diangguki Kassandra.
Kassandra menggerutu dalam hati, ia ingin sekali bertanya kepada laki-laki itu, tentang namanya siapa, sekolah di mana, tempat tinggalnya bahkan umurnya! Satu lagi dia sudah ada punya ‘anjing’ apa belum, sungguh senyum laki-laki itu manis sekali, rasanya Kassandra akan menjadi perempuan berbahagia seumur hidup, sejagad raya apabila selalu melihat senyum laki-laki itu.
"Bodo ah, entar kalo jodoh pasti bertemu," semangat Kassandra dalam hati.
Kassandra kini sudah menunggangi motornya kembali, ia pun sudah memasang helmnya dan mengapit tali helm itu hingga berbunyik klik, tapi suara ponselnya membuat Kassandra kembali meraih alat komunikasi itu.
"Banggggg kemana aja sih?" Suara Kassandra benar-benar membuat Keral Saradeo, Mahasiswa semester empat itu menjauhkan telinganya dari alat komunikasi yang kini mengeluarkan suara nyaring Adiknya.
"Nugas, kenapa?"
"Tadi motor aku mogok, mau minta susulin tapi enggak jadi sudah hidup motornya, jadi ke toko buku kan? Aku sekarang ke sana ya Bang?"
Karel mengangguk di dalam mobilnya, walau Kassandra tidak melihat anggukannya. "Abang lagi di jalan nih, kamu jalan juga kan?"
“Iya! sampai jumpa Abang sayang."
Kassandra menggeser tombol merah yang ada di ponselnya lagi, lalu mulai mengendarai motornya, menuju tempat toko buku di mana ia dan Abangnya tengah janjian di sana.
***
Hampir lima belas menit, Fadli mengendarai motor merahnya yang membonceng Kevand menuju toko buku yang mereka rencanakan untuk membeli buku matematika untuk Kevand.
Fadli terkekeh sendiri saat Kevand menelpon dirinya, menceritakan bahwa buku paket Matematikanya dirobek oleh Kakak sematawayangnya yang kini tengah menempuh ilmu di salah satu Universitas ternama di Banjarmasin.
Bagaimana tidak, Kanaya Damanik Kakak dari Kevand Damanik dengan sengaja merobek halaman depan buku paket Matematika Kevand hanya karena ada kotoran cecak di atasnya.
"Oh ya, tadi lo minta nomor cewek itu nggak?" Goda Fadli saat ia baru ingat Kevand membantu seorang perempuan tadi.
"Siapa?" Tanya Kevand lagi, kini motor yang dikendarai sahabatnya dari masuk sekolah menengah atas itu berhenti di salah satu pertokoan, banyak macam toko di sini, dari Toko Buku, Cafe, Toko Bunga dan juga bermacam toko lainnya bejejer rapi dalam satu kawasan itu.
"Cewek yang lo bantuin tadi." Fadli kembali menjawab.
Kevand terkekeh, ia memukul kepala Fadli yang dilapisi helem berwarna putih itu. "Kelamaan jomblo gini nih, selalu mikirin cewek random," cibir Kevand membalas ucapan fadli.
Fadli mencibirkan bibirnya, yang kelamaan Jomblo itu seingatnya Kevand bukan dirinya. Fadli menggeleng sebentar, Kevand benar-benar cowok ajaib yang Fadli temui di dunia ini. Fadli menjalankan kakinya, menyusul Kevand yang tengah melihat-lihat komik di rak kumpulan komik.
Fadli juga tak mau kalah, lak-laki dengan tinggi seratus enam puluh lima cm itu pun juga ikut mencari beberapa komik the series yang keluaran terbaru.
Kevand menggelengkan kepala, Fadli memang laki-laki candu dalam hal komik, laki-laki itu mampu membaca puluhan komik dalam satu bulan, berbeda dengan Kevand yang hanya menjadikan komik sebagai pelarian saat dirinya dilanda rasa bosan saja.
Kevand mulai berjalan ke rak buku pelajaran Sekolah Menegah Atas, ia melihat beberapa buku paket Matematika dengan terbitan yang beragam pula, saking fokusnya Kevand, ia tak bisa melihat ada seorang remaja putri juga tengah beriri di belakangnya melihat ponselnya lalu bergantain dengan melihat beberapa buku yang ada di depannya.
***
Kassandra dengan cepat menggerakan kakinya ia melihat pesan Karel yang tengah menunggunya di Cafe sebelah, sebelah toko buku yang saat ini Kassandra kunjungi, Kassandra dengan cepat melihat beberapa buku pelajaran, terutama buku pelajaran Matematika terbitan penerbit yang ternama karena buku paket Matematika Kassandra yang dulu hilang.
Kasaandra berdiri tepat di belakang anak laki-laki yang Kassandra harapkan berwajah ganteng seperti remaja laki-laki yang menolongnya tadi, kalau bisa lebih ganteng sih. Kassandra menghela napas saat pesan yang ia terima menuntutnya untuk segera ia menemui Karel, Karel memang tipe laki-laki yang posesif sekali.
"Nah, ini buku ...." Kassandra melebarkan tatapannya begitu juga dengan Kevand dia menyipitkan matanya saat buku yang ia incar juga dipegang oleh perempuan yang tadi ditolongnya.
Kassandra melunakan tangannya, lengannya mulai melonggar tapi otak Kassandra memaksa bahwa buku yang ia pegang itu bukunya, untuknya.
"Gue duluan," kata Kevand saat laki-laki itu tidak merasakan lengan Kassandra melunak untuk melepaskan buku itu, memberikannya kepada Kevand.
Kasandra berdecak, wajah tampan laki-laki itu membuat Kassandra menarik napas dalam-dalam, perempuan itu berpikir lagi, tadi laki-laki itu sudah menolongnya dan sekarang sebegitu jahatnya kah Kassandra, sampai hati kah ia mengambil buku incaran yang ia cari.
"Bukunya tinggal satu, tapi yaudah buat lo aja," kata Kassandra sambil tersenyum dan melepaskan pegangannya di buku matematika itu.
Kevand memegang tengkuknya lalu mencari pelayan yang biasanya ada di Toko Buku ini, ia berharap apa yang dikatakan Kassandra salah, ia berharap masih ada puluhan atau ribuan buku Matematika ini, di toko ini.
"Mas," panggil Kevand, membuat pelayang yang dipanggil Kevand itu berhenti lalu menanyakan kenapa Kevand memanggilnya.
"Buku ini," telunjuk Kevand mengarah kepada buku yang dipegang lemah oleh perempuan yang ditolongnya tadi lalu ia kembali berucap, "tinggal satu ya, Mas?"
Pelayang itu menganggukan kepala, benar stock buku Matematika itu adalah stock terakhir di toko ini. Kevand mengangguk sekali kepada pramuniaga itu, lalu tersenyum saat pelayan itu pamit undur diri dari hadapan Kevand dan Kassandra.
Kevand melirik perempuan yang tidak berbicara sama sekali sedari tadi lalu mengulurkan tangannya. "Gue Kevand, lo siapa?" Tanya Kevand dengan senyum tipis yang lagi-lagi membuat Kassandra menarik sudut bibirnya juga, laki-laki itu mengabaikan kenyataan bahwa buku yang kebetulan ia dan Kassandra cari adalah buku terkahir di took ini.
Kassandra benar-benar terperangah dengan senyuman yang laki-laki itu buat. "Gue, Gue Kassandra," jawab Kassandra lembut lalu selanjutnya suaranya berubah menjadi meleking di telinga Kevand. "Oke! Karena lo ikhlasin buku ini ke gue, yuk gue teraktir makan."
Teraktir makan? oke, kan lumayang buat hemat uang, kalo masalah buku paket Matematika, Kevand akan mencari di toko lain atau buku took online nantinya, gampang.
***