Enam - Mantan atau Sahabat?
***
Selamat membaca.
***
Cinta-cinta pergilah, datanglah lain hari.
***
Mikha menadahkan tangannya, air hujan yang datang membuatnya mengeratkan jaket yang ia pakai. Ia menganggukan kepala saat Ibundanya melajutkan mobilnya, sedangkan dirinya kembali berjalan menuju kelasnya. Mikha tersenyum, ia melihat Kevand yang juga turun dari mobil berwarna putih, ia juga melihat ada Nada di samping laki-laki itu, memang sudah dipastikan, kalau hujan turun saat pagi hari, Kevand dan Nada akan selalu bersama-sama ke sekolah, sudah hal mutlak yang tidak bisa dipungkiri lagi.
Mikha hanya tersenyun dan menundukan kepalanya sebentar, melihat sepatu berwarna hitamnya yang menempel di bumi dengan percikan air hujan di sampingnya. Merasakan rasa sakit saat dirinya tidak lagi bersama dengan orang yang ia sayangi itu, merasakan rasa cemburu saat melihat ada orang lain yang berada dekat dan bisa bercekrama dengan bahagia dengan laki-laki itu. Mikha menarik napas dalam-dalam, Mikha tahu keputusanya dan Kevand yang berpisah membuat orang lain mengatakan Mikha tak tahu diuntung, karena sudah merelakan laki-laki seperti Kevand itu.
Siapa yang menolak laki-laki sebaik dan semanis Kevand? Perhatian? Jangan ditanya, Kevand selalu dan sangat perhatian dengan Mikha, apa pun yang ada dan dilakukan oleh perempuan itu tak lupu dari perhatian Kevand, pema’af? Kevand tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang pendendam, apa pun kesalahan Mikha, apa pun hal jelek yang sudah dilakukan perempuan itu, Kevand selalu mema’afkan perempuan itu, bahkan semua keinginan Mikha laki-laki itu menjaminnya, kebahagiaan, kesenangan, apa pun yang diinginkan Mikha akan membuat Kevand sekuat tenaga untuk memenuhinya, untuk melakukan yang terbaik kepada perempuan itu.
"Mik? Kok diem?"
Mikha menetralkan raut wajahnya, apa yang lebih indah dari terdiam di bawah guyuran hujan dan melihat mantan pacar yang terlihat bahagia dengan teman dekatnya? Tidak ada. Kalau Mikha mendengar kata orang-orang bahwa ada mantan yang terindah mungkin Mikha akan setuju dengan orang itu, buktinya Kevand adalah mantanya yang terindah, amat terindah malah bagi hidupnya yang sepi ini. Laki-laki itu sama sekali tak pernah tersinggun dengan apa yang dikatakan oleh Mikha saat mereka bersama atau pun hanya berteman setelahnya.
Kevand juga tak pernah marah kepada Mikha tentang hal yang tak penting, Kevand hanya marah kepada Mikha jika kepala perempuan itu berubah menjadi kepala batu, dan tidak menuruti apa yang dikatakan oleh Kevand, padahal Kevand hanya menginginkan hal yang terbaik untuk perempuan itu.
Fllasback.
"Kamu itu, batu banget Mik." Kevand memijit pelipisnya pelan, merasa frustasi dengan keadaan di depannya ini, dengan keadaan Mikha. Melihat Mikha yang tengah menunduk lemas dengan peluh yang begitu banyak keluar dari keningnya membuat Kevand menyalahkan dirinya sendiri, karena teledor dalam menjaga perempuan itu.
Mikha dan Kevand, sepasang kekasih yang sedang merayakan monthsarry selama dua bulan itu pun akhirnya duduk di taman kota. Berapa menit kenudian, Kevand berdiri saat Nada datang kearah mereka, Nada menatap Mikha dan Kevand bergantian, bingung tidak bisa tidak terlihat jelas di wajah perempuan itu.
"Lo kenapa?" Tanya Nada, suaranya terselip kekhuwatiran saat melihat teman sekelasnya itu terlihat pucat.
"Tolong Nad, anterin dia ke rumah, gue mau beli barang buat Kak Kanaya, dia nanti ribet kalau engak dibeliin, ini ditelpon mulu, pusing gue, tapi Mikha ...." Kevand awalnya bersikeras membantu Mikha untuk pulang ke rumah, tapi Mikha, sama baiknya dengan Kevand, ia tahu seberapa ganasnya Kak Kanaya, hingga Mikha lebih rela pulang tanpa Kevand, tanpa diantar oleh laki-laki itu, Mikha juga tidak mungkin bisa menemani Kevand membeli barang yang dipesankan oleh Kak Kanaya kepadanya. Akhirnya, Mikha menatap Kevand dengan tatapan bersalah, penyakit yang datang ini memang k*****t, kenapa di saat Mikha ingin jalan dengan kevand, penyakit ini datang dan malah menyusahkan dirinya dan Kevand.
Fllasback off.
Mikha berjalan dengan biasa saja, tanpa ada satu patah pun keluar dari mulutnya, ia melihat Kevand yang tengah bediri dengan ..., ah Mikha tidak tahu namanya, tapi sepertinya Mikha sering melihat cowok itu. Mikha berhenti di tempatnya, ia menutup payungnya, bersamaan dengan Kevand yang merebut payung berwarna biru muda itu dari tangannya.
"Kenapa nggak makai jaket yang tebal sih? Sama tuh tasnya kenapa masih pakai yang itu? aku bilangkan ganti jangan yang ransel, bahu kamu masih sakit kan Mik?" Kevand berucap panjang lebar, ia juga sudah dari kemarin mengingatkan Mikha untuk mengganti tas sekolahnya, dan juga, hari ini hujan turun sejak pagi, suhu di Banjarmasin tengah dingin, dan Mikha benar-benar harus menjaga kondisinya.
See? Ini benar-benar mantan terindah kan, sudah jadi mantan, masih saja perhatian begini.
"Ck, nggak apa-apa Kev," sahut Mikha, perempuan itu membiarkan Kevand membawakan tasnya dan juga payung yang sudah Kevand sendiri tutup tadi.
Mikha terkekeh saat mulut Kevand masih saja ngomel-ngomeli dirinya, laki-laki itu tidak berani melawan Mikha, ia hanya bergumam sendiri, tidak menyahuti apa yang dikatakan oleh Mikha tadi.
"Batu," ledek Kevand terhadap perempuan itu, batu, Mikha memang berkepala batu, selalu saja membantah apa yang dikatakan oleh Kevand sejak dahulu..
"Kayu," sahut Mikha asal, setelahnya mereka tertawa bersama, menertawakan diri mereka sendiri yang aneh, dan tidak jelas ini.
Tawa Mikha reda saat melihat Nada yang berada di depan kelasnya menatap Kevand dengan Mikha yang sedang melempar tawa dan canda itu. Mikha tersenyum kearah Nada, sedangkan Nada menatap perempuan itu dengan taatpan tidak suka, jelas saja, Nada jelas saja tidak suka dengan perempuan itu, dan Nada tidak bisa menutupi semuanya, tidak bisa menutupi bahwa dirinya membenci perempuan itu.
Nada melebarkan matanya saat melihat Kevand memberikan Mikha jepitan rambut, sialan memang sahabatnya itu, dia benar-benar merasa Kevand masih cinta dengan Mikha, padahal Nada tahu Mikha itu tidak pernah menjadi perempuan yang baik untuk sahabatnya.
***
Nada menempelkan jari telunjuk ke hidungnya, ia mengosok-gosokan ujung hidungnya dengan jari telunjuknya itu. Banjarmasin benar-benar dalam keadaan dingin dua ;puluh drajat celcius, sungguh demi apa pun Nada tidak pernah merasakan Banjarmasin dalam hawa sedingin ini. Syukur-syukur hari ini pelajarannya tidak terlalu mendesak, lebih tepatnya tidak terlalu harus pakai otak.
"Biasanya Ibu ini ngasih tugas mulukan Nad?" Bisik Klara, teman yang baru saja Nada cap sebagai saudara permempuanya itu, karena hari ini, saudara laki-lakinya – Kevand, begitu menyebalkan sekali.
Apa saja yang bersangkutan oleh Klara, Nada selalu pasang badan, dari pinjem uang, pinjen motor, pinjem n****+, untung Klara tidak bisa minjem cowok, iyalah gimana mau minjem cowok, orang setiap ada cowok deketin Nada, Kevand selalu membuat rencana yang membuat Nada tidak jadian dengan cowok itu.
"Iya," jawab Nada pelan, "Semoga hari ini nggak ya."
Tidak! Apa yang dido'akan Nada tidak benar-benar terjadi, perempuan itu mendesah saat Ibu Nina, guru pengajar pelajaran IPS yang berumur tiga puluh lima tahunan mengatakan ia memberikan tugas yang harus di kumpul minggu depan saat jadwal pelajaran IPS ada.
Nada mendesah, Nada tidak suka dengan tugas eh bukan tugas tapi cara mengerjakan tugasnya, dari berkelompok, Nada yakin ia akan sekelompok dengan laki-laki, apalagi nama Nada awalanya adalah kata "Al." Yang di mana jarang ada perempuan di kelas itu dengan nama seperti dirinya, dan bisa dikatakan bahwa Nada akan kembali berkelompok dengan laki-laki, lebih-lebih itu bukan Kevand.
"Jadi satu kelompok tiga orang sesuai dari absen ya."
"Kelompok satu ada Adenium Deniswara, Al Nada Nazera, Aldriel Hanendra."
Kan! Benar, belum juga Nada meneguk air liurnya, ia sudah kembali mendengar namanya diapit oleh dua nama laki-laki, yang seperti biasanya menjadi temannya dalam pekerjaan kelompok.
Ibu Nina terus menerus menyebutkan nama kelompok selanjutnya, hingga Ibu Nina menyebutkan nama kelompok Kevand, yang memang selalu membuat Nada kesal, karena Kevand akan selalu saja satu kelompok dengan perempuan itu. "Kelompok enam, Mikha Nathasya, Kasandra Saradea, Kevand Dinamik."
Saat itu juga mulut Nada besungut-sungut, lagi, pasti Kevand satu kelompok dengan mantanya yang sialan itu. Bel pelajaran terakhir berbunyi, dengan selesainya Ibu Nina menyebutkan nama-nama yang terbagi ke dalam sepuluh kelompok itu.
"Tugasnya sepeti biasa ya rangkum bab satu sampai sepuluh sesuai dengan nomor kelompok, nanti dipersentasikan dengan power point, di depan kelas, dan kelompok lain akan memberikan pertanyaan, agar kita bisa berdiskusi setelahnya."
"Siap Bu," hanya itu yang bisa murid kelas Sebelas IPA dua lemparkan.
Nada mendesah berat, ia menatap kebelakang saat suara Kevand terdengar dibisikan telinganya. "Yang sabar ya Neng, mari kita pulang," bisik Kevand sambil bersiap untuk pulang.
Nada semakin mendesah berat, kurang ajar memang Kevand ini, ia berdiri setelah memasang rangselnya, tapi Kevand tak ada lagi di tempatnya, laki-laki itu ternyata tengah menghampiri Kassandra yang masih berbicara dengan Mikha, yang masih di tempatnya duduk.
"Kalau di rumah gue gimana?" Tanya Kevand tiba-tiba, menhentikan pembicaraan dua perempuan itu.
Kassandra nampak berpikir, setelahnya menganggukan kepala, tapi Kassandra tahu ia tidak mudah untuk ke rumah Kevand, pasti ada deretan pertanyaan dari Karel yang akan diajukan oleh laki-laki itu.
"Kapan? Bisa tuh, sekalian aku ketemu tante," sahut Mikha girang saat mendengar kerja kelompoknya akan dilakukan di rumah Kevand.
Kassandra diam saja saat pertanyaan dan pernyataan yang terlontar dari mulut Mikha, toh ia tidak mengerti juga kan? Lagi pula Kassandra juga bingung untuk berbicara apa.
"Minggu gimana? Soalnya gue ada acara kayaknya besok," saran Kassandra sebelum Kevand mengatakan kapan mereka akan mengerjakan tugasnya.
Mikha menganggukan kepala begitu juga dengan Kevand, mereka juga setuju hari minggu, kebetulan besok sudah hari sabtu.
"Nanti gue chat alamat rumah gue ya Kass, by the way minta id line dong." Kevand berucap sambil mengeluarkan ponselnya.
Kassandra mengeluarkan ponselnya dari ranselnya, lalu membuka aplikasi yang berwarna hijau itu dan menyerahkan ponselnya kepada Kevand, ia melihat Kevand tengah menambahkan akunnya ke list pertemanannya.
"Yaudah gue duluan Kev, Mik." Kassandra berlalu begitu saja saat merasa urusan mereka sudah selesai, ia benar-benar tidak mood hari ini, hujan turun terus menerus hari ini, mengatakan bahwa ia harus segera sampai rumah dan menghapus semua jejak yang harusnya Kassandra tak perlu ingat lagi, yang harusnya Kassandra tinggal di belakang sana, yang harusnya Kassandra tidak ingat-ingat lagi.
"Yuk, Mik aku bawain tas kamu," tawar Kevand, laki-laki itu lupa, lupa bahwa sudah mengajak Nada pulang bersama, yang sama saja artinya, Kevand akan membuat Nada marah, lagi kalau Kevand kembali berdekatan dengan Mikha.
Nada mendesah pelan saat melihat Mikha menyerahkan tasnya, Kevand benar-benar kepala batu, sudah berapa kali ia mengatakan kepada Kevand agar tak berhubungan dengan perempuan itu, tapi Kevand masih saja melakukanya, masih saja membuat Nada kesal dan ngambek seperti ini, Kevand seolah tidak kapok dengan apa yang dilakukan Nada padanya.
Nada memegang tangan Aldiel Hanendra, teman cowoknya yang selalu menjadi teman sekelompoknya bila kelompok itu dilihat dari absensi kelas. "Iel, gue ikut pulang dong Iel," pinta Nada, tanpa mau mengikuti apa yang ingin dibicarakan Iel, Nada langsung menarik laki-laki itu hingga ke parkiran motor.
Biar Kevand merasakan kengambekan Nada kali ini, Nada benar-benar muak dengan Kevand, sudah ia katakan pada Kevand bahwa ia tidak suka dengan Mikha, tapi laki-laki itu masih saja menjadi bodoh, seolah tak tahu apa-apa, seolah tidak melihat dengan apa yang dilakukan Mikha padanya, apa Kevand tidak tahu bahwa Mikha menganggap Kevand menjadi laki-laki bodoh yang bisa dibohongi? Menganggap laki-laki itu bisa ditipu dan diperalat? Sebagai sahabat jelas saja Nada sudah mengatakan semua apa yang ia tahu, mengatakan kebenaran yang terjadi di depanya itu, tapi Kevand seolah menutup atas apa yang benar diantara hubungannya dan Mikha itu, dan itu jelas saja membuat Nada murka kepadanya, kepada Mikha juga.
"Tapi Nad, kita beda arah," jawab Iel laki-laki itu pun menatap Nada dengan tatapan yang bertanya.
"Lo nggak mau nganter gue? Gue ditinggal Kevand soalnya," jawab Nada dengan tatapan sendu, perempuan itu pun turun dari tempat duduknya – di atas motor Iel, lalu berjalan meninggalkan Iel.
Iel mendesah melihat aoa yang dilakukan Nada padanya, acara yang paling Iel tidak suka di hidup ini adalah melihat perempuan yang mengambek seperti ini.
"Nad, Nad yaudah ayo naik, gue antar."
Nada terenyum bangga mendengar ucapan itu keluar dari mulut Iel, benarkan Iel tidak mungkin meninggalkan dirinya sendiri pulang, Iel memang terbaik daripada Kevand!
****