Chemistry

2299 Words
Abinaya yang masih terpejam di sofa terperanjat mendengar teriakan dari kamar. Segera ia melangkah masuk ke dalam kamar. Fara begitu terperangah saat melihat pantulan bayangan Abinaya mematung di cermin. Fara membalikkan badannya. Desiran bertalu-talu membelai hati Abinaya hingga bergetar menatap tubuh Fara yang hanya terbalut pakaian dalam. Fara benar-benar terkejut luar biasa. Perasaan marah dan benci pada dosen ganteng itu semakin menjadi. Fara melemparkan guling ke arahnya. “Dasar dosen m***m, kurangajar. Apa yang Mas lakukan semalam? Kurangajar..!!” Fara mengambil bantal dan melayangkannya kembali ke arahnya. Abinaya menggeser posisinya untuk menghindari hantaman bantal. “Sabar Far.. Tunggu dulu, tenangin pikiranmu. Aku akan jelaskan semuanya.” Abinaya melangkah maju, sedang Fara bergerak mundur. Fara gemetaran. Matanya melirik ke kanan kiri mencari di mana dressnya. “Semalam aku sengaja datang ke club karena ingin mengawasimu. Ada cowok kasih kamu minuman. Kamu mabuk dan menjadi liar. Aku menduga cowok itu mencampur minumanmu dengan obat perangsang.” Fara melongo. Ingatan akan kejadian semalam mengisi celah memorinya. Afandi, teman yang sudah ia percaya dan baik terhadapnya tega memberikan minuman yang sudah dicampur obat perangsang. Moment terakhir yang masih bisa ia ingat adalah saat Afandi mencoba menciumnya dan ia memberontak. Setelah itu ia tak ingat apa-apa lagi. Fara menatap Abinaya tajam. “Kenapa aku bisa sampai di sini?” Abinaya menghentikan langkahnya saat tubuh Fara sudah menghimpit dinding karena terus berjalan mundur. Ia melihat ada secercah rasa takut mendominasi wajahnya. “Aku membawamu ke sini. Aku nggak bawa kamu pulang ke kost karena aku takut dikira macem-macem nganterin cewek dalam keadaan mabuk. Selain itu kamu bisa aja kena marah ibu kostmu dan diusir dari kost gara-gara pulang dalam keadaan mabuk. Bukan cuma mabuk tapi juga terangsang gara-gara obat perangsang itu. Kamu bisa menjawab sendiri kenapa kamu bangun tidur tanpa dress. Kamu yang melepas sendiri pakaian kamu.” Fara melongo sekali lagi. “Aku yang melepas sendiri? Mana mungkin aku seagresif itu? Mas Abi pasti memanfaatkan keadaan ini kan? Mas Abi udah nglakuin sesuatu. Buktinya aku lihat ada banyak kiss mark di leher dan d**a. Mas Abi keterlaluan karena memanfaatkan situasi di saat aku berada di bawah pengaruh alkohol dan obat perangsang.” Fara begitu kecewa dengan amarah yang sudah membumbung tinggi. Abinaya mengembuskan napas perlahan. Ia melirik sekitarnya mencari di mana dress Fara tapi tak terlihat. Rasanya bicara dengan Fara dalam keadaan dirinya yang cuma pakai pakaian dalam membuat sisi laki-lakinya tergelitik. Dari semalam ia harus tersiksa menahan diri dan dini hari ini sesuatu kembali bangun hanya karena melihat tubuh Fara yang begitu seksi. Dress itu akhirnya terlihat di kolong tempat tidur. Abinaya mengambilnya. Hanya saja bau alkohol masih tercium dari dressnya yang sepertinya ketumpahan minuman keras. “Jelaskan semuanya Mas. Apa yang Mas lakukan semalam? Aku bisa saja menuntut Mas Abi atas tindakan pelecehan dan pencabulan.” Fara menaikkan intonasi suaranya. Rasanya dia sudah tak begitu memikirkan reaksi Abinaya melihat tubuhnya terkapar tanpa pakaian utama. Dia berpikir Abinaya pasti sudah melakukan sesuatu yang jauh terhadapnya. “Okay kamu mau menuntutku? Aku juga bisa menuntut balik.” Abinaya melepaskan satu per satu kancing kemejanya. “Mas Abi mau apa? Kenapa buka baju? Aku bisa teriak kalau Mas Abi macam-macam.” Fara semakin panik dan bergerak menuju pintu. “Lihat Far, apa yang ada di d**a dan perutku? Apa iya aku bisa bikin kiss mark sendiri di d**a dan perutku? Aku juga bisa menuntutmu atas tuduhan pelecehan dan pencabulan.” Fara mendelik. Ia kaget bukan main melihat kiss mark bertebaran di d**a dan perut Abinaya. Dia tak menyangka bisa berbuat seliar itu. Bahkan dia tak pernah berbuat seliar ini pada Gharal. “Aku nyium Mas Abi sampai kayak gitu?” Fara mengernyitkan alisnya. “Kamu hampir memperkosaku Far. Kamu yang nyium aku dulu, buka baju kamu sendiri dan menyerangku habis-habisan. Wajar kalau aku akhirnya tergoda juga. Tapi alhamdulillah aku masih ingat dosa Far. Aku pastikan nggak terjadi kelanjutan lebih dari apa yang terjadi semalam.” Fara tercenung. Masih banyak tanda tanya mengambang di benaknya. “Yang benar Mas? Mas Abi nggak nglakuin sesuatu yang jauh kan?” Abinaya mengusap kepalanya, “Aku harus bagaimana untuk meyakinkanmu? Atau kita reka ulang saja adegan semalam.” Fara memicingkan matanya. “Sekarang kamu berdiri di sini.” Abinaya menunjuk satu titik di ujung ranjang. Dengan masih kebingungan dan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul saat bangun tidur tadi, Fara mengikuti instruksi Abinaya. Fara sudah berdiri di ujung ranjang. Abinaya mendekat pada Fara. d**a bidang dan perut sixpack Abinaya terpampang jelas dan mendominasi pandangan Fara. Ia kikuk sendiri. “Sekarang kamu dorong aku. Semalam kamu mendorong tubuhku sampai aku terhampas ke ranjang.” Fara terbengong-bengong mendengar ucapan Abinaya. “Ayo dorong aku sekarang.” Fara mendorong tubuh Abinaya hingga terhempas ke ranjang. “Sekarang kamu menindihku,” lanjut Abinaya lagi. “Apa?” Fara melongo. “Semalam adegannya seperti itu,” balas Abinaya. Fara naik ke ranjang dan menindih tubuh Abinaya tapi kedua tangannya bersandar lurus di sebelah kanan dan kiri kepala Abinaya, menyisakan celah kosong diantara keduanya. Dua pasang mata itu beradu. Entah kenapa Abinaya merasakan debaran tak menentu kala menatap wajah Fara begitu dekat. Fara merasa canggung sendiri. Bagaimana bisa semalam dia menindih tubuh Abinaya seperti ini. “Adegan semalam kamu lebih ganas Far. Begitu menindihku kamu menciumku, panas, liar.. Kalau kamu mau reka adegan ulang kiss scenenya boleh saja kok.” Abinaya tersenyum. Ia menangkap semburat merah seakan berloncatan di wajah Fara. Gadis itu mulai tersipu. Abinaya mencengkeram kedua tangan Fara dan membalik tubuhnya hingga posisi bertukar, Fara di bawah, Abinaya di atas menindihnya. “Mau apa Mas?” Fara mulai panik, takut Abinaya berbuat sesuatu terhadapnya. “Szzttt.. tolong diam dulu, biar aku jelaskan semuanya. Jangan mencak-mencak dulu sebelum aku selesai bicara. Abinaya mengunci kedua tangan Fara di sebelah kepala Fara. Fara berusaha mengatur napasnya agar lebih stabil dan relaks. “Seandainya semalam aku nggak datang ke club itu, aku nggak tahu apa yang akan terjadi sama kamu. WA yang salah kirim itu bikin aku khawatir bayangin kamu main ke club karena bagaimanapun juga night club bukan tempat yang aman buat perempuan. Aku baru sekali ini datang night club. Serius... Aku ngawasi kamu dari tempat yang agak jauh. Aku ngikuti langkah kalian saat temen cowok kamu menuntunmu ke ruangan lain. Cowok-cowok di club itu berbahaya. Sekali ada kesempatan pasti akan memanfaatkannya. Mungkin nggak semua, tapi pasti ada tipikal cowok seperti itu.” Fara terdiam mendengar kata-kata yang meluncur dari bibir Abinaya. “Aku akui aku salah karena aku tergoda untuk menciummu saat kamu agresif menciumku dan menginginkan sesuatu yang lebih meski nama Gharal masih kamu sebut. Aku minta maaf untuk hal itu. Aku bersyukur aku masih ingat Allah dan aku takut berbuat lebih jauh. Kamu tak sadarkan diri karena mabuk berat. Aku memutuskan untuk tidur di sofa.” Fara masih terpaku. Mata tajam Abinaya seakan membekukannya hingga ia tak tahu harus berkata apa untuk menanggapi ucapan Abinaya. “Satu lagi, aku bukan tipe cowok yang main kabur seenaknya atau nikah sama cewek lain sementara aku udah grepe-grepein kamu. Aku akan tanggungjawab. Kalau kamu minta dinikahi secepatnya aku siap.” Kata-kata Abinaya seakan menyindir Gharal yang akhirnya menikahi Kia dan meninggalkan Fara. “Mas Abi bakal menang banyak kalau dapetin aku.” Abinaya terbelalak, “Apa?” “Aku masih perawan.” Abinaya terhenyak. Dia bahkan tak pernah memikirkan status virginity Fara. Dari awal dia sudah salah menilai seorang Fara. Fara tidak seliar yang ada di kepalanya. “Kamu pikir aku udah nggak perjaka?” Abinaya menyipitkan matanya. Fara terpekur. Dia pikir laki-laki yang sudah mapan dan matang seperti Abinaya sudah terbiasa menyenangkan diri sendiri kendati belum menikah, berkencan dengan perempuan misalnya. Wajah ganteng dan kemapanan Abinaya pasti menjadi daya tarik untuk para perempuan termasuk mahasiswi-mahasiswinya. “Lebih baik kamu jauhi yang namanya clubbing. Semalam adalah pelajaran yang sangat berharga. Jangan mudah percaya sama cowok sekalipun dia adalah teman baikmu. Kalau bisa jauhi juga minuman keras, haram untuk dikonsumsi. Aku bukannya sok religius atau gimana, aku bukan orang yang religius juga, tapi miras juga nggak baik untuk kesehatanmu.” Kata-kata Abinaya begitu menohok. “Aku...aku sebenarnya tipe yang tidak mudah percaya pada laki-laki, tapi terkait untuk urusan asmara. Sedang pada teman sendiri, apalagi yang sudah lama kenal, aku percaya saja. Afandi selama ini selalu baik. Dia kerap mentraktirku saat clubbing dan tiap clubbing aku emang nggak pernah ngeluarin uang karena teman-temanku yang bayarin. Aku juga nggak menyangka Afandi tega nglakuin ini.” Fara menatap Abinaya dengan gemuruh debaran rasa yang menguasai. Wajah Abinaya terlihat begitu tampan saat ia mencoba menelisik detail pahatan sempurna di depan wajahnya. “Teman memang teman, tapi yang namanya laki-laki tetap laki-laki Far. Kalau lihat cewek cantik, seksi, menggoda, dia bisa berubah jadi singa. Buas dan ganas. Kalau nggak bisa ngendaliin diri dan nggak kuat iman, bakalan goyah.” Fara mengangguk, “Dan aku nggak akan menuntut tanggungjawab apapun darimu Mas. Aku nggak mau Mas Abi memaksakan diri. Aku belum siap menikah sekarang-sekarang ini karena aku mau nyelesein kuliah dulu. Masih ada trauma karena pernikahan orangtuaku yang hancur. Aku butuh kesiapan mental lebih.” Abinaya mengangguk pelan, “Ya tidak secepat itu. Mungkin kita juga perlu mengenal karakter masing-masing lebih dulu.” Hening... “Terima kasih udah nyelamatin aku dari Afandi. Meski akhirnya Mas Abi juga melakukan sesuatu padaku. Mungkin hanya ciuman, tapi ini ciuman paling panas yang pernah aku lakuin. Kiss mark yang bertebaran ini sebagai bukti meski aku nggak sadar akan keagresifanku semalam. Seenggaknya Mas Abi nggak nglakuin yang lebih. Aku mencoba memahami sisi laki-laki Mas Abi yang nggak bisa nahan diri untuk menjauh. Seperti sekarang, aku udah keberatan, Mas Abi masih betah menindihku.” Abinaya tersentak. Dia membelalakan matanya dan segera berganti posisi, duduk di sebelah Fara. Fara bangun dari posisinya dan duduk di sebelah Abinaya dengan menangkup kedua lututnya yang menekuk, mencoba menutupi dadanya yang hanya terbungkus bra. “Aku juga berterimakasih.” Abinaya melirik Fara sejenak. “Terima kasih untuk apa?” Abinaya menghela napas, “Empat tahun lamanya aku nggak pernah mencium perempuan. Semalam ciuman itu sensasinya benar-benar mendebarkan dan itu juga ciuman paling panas yang pernah aku lakuin. Sebenarnya aku sudah berjanji untuk nggak mencium perempuan lagi, dan semalam pertahananku runtuh.” “Kalau prinsip Mas Abi jadi runtuh kenapa berterimakasih?” Fara menyipitkan alisnya. Abinaya sedikit gelagapan, “Ehm... Karena semua laki-laki sangat menyukai ciuman. Meski aku sadar benar aku sudah berbuat salah.” Kedua insan itu terpaku, bergelut dengan pikirannya masing-masing. Abinaya melirik Fara yang meringkuk memeluk lututnya. Tubuh yang hampir polos itu begitu menggoda hingga ia beristighfar berkali-kali. Bagaimana mungkin ia akan lari dari tanggungjawab, sementara dia sudah mencium gadis itu dan melihat tubuhnya yang hanya tertutup pakaian dalam. Dengan sekali robekan, dia bisa membuat gadis itu benar-benar polos tanpa sehelai benang pun. “Sebaiknya kamu mandi air hangat ya. Sementara pakai bajuku dulu. Gantian mandinya. Setelah aku mandi aku akan membeli pakaian untukmu. Dress semalam nggak mungkin kamu pakai lagi karena sudah ketumpahan alkohol. Aku akan pesen makanan juga biar kamu bisa sarapan selagi menungguku pulang.” Fara tak menanggapi apapun. “Di kamar mandi ada sikat gigi yang masih baru, pakai aja sabun dan shamponya.” Abinaya beranjak, turun dari ranjang. Dia membuka lemari dan mengambil satu buah kaos oblong, celana pendek dan handuk. “Ini handuk dan pakaian gantinya.” Abinaya meletakkn handuk serta pakaian itu di ujung ranjang. Fara beranjak. Dia mengambil handuk dan pakaian itu lalu melangkah menuju kamar mandi. ****** Fara mematut diri di cermin yang menggantung di dinding kamar Abinaya. Selera fashion Abinaya cukup bagus. Ia membelikan blouse dan celana jeans untuk Fara. Sebelumnya ia bertanya dulu ukuran celana jeans dan baju Fara. Abinaya meliriknya dari pintu. “Kamu suka kan? Maaf kalau aku nggak pinter milih.” “Aku suka kok. Selera Mas Abi bagus juga.” “Kita sudah pernah pergi bareng dua kali. Aku mengamati gaya pakaianmu. Jadi aku beli yang setipe dengan pakaian yang pernah kamu pakai.” “Ya udah anterin aku pulang sekarang ya Mas. Tapi turunnya jangan di depan kost, yang agak jauh aja. Takut digosipin yang nggak-nggak,” ujar Fara. Abinaya mengangguk, “Okay.” ****** Abinaya menghentikan mobil di depan toko baju sesuai permintaan Fara. Jarak toko baju dan kost Fara cukup dekat tapi juga cukup aman dari kemungkinan kepergok oleh teman-teman kostnya. Fara membuka seat belt yang mengitari tubuhnya. Abinaya cukup trauma membukakan seat belt, takut tergoda untuk mencium Fara lagi dan ia tak mau membuat Fara marah. “Makasih Mas. Maaf kalau merepotkan.” “Sama sekali nggak.” Abinaya mengulas senyum. “Boleh aku minta sesuatu?” Fara mengernyitkan alisnya, “Minta apa?” “Jangan clubbing dan minum lagi. Aku tahu kok aku nggak punya hak mengatur hidupmu. Tapi aku mengkhawatirkanmu.” Fara tertegun dan mengangguk pelan, “Aku akan mencobanya.” Fara keluar dari mobil dan berjalan menuju gang kostnya. Abinaya masih termangu. Rasa-rasanya keromantisan semalam bersama Fara masih terus menggelayut di benaknya. Apa mungkin dia sudah jatuh cinta pada Fara? Dan ini masih terlalu awal.. Namun dia berjanji untuk tetap bertanggungjawab pada gadis itu. Tiba-tiba smartphonenya berbunyi. Ada satu pesan w******p dari ibunya. Bi minggu ini kamu bisa pulang ke Purwokerto nggak? Si Zahira, anaknya Pak Saputra baru pulang dari Kairo. Dia baru wisuda. Dulu bapak ibu pernah bicara sama Pak Saputra dan Bu Windri, kelak kami akan mengenalkanmu secara langsung pada Zahira setelah Zahira wisuda. Anaknya cantik, sholehah, berhijab, ramah, pinter, lulusan Al Azhar, kurang apa lagi Bi. Ibu harap, Abi cocok sama Zahira. Ibu pingin punya menantu kayak Zahira. Abinaya terpekur. Zahira, nama gadis yang hanya ia kenal dari **, itu juga orangtuanya yang meminta untuk memfollow akun itu. Gadis itu memang cantik, sholehah, cerdas, tapi Abinaya tak merasakan chemistry apapun. Sebaliknya dia lebih tertarik pada Fara. Chemistry itu semakin menguat kala mereka berdekatan dan saling menatap. Abinaya menghembuskan napas. Sepertinya pertemuannya dan Zahira nanti akan berbuntut panjang. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD