(Tiga) Oke, Sekolah Baru.

1154 Words
                                ***                     Selamat membaca.                                 ***                     Seandainya melupakanmu itu semudah membalikan telapak tangan, aku yakin tidak akan ada orang yang menjadi pelampiasan di dunia ini.                                 ---             Sekolah baru? Kassandra menutup matanya sebentar, kilasan sekolah lamanya, dan kilasan beberapa kejadian yang membuat Kassandra rasanya tak mampu untuk berdiri lagi, membuat mata perempuan itu menyendu.             Ini lah pilihan terakhir, yang Kassandra buat, Kassandra tidak mau mengingat kejadian yang dulu lagi, Kassandra ingin membuat lembaran hidupnya yang sekarang lebih damai, tidak ada kecatatan seperti buku kehidupannya yang dulu, yang sudah ia tutup rapat-rapat.             Karel yang masih berda di dalam mobilnya kini mulai bergerak, menghampiri Kassandra yang masih berdiri di depan sekolah barunya, memandang nama sekolah barunya, memandang gerbang sekolah barunya yang sejak hari ini menjadi tempat yang setiap hari akan Kassandra kunjungi.             "Are you okay?"Tanya Keral, kini laki-laki dengan jas kebanggannya itu berdiri di samping Adiknya, menatap sekolah baru untuk Adik sematawayangnya.             Keral melirik sebentar kearah wajah Kasaandra yang masih menatap sekolah barunya itu, bibirnya terangkat sedikit, dan mengangguk.             "Okay," jawab Kassandra pelan.             "Balik nanti naik taksi aja ya?" Kata Karel selanjutnya, lalu laki-laki itu masuk ke dalam mobilnya lagi.             Kassandra tersadar akan kata Abangnya yang sangat tidak mau disetuji olehnya, kakinya pun dengan cepat ikut menyusul Abangnya yang tengah tersenyum di dalam mobil itu. "Enggak bisa gitu doang Bang, ih Abang!" Rajuk Kassandra di balik pintu mobil Abangnya.             Karel hanya terkekeh pelan, sangat mudah mengembalikan kesadaran adiknya itu, mengembalikan keceriannya walau Keral tahu, luka yang ada di dalam hati adiknya itu akan lambat sembuhnya.             "Bakal dijemput kok, yaudah Abang duluan ya, ada kelas pagi."             Kassandra menganggukan kepalanya, kini benar-benar perempuan itu harus menghadapi sekolah barunya sendirian, tanpa ada pegangan kepada siapa pun.             Sekolah baru membuat Kassandra sedikit takut, takut susah bergaul contohnya, walau kata Karel, Kassandra tidak akan sulit mencari teman karena perempuan itu bersikap hiperaktif. Tapi, Kassandra benar-benar takut, takut menjadi santapan tatapan aneh seperti ini, contohnya.             "Lo cantik Kassandra, makanya orang-orang pada ngeliatin lo," akhirnya hanya itu yang Kassandra dengarkan dari bisikan hatinya, satu kalimat penyemangat yang ia tanamkan di dirinya.             Kassandra berjalan melewati lapangan menuju lorong-lorong kelas, dan satu tujuan Kassandra kali ini adalah ruangan guru. Kassandra kembali menghela napas saat dirinya mengerutu sebal, kenapa saat Orangtuanya mendaftarkan dirinya ke sekolah ini Kassandra tidak ikut, dia malah dengan asik bermain games di rumahnya dengan Karel.             Kassandra berjalan lurus, dalam hatinya Kassandra, kalau ia tidak menemukan ruang guru atau mading yang biasanya memberikan informasi letak ruangan di sekolah ini paling tidak ia menemukan tembok, dan di sana ia bisa putar balik mencari jalan baru.             Kassandra kembali menengok ke bawah, ia melihat tali sepatunya tengah lepas, dan untungnya di sekolah Kassandra yang baru ini,  terdapat bangku panjang yang ada di koridor kelas atau yang ada di depan kelas, sehingga memudahkan perempuan ini untuk membenarkan tali sepatunya.                                     ***             Kevand, memarkirkan motor matic berwarna merah kesayangnnya di tempat parkir biasanya, ia juga melihat Fadli yang tengah berjalan kearahnya. "Jodoh banget kita ya Fad," sapa Kevand sambil membenarkan jambul yang ia yakini sebagai daya tarik perempuan terhadapnya.             Jambul kesayangan Kevand itu tampak sudah rapi, kini Kevand berdiri dan membetulkan jaketnya, jaket warna merah berbahan parasut ini benar-benar jaket kesayangan Kevand.             Sedangkan Fadli mengeliat saat mendengar ucapan Kevand yang benar-benar di luar nalar itu. "Dasar menjijikan," sahut Fadli sambil berjalan terlebih dahulu menuju kelasnya.             Kevand terkekeh, ia juga ikut berjalan menyusul Fadli yang kini berjarak satu meter dari tempatnya berdiri. Kevand menoleh ke samping, saat ia merasakan ada pelukan di lengan kananya. "Loh, Mikha sudah masuk?" Kevand melepaskan lengan perempuan itu, tapi ia menarik tas punggung yang ada di punggung Mikha, bermaksud untuk membawakannya.             Mikha memberikan ekpresi yang sangat senang dan bahagia kepada Kevand, saat Kevand sudah membawa tasnya, Kevand dan Mikha kembali berjalan menelusuri koridor kelas menuju kelasnya. "Sudah sehat gue," jawab Mikha akhirnya.             Kevand menganggukan kepala saat mendengar jawaban dari Mikha Natasya, mantan pacarnya, yang kini menjelma menjadi sahabatnya itu. Kevand bersyukur mempunyai mantan pacar pertama yang sebaik Mikha, ia dan Mikha putus secara baik-baik, dan tetap berteman walau sudah tidak memiliki hubungan apa pun lagi, putusnya hubungan mereka pun tak disertai dengan perkelahian atau tak tegur sapa.             Kening Kevand berlipat-lipat saat melihat Fadli tengah berhenti di koridor kelas, padahal mereka belum sampai ke kelasnya. "Nunggu apaan? Nunggu gue?" tanya Mikha kepada Fadli yang hanya dibalas dengan gelengan oleh Fadli.             Faldi mengerakan tatapanya kearah perempuan yang kemarin meneraktirnya dengan Kevand, membuat alis Kevand kembali bertautan.             "Dia sekolah di sini?" Tanya Kevand akhirnya yang mengerti dengan tatapan bingung Fadli.             Fadli menggeleng tidak yakin, tapi kalau perempuan itu tidak sekolah di sini, buat apa dia di sini? Memakai seragam sekolah SMA Penerus Bangsa, kan kurang kerjaan sekali.             Kevand meyerahkan tas Mikha kepada Fadli, lalu menyuruh dua orang itu segera ke kelas, Kevand selaku ketua OSIS ingin menanyakan untuk apa perempuan itu di sini.             "Tapi, Kev ...," perkataan Mikha terhenti saat Kevand menggeleng, Mikha mengalah ia menuruti apa yang diperintahkan oleh kevand kepadanya tadi.             Kassandra mendokakan kepalanya saat ada sepasang kaki berada di depannya, ia tahu cepat atau lambat pasti ada seseorang yang menanyakan keberadaan dirinya di sini. "Ah! Kevand," suara Kassandra terdengar benar-benar nyaring saat menyapa laki-laki itu. Bahkan Mikha yang sudah  berlalu dari hadapan Kevand dan Kassandra saja menoleh kearah belakang, melihat perempuan yang kini tengah dengan mantan pacarnya itu.             Mikha tertawa kecut, sebegitu menariknya kah perempuan itu hingga Kevand membiarkannya pergi ke kelas sendirian? Atau Mikha kah yang tak bisa mengendalikan perasaan cemburunya kepada Kevand, Mikha masih tidak bisa merelakan Kevand, Mikha masih tidak bisa merelakan berakhirnya hubungan mereka, dan Mikha masih tidak bisa mengiklaskan perginya Kevand dari hidupnya, yang Mikha tahu sendiri bahwa itu akan terjadi, cepat atau lambat di hidupnya.             "Dia siapa?" Suara Mikha terdengar tidak enak, dan Fadli hanya tertawa karena mendengar itu.             "Dih, cemburu sama mantan ya?" goda Fadli, tanpa menjawab pertanyaan dari Mikha.             Mikha hanya tertawa dan mengangkat bahunya, sebenarnya ia ingin tidak peduli dengan apa yang terjadi oleh Kevand, tapi namanya juga kepo, enggak apa-apa dong ya kepo dengan mantan? "Enggak, biasa aja sih, Kevand kan mantan gue eh temen gue," kata Mikha dengan pipi yang bersemu merah.             Fadli juga ikut terkekeh akan tingkah Mikha itu, Fadli meletakkan tas Mikha yang tepat sekali berada di belakang kursinya.             "Dia cewek yang ditolongin Kevand kemarin waktu kita ke kedai ice cream biasa, terus mereka juga sama-sama cari buku paket matematika, ngerebutin buku matematika yang tinggal satu," cerita Fadli akhirnya.             Mikha dengan seksama mendengarkan apa yang dikatakan oleh Fadli.             "Terus gue sama Kevand diteraktir dia," lanjut Fadli.             Mikha hanya menganggukan kepala dan beroh ria mendengarkan cerita singkat antara perempuan itu dan Kevand. Perempuan dengan rambut sebahu itu pun hanya menatap kosong kearah papan tulis, apakah perempuan itu akan merebut tempatnya di hati Kevand nantinya? Atau apakah tempat Mikha akan aman saja, dan waktu akan membuat ia dan Kevand berbalikan?             Tapi, kalau itu yang terbaik, Mikha -- perempuan dengan rambut sebahu itu hanya bisa mendo'akan Kevand tidak akan patah hati lagi, patah hati karena perempuan yang baru ia kenal itu nantinya.                                 ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD