WEDDING FASHION: I|Meet Aunty Uli

1131 Words
*** Seharusnya sepatu hak tinggi yang bergesekan dengan lantai. Seharusnya wajah cantik itu berbalut make up tipis yang sederhana. Tapi, perempuan pemilik kulit putih, bersurai hitam itu justru sedang mengenakan flat shoes biasa yang bahkan warnanya sedikit memudar. Tak apa. Dia adalah Delia Faulie. Seorang babysitter yang beberapa saat lagi akan bekerja di rumah besar ini. "Permisi. Saya Delia Faulie, saya dengar di sini sedang membutuhkan babysitter. Apa benar?" pertanyaan itu ia tujukan pada sosok wanita dewasa yang sedang menggendong balita berumur dua tahun. Adalah Mikela Putri, pemilik rumah yang saat ini sedang menggendong anaknya. Ia sedikit mengernyitkan dahi. Pasalnya, ia belum memberitahu siapapun tentang niatnya yang ingin memanggil babysitter untuk anaknya kecuali ibu mertuanya. Itupun sekali lalu. "Silakan masuk," Mikela membukakan pintu lebar-lebar agar tamunya bisa masuk. Delia mengangguk. Ingin sedikit berteriak karena kegirangan melihat balita dalam gendongan Mikela. Ia harus berterimakasih pada Mamanya kalau berhasil menjadi babysitter di rumah ini. Mikela mengamati Delia. "Jadi, dari mana kamu tahu mengenai saya yang membutuhkan babysitter?" tanya wanita yang sebentar lagi akan mempunyai dua anak itu. Delia berdehem. Ia sudah tahu kalau pertanyaan ini yang akan ditanyakan. "Kebetulan teman ibu saya mempunyai kenalan yang sedang mencari pengasuh untuk cucunya. Jadi teman ibu saya itu menyarankan agar saya langsung menanyakan kebenarannya," jawab Delia dengan yakin. Mikela mengangguk. Masuk akal pikirnya. Ibu mertuanya pasti bercerita pada teman-temannya minggu lalu yang kebetulan adalah jadwal arisan di rumah mamanya itu. "Kenapa kamu mau jadi pengasuh?" pertanyaan ini lumrah terjadi dikalangan pelamar kerja. Baiklah, Delia bisa dengan mudah menjawabnya. "Saya sangat menyukai anak kecil," matanya berbinar saat mengatakan itu. Mikela tidak mungkin bisa menyangkal bahwa yang dikatakan perempuan cantik ini adalah jujur. Jadi, tanpa perhitungan apapun Mikela menerima Delia sebagai pengasuh anaknya. "Sebelumnya namaku Mikela Putri, kamu boleh panggil aku Mbak Kela. Nama kamu siapa? Kalau tidak salah umurmu sekitar 25 atau 26 tahun. Benar?" Kela mengakhiri kalimatnya dengan tanda tanya. Delia mengangguk. "Namaku Delia Faulie, Mbak Kela bisa panggil aku Uli dan ya umurku 25 tahun." Delia menjawab dengan santai. Ia juga mengikuti cara Kela yang menggunakan aku_kamu bukan saya lagi. Akhirnya, ia diterima. Ini pekerjaan impiannya. Tentu saja tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya. Delia, ah bukan, sekarang nama panggilannya adalah Uli. Ya, Uli. Itu adalah nama yang tersemat sejak lima tahun yang lalu. Sejak ia pertama kali menjadi pengasuh bayi. Baby make me be happy..  Baby make me be smile forever..  But, i know, i can't have a baby. "Namanya Sadaan Dhake Adiwangsa, panggilannya Sadaan." Uli tersenyum ketika tangan mungil Sadaan terangkat meminta di gedong. Dengan cekatan Uli menggendong Sadaan sambil kembali mendengarkan cerita majikannya tentang anaknya ini. "Mamama.." suara Sadaan mengintrupsi pembicaraan mereka. Uli semakin gemas. Ia yakin hidupnya bisa kembali normal meskipun sedikit berbeda dari sebelumnya. Uli menanyakan apakah sewaktu-waktu dirinya bisa mengajak Sadaan keluar. Dan jawaban dari Kela adalah iya. Pun ketika Uli menanyakan hari liburnya, Kela menjawab kapanpun bisa karena meskipun memakai jasa babysitter, Kela tidak sekalipun berpikir untuk lepas tangan. Ia masih akan memantau perkembangan Sadaan dengan mata kepalanya sendiri. Uli bersyukur. Ia tidak harus kejar-kejaran dengan waktu. Sebab mustahil semuanya bisa berjalan dengan lancar ketika sebenarnya ia mempunyai tanggung jawab yang besar. "Nah Sadaan coba panggil aunty Uli, nak," Kela mengajari anaknya dengan lembut. Sejenak Sadaan terlihat seperti seseorang yang sedang berpikir sebelum kemudian balita pintar itu memanggil Uli dengan bahasa bayinya yang lucu. "Ti Yi!" teriak Sadaan. Ia bahkan beberapa kali mengulangi caranya memanggil Uli karena gemas. Ah, hidup Uli perlahan akan kembali. Setidaknya tidak membosankan seperti beberapa bulan belakangan sejak dirinya menerima keputusan itu. "Jadi Uli, besok kamu kembali ke sini lagi. Bawa barang seperlunya saja ya." Suara Kela mengintrupsi lamunan Uli. Perempuan bersurai hitam itu menganggukan kepalanya. Ia tahu kali ini pekerjaannya butuh perjuangan. Dirinya harus pintar membagi waktu. Tapi Uli sudah bertekad. Sekalipun semua ini menyulitkannya, namun Uli akan berusaha. Sebab untuk meraih kebahagiaan yang hakiki tentu saja memerlukan pengorbanan yang besar. Beruntung, majikannya kali ini luar biasa baik hati. Uli meminta setidaknya satu hari libur dalam seminggu. Tidak masalah meskipun hanya beberapa jam. Tidak masalah pula meskipun nanti ada pemotongan gaji. Sungguh semua itu tidak menjadi masalah bagi perempuan berumur 25 tahun itu. Tapi, Kela tidak berniat memotong gajinya. Ia hanya minta agar Uli benar-benar menyayangi Sadaan layaknya keponakannya sendiri. Lagi pula dengan perut yang sebentar lagi akan melahirkan, Kela memiliki pembantu rumah tangga yang suaminya sediakan tanpa bisa ditolak olehnya. Jadi, jikalau Uli meminta libur sehari dalam seminggu tentu tidak masalah bagi wanita penyuka kue itu. Uli berterima kasih amat besar pada Kela. Wanita itu bagai menyelamatkan Uli dari rasa dahaga soal bahagia. Setelah semuanya, Uli meminta izin untuk pulang agar bisa menyiapkan keperluannya esok pagi. Uli merasakan kecocokan dengan sosok yang baru saja ia temui itu. Senyumnya enggan memudar meskipun langkah kakinya telah berhenti tepat di depan lemari pakainnya sendiri. Dengan semangat Uli memilih pakaian yang harus ia bawa ke tempat yang bisa membuatnya bahagia itu. Bahkan derap langkah kaki lain tak ia hiraukan. "Kamu pergi lagi?" tanpa mengalihkan tatapannya, Uli menjawab pertanyaan itu. Terdengar helaan napas. "Tapi sekarang udah beda, Ul!!" Uli bisa mendengar suara itu sedikit meninggi. Mau tak mau Uli membalikan tubuhnya. Ia pun menghela napas. "Kamu nggak usah khawatir Sera. Aku bisa handle semuanya." Sama sekali tak ada keraguan saat Uli menbalas kekhawatiran sahabatnya itu. Sera mendengus. Delia Faulie Hutama masih saja orang yang sama. "Terus kalau tante sama om ke rumah ini gimana?" tanyanya. Masih dengan kontrol diri yang tenang, Uli pun menjawab pertanyaan Sera, "gampang dong, bilang aja aku keluar kota," katanya. Ingin sekali Sera memutar bola matanya karena jengah. Kalau dulu Sera tidak akan kebingungan menjawab pertanyaan orangtua sahabatnya itu. Ia dengan mudah mengatakan kalau pekerjaan Uli mengharuskanya ke luar Kota atau Negeri sekalipun. Uli yang dulu memang dibebaskan tapi yang sekarang? Tentu saja perbedaannya sangat jauh. "Tapi Ul.." "Ck.. Please bantu aku, Sera," Uli memohon. Kalau sudah begini, mau tak mau Sera luluh juga. Sebisa mungkin dirinya akan membantu sahabatnya ini. "Oke.. Tapi ingat perjanjian kita ya. Ini hanya Enam bulan!" Sera mengangkat ke enam jarinya. Uli terkekeh. "Siap!!" balasnya. Sisa hari itu mereka habiskan untuk mengemas barang Uli. Sampai petang berganti malam, televisi menjadi benda yang menonton mereka. Uli menatap Sera yang tertidur sambil memeluk gulingnya. Ia menghela napas lega. Beruntung baginya menemukan Sera sebagai sahabat yang baik. Selama ini hanya Sera yang mengerti dirinya. Sera selalu mendukung apapun yang ia inginkan. Selalu membantu mengatasi masalahnya, menyembunyikan segala rahasianya. Hanya Sera Tifani Adam. Sahabat yang ia temukan bertahun-tahun lalu. Teman seatapnya yang setia. Tapi selama enam bulan ini dirinya kembali akan meninggalkan Sera, merepotkan Sera sekaligus ikut melibatkan Sera dalam kebohongannya lagi. "Kenapa belum tidur? Katanya besok pagi mau menjemput bahagia, jadi harus punya tenaga ekstra," Uli terkekeh. Ternyata Sera terbangun. Uli pun mengangguk. Memejamkan matanya demi menjemput bahagia. TBC. Jangan lupa likenya :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD