PERSIAPAN ARISAN

1020 Words
Setelah mengantarkan kedua putrinya ke sekolah, Arista bergegas ke toko kue langganan ibu mertuanya. Di pilihnya seorang red velvet, brownies panggang, tiramisu, roti, macaroni schotel, dan juga pizza. Tak lupa cemilan lainnya seperti bolu gulung, coklat dan yang lainnya. Arista tidak mau ibu mertuanya kembali mengoceh. Setelah membayar semua belanjaannya, Arista langsung menuju ke yayasan asisten rumah tangga. Kedatangan Arista di sambut baik oleh Natasha pemilik yayasan itu. "Eh, jeng Riris. Gimana jeng, mau nagih ya? Udah saya siapin kok. Tadinya, nanti siang saya mau telepon. Eh, jeng udah datang." "Nggak tua kan, mbakyu? Ibu nggak mau kalau tua kaya mbak Utari kemarin. Kata ibu kurang cekatan. Maunya sebaya kaya Dini dulu itu," ujar Arista sedikit mengeluh. Natasha tersenyum, "Kalau yang ini masih muda. Pinter, cekatan. Tapi, minta gaji agak besar jeng, soalnya pernah kuliah. Hanya nggak diteruskan, nggak ada biaya." Arista membelalakkan mata indahnya. "Pernah kuliah? Trus jadi pembantu?nggak salah mbak?!" seru Arista kaget. Natasha mengendikkan bahunya. "Mbak juga nggak ngerti deh." "Kan, dia bisa kerja jadi SPG atau sales gitu. Biasanya kan bisa pakai ijazah SMU." "Makanya dia minta gaji agak besar. Mbak bingung juga, dari kemarin banyak yang nggak mau, karena dia masih muda, takut suaminya lirik- lirik, jeng." Arista menelan salivanya. Jelas ia juga memiliki ketakutan yang sama. Ketakutan terbesar seorang wanita itu pasti jika suaminya di lirik oleh wanita lain. "Nggak ada lagi, mbak selain yang mbak bilang itu?" tanya Arista. Natasha menggelengkan kepalanya. "Ada, tapi udah tua loh jeng. Nanti, Bu Deswita marah lagi." "Coba deh mbak, saya mau ketemu dulu deh, sama yang udah tua itu," ujar Arista. Natasha langsung menyuruh asistennya untuk memanggil tenaga kerja yang siap bekerja. Ada 2 orang yang sudah sedikit berumur dan seorang gadis yang baru berusia sekitar 23 tahun. Sebenarnya, Arista merasa lebih sreg dengan ibu yang sedikit lebih tua. Tapi, pasti ibu mertuanya akan kembali mengomel. Mengingat hal itu membuat Arista merasa dadanya sedikit sesak. "Sudahlah mbak, tidak apa. Siapa namanya?" tanya Arista. "Nama saya Miranda, bu. Panggil saja Mira." Arista menatap Miranda dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dadanya berdetak tak menentu. Firasatnya mengatakan bahwa ini akan menjadi malapetaka bagi rumah tangganya. Tapi, Arista mencoba untuk berpikir positif. Ia tersenyum pada Natasha. "Ya sudah, nggak masalah lah mbakyu. Mira aku bawa. Tapi, di jamin ya dia akan ikut semua aturan yang aku buat. Kita buat perjanjian dulu di sini supaya kuat secara hukum ya," ujar Arista. Natasha tersenyum manis, "Aku udah siapin semua sesuai dengan yang jeng Riris mau." Arista tersenyum lega. Ia dan Natasha sudah lama saling kenal. Natasha adalah teman baik kakaknya juga. Mereka sering mengikuti arisan bersama. Setelah semua selesai, Arista pun langsung mengajak Mira pulang. "Jangan kecewakan saya loh, Mira. Ingat, saya kenal baik sama keluargamu di kampung," ujar Natasha. "Iya, bu. Jangan khawatir, aku pasti kerja dengan baik." Tidak banyak barang yang dibawa oleh Mira. Hanya satu buah tas berisi pakaiannya. "Di rumah, ada 3 anak saya, ibu mertua dan suami saya. Tugas kamu hanya membersihkan rumah seperti menyapu, mengepel, mencuci pakaian dan menggosoknya. Seperti tugas asisten rumah tangga biasanya. Hanya, untuk memasak biasanya saya yang akan memasak sendiri. Kecuali, jika saya tidak sempat. Kamu bisa memasak?" "Bisa kok, bu. Saya juga bisa membuat kue- kue dan cemilan." "Baguslah kalau begitu. Kamu langsung bekerja ya. Tadi pagi saya belum sempat membereskan rumah. Dan, siang ini ibu mertua saya menjadi tuan rumah untuk arisan. Saya mau kamu membereskan rumah dengan baik dan membantu ibu mertua saya. Karena siang nanti saya akan menjemput anak-anak saya pulang sekolah." "Baik, bu." Arista melirik Mira yang duduk tenang di sampingnya. Ia mengembuskan napasnya perlahan. Mau berbalik dan menyesal pun percuma. Arista hanya bisa berdoa dalam hati. Saat mereka tiba di rumah, Deswita dengan ceria menyambut Arista. Matanya berbinar saat melihat makanan yang di beli oleh Arista. "Naah, begini dong. Kan, bisa buat kita makan juga. Jangan pelit - pelit kamu itu, Ris. Kalau begini kan, ibu nggak akan malu kasi suguhan sama temen-temen arisan ibu. Oya, ini pembantu barunya." "Iya, bu. Ini Mira, bu." "Ya udah, suruh dia beres- beres rumah, sapu pel. Kamu buruan masak juga, baru jemput anak-anak. Ibu mau siap- siap dulu. Ingat ya, yang rapi," ujar Deswita sambil melenggang pergi kembali ke kamarnya. Arista langsung membawa Mira ke kamar belakang. Dan ia pun langsung mengajari Mira dengan cepat. Mira rupanya gadis yang cekatan, ia dapat menangkap dengan cepat apa yang Arista ajarkan. Kini gadis itu langsung membereskan rumah dan Arista dapat memasak dengan tenang tanpa tergesa-gesa. Arista langsung mempersiapkan bahan- bahan untuk membuat soto dan beberapa masakan lainnya. Ibu mertuanya memiliki kebiasaan untuk menjamu tamu-tamunya makan siang selain menyuguhkan kue- kue dan cemilan lainnya. Arista membuat soto, rendang, mie goreng, gurame bakar dan lalapan sebagai menu makan siang. Ia sengaja menyiapkan makanan yang mewah, supaya ibu mertuanya tidak marah- marah lagi. Dan, tepat seperti dugaannya. Deswita langsung tersenyum saat melihat hidangan di meja makan. "Cocok, sempurna. Ibu nggak malu deh di depan temen-temen ibu." "Iya, bu. Aku jemput anak-anak dulu ya bu. Mungkin agak lama, aku ajak mereka makan siang di luar. Nggak enak kan sama temen- temen ibu nanti." "Terserah kamu aja." Sama sekali tidak ada ucapan terimakasih yang keluar dari bibir Deswita untuk Arista. Tapi, Arista hanya bisa menghela napas panjang. Sebelum menjemput Dominic dan si kembar pulang sekolah, Arista memutuskan untuk mandi dan kembali mengganti pakaiannya. Ia merasa tidak nyaman karena keringat sehabis memasak tadi. Setelah selesai mandi, Arista pun langsung menyambar tas dan kunci mobilnya. Ia harus bergegas menjemput anak-anak nya dari sekolah. Ia melihat Mira sedang menata kue- kue di atas meja ruang tamu. Dan, Arista bisa tersenyum lega melihat bagaimana rapi dan cekatannya gadis muda itu bekerja. "Saya pergi jemput anak-anak pulang sekolah dulu. Saya lupa, kamu udah makan? Kamu bisa ambil bahan makanan di kulkas untuk kamu masak. Jangan makan dari meja makan dulu ya. Itu untuk tamu- tamu ibu. Tapi, kalau kamu mau bersabar menunggu, aku bisa bawakan makan siang dari luar. Karena kalau ibu sudah arisan pasti akan sedikit lama." "Tadi, saya sudah sarapan kok, bu." "Kamu bisa ambil kue atau buah dan roti di dapur untuk menganjal lapar. Saya pergi dulu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD