Gara terbangun pukul tujuh pagi. Setelah membersihkan diri, ia lalu turun ke lantai bawah. Diruang makan terlihat adiknya sudah berpakaian rapi hendak ke sekolah. Adiknya itu sekarang duduk di kelas dua SMA. Gadis dengan rambut lurus dan kulit sawo matang itu menyapa kakaknya. Gara kemudian duduk didepannya.
“Mas, tumben udah bangun” kata Shana
“Mas kan emang sering bangun pagi” balas Gara. Lelaki itu meminum air putih lalu kemudian menyendokan nasi goreng ebi buatan ibunya.
“Ah, dulu mas sering bangun diatas jam delapan kok”
“Dulu kapan? Dulu waktu mas SMA?” Tanya Gara sambil terkekeh. Memang dulu dia sering bangun siang, bahkan ia langganan terlambat ke sekolah. Tapi setelah ia mulai bekerja di keluarga Nasution yang mana dituntut untuk selalu stand by, bangun sebelum sang majikan—Clara bangun, selalu siap saat diperlukan membuat Gara merubah kebiasaannya dulu.
“Jadi mas, pacar mas siapa? Ada fotonya nggak? Aku mau liat dong, mas” ucap adiknya penasaran.
Gara hanya meliriknya sebentar kemudian kembali melanjutkan makannya. Mengabaikan adiknya yang tengah penasaran.
“Mass…siapa pacarnya?” Shana menggoyangkan lengan kakaknya membuat kakaknya tersedak.
“Udah jam tujuh lewat, Shan, kamu nggak ke sekolah? Entar terlambat” ucap Gara tenang.
“Iss..mas nggak seru” ucap shana mencebikan bibirnya. Gadis itu kemudian bangkit dari duduknya lalu mengambil tasnya. Berpamitan pada corry yang ada didapur lalu melewati masnya.
“Salim dulu, dek” ucap Gara pada shana saat adiknya itu melewatinya begitu saja. Tangan Gara bahkan sudah terulur untuk disalami namun adiknya tidak peduli.
“Udah jam tujuh lewat. Nanti Shana terlambat” balas adiknya ketus. Gara hanya menggelengkan kepalanya.
--
“Pagi, non” sapa Jono
“Pagi, bang” balas Clara
Saat ini, Clara akan segera ke kampus diantar oleh Jono. “Kemarin abang ketemu sama orang tuanya Gara, ya?” Tanya Clara.
“Pagi-pagi udah nanyain Gara ajah, non. Kangen ya?” goda Jono
Clara tertawa lebar. “Gimana keluarganya, bang?” Tanya Clara lagi
“Keluarganya baik banget non. Kemarin abang diajak makan malam bareng terus dikasih bekal buat pulang. Sebenarnya sih ibu sama bapaknya Gara udah tawarin abang buat nginap ajah tapi abang tolak karena mau antar non ke kampuskan” jelas jono
“Kira-kira kalo nanti aku kesana keluarganya bakal baik nggak sih bang sama aku?”
“Ya iyalah, non. Apalagi non Clara juga cantik cocok sama Gara yang ganteng” puji Jono. Clara tersenyum kemudian mengambil handphonenya lalu mendial kontak Gara. Dideringan pertama Gara langsung mengangkatnya.
“Pagi” sapa Clara lebih dulu
“Pagi. Udah dikampus?” Tanya Gara diseberang sana. Jono tersenyum menggelengkan kepalanya.
“Masih di jalan tapi udah dekat kok. Kamu baru bangun ya?”
“Iya, ini baru habis sarapan”
“Oke. Udah mau nyampe nih. Nanti aku telpon lagi ya”
“Siap” panggilan kemudian berakhir.
Clara memasukan handphonya kedalam tas. Mereka sudah sampai dikampusnya. Clara turun dari mobil lalu menuju kekelasnya.
“Clara” Clara menoleh saat seseorang memanggil namanya. Itu adalah Silvia, sahabatnya.
“Silvi” sapa Clara
“Lo udah sarapan belom?” Tanya cewek berambut ombre tersebut.
“Udah sih tadi dirumah. Kenapa mau ditemenin sarapan?” tebak Clara. Silvia mengangguk sambil menyengir. “Yaudah kuy” Silvi menarik lengan Clara. Sampai dikantin mereka duduk disalah satu kuri dekat pojokan.
“Lu nggak mau makan lagi, Cla?” Tanya Silvi yang mendapat gelengan dari Clara “Yaudah gue pesan dulu”
Sambil menunggu Silvi, Clara membuka ruang percakapannya dengan Gara di whattsapp
Me :
Aku udah sampe kampus, ga
Husband :
Oke
Me :
Kamu lagi ngapain?
Husband:
Lagi dikebun the. Bantuin ayah
Me :
Coba foto
Beberapa saat kemudian Gara mengirimkan foto hamparan kebun the yang luas. Clara tersenyum kecil. Pasti rasanya nyaman jalan-jalan pagi di kebun the, menghirup udara segar.
Me :
Bagus banget kebun tehnya
Husband :
Nanti aku ajak kamu kesini
Me :
Serius?
Lagi ngechat sama siapa sih?” Tanya Silvi yang sudah duduk didepannya dengan sepmangkuk bubur ayam dan the hangat. Clara terkejut lalu dengan cepat menaruh handphonenya diatas meja.
“Enggak, kok” jawab Clara agak terbata
Silvi melirik sekilas handphonenya
“Tumben hari ini nggak dianter sama pengawal ganteng” kata Silvi
“Gara lagi pulang kampung jadi seminggu ini gue dianterin sama supir” jelas Clara
“Yah.. galau dong lo” ucap Silvi cuek. Mulutnya mengunyah bubur ayamnya sambil memperhatikan raut wajah sahabatnya.
“Ga-galau kenapa memangnya?” Clara gelagapan. Ia tidak biasa membuat suaranya normal disaat sepeti ini. Apakah sahabatnya ini sudah tau tentang hubungannya dengan Gara?
Silvi terkekeh. “Cla, Cla. Kita ini udah temenan dari lama, kok lu nggak jujur sama gue sih?”
“Jujur apanya?” mata Clara tidak focus
“Udah gue mau makan dulu, entar ajah gue ngomongnya” Silvi kembali melanjutkan sarapannya. Dalam hati ia tersenyum geli. Sahabatnya ini lucu sekali jika sedang gelagapan seperti ini.
Sedangkan Clara, mulai meremas jemarinya. Selesai sarapan, mereka berdua menuju kekelas.
“Silvi, kamu tau sesuatu ya?” Tanya Clara tak sabaran saat mereka sudah dudk dibangku mereka masing-masing.
Silvi meliriknya namun tetap diam sambil mengeluarkan buku catatannya.
“Sil” Clara mengoyangkan lengan kiri Silvi
“Gue pernah liat lo sama si pengawal ganteng makan berdua di kafe orange stuff” kata Silvi.
“Tapi itukan cuman makan ajah” bantah Clara
“Makan tapi kok lu disuap sama dia, sih? Emangnya dia juga babysitter lo?” Silvi terkekeh
Wajah Clara memerah menahan malu. Ketahuan sudah hubungannya dengan Gara.
“Lu pacarankan sama pengawal lu?” Tanya Silvi serius. Matanya menatap Clara tanpa berkedip. Clara menundukan kepalanya.
“Jangan kasih tau orang lain” ucap Clara pelan
Silvi membuang napasnya pelan. “Jadi bener kalian jadian?”
Cla mengangguk.
“Tenang ajah. Nggak bakal gue bocorin, kok” kata Silvi. Dia sudah tak tega melihat raut wajah Clara yang sudah seperti orang maling sandal.
Clara menatapnya. “Benran ya, Sil” Silvi mengngguk
“Tapi lo hutang penjelasan sama gue ya. Entar pulang kampus, lu kudu cerita”
Clara mendesah kemudian mengangguk.
Clara menghidupkan ponselnya dan melihat balasan pesan dari Gara yang tadi belum sempat dibalasnya karena sudah keburu ketahuan dilvi.
Husband :
Iya, Cla. Tapi nanti
Me :
Hore. Yesss
Me :
Entar call ya
Husband :
Siap sayang
Clara tersenyum lalu mematikan ponselya. Diliriknya Silvi yang juga sedang mengamatinya sedari ia sedang membalas pesan Gara.
--
Dilain tempat. Gara sedang berada dikebun the bersama ayah dan kakeknya. Hari ini katanya ada investor teman ayahnya yang akan berkunjung ke kebun teh milik ayahnya.
“Gimana kerjaan kamu di Jakarta? Kayaknya betah sekali sampai sudah hampir enam bulan baru pulang” kata kakeknya
“Baik, kek. Memang agak susah buat dapat liburnya”
“Kamu belum memutuskan buat ambil alih perusahaan ayah kamu?” Tanya kakek kemudian
Gara memandang perkebunan the didepannya. “Belum, kek. Saya belum siap”
“Belum siap kenapa? Waktu semuran kamu ayahnu itu sudah jadi wakil direktur perusahaan kita”
“Saya masih ngelanjutin kuliah saya kek, mungkin empat atau lima tahun nanti” ucapnya
Totmo menepuk pundak cucunya “Kakek sebenarnya nggak masalah. Kapanpum kamu siap, bilang sama kakek. Empat atau lima tahun nggak ada masalah, asalkan….” Tomo menjeda ucapannya. Gara menatap kakeknya menunggu kalimat selanjutnya.
“Asalkan jangan menunda untuk menikah” ucap tomo kemudian. Gara membulatkan matanya
“Kakek ini sudah semakin tua loh. Diantar kakak beradik kakek hanya tinggal kakek saja yang belum punya cicit” jata Tomo. Memang anak tomo hanyalah Corry-ibunya otomatis cucunya hanya Gara dan Shana.
James yang dari tadi hanya diam seketika tertawa mendengar penuturan mertuanya.
“James kamu juga sudah pingin gendong cucukan?” Tanya Tomo meminta dukungan
“Saya sudah mau banget Pa. tapi cucu papa ini kayaknya masih belum mau mewujudkannya” ucap James
Gara menggaruk belakang lehernya. Kenapa saat dia pulang banyak sekali yang menagih dia untuk segera menikah?
To be continue