Bab 10. Apa Anda Baik-baik Saja, Nyonya?

1114 Words
Bella segera menutup sambungan telpon setelah ia menyampaikan apa yang ingin dia katakan kepada suaminya. Ryan seketika menatap wajah Bella dari pantulan kaca spion. Isabella nampak memejamkan kedua matanya seraya memijit kepalanya sendiri. Kulit wajahnya pun kian pucat pasi setelah menerima telpon dari Antonio. "Apa Anda ba--" Ryan terpaksa menahan ucapannya karena Bella tiba-tiba saja menyela seraya membuka kedua mata. "Apa Anda baik-baik aja, Nyonya? Itu 'kan yang mau kamu katakan?" sela Bella sinis balas menatap wajah Ryan dari pantulan spion yang sama. "Aku 'kan udah bilang, jangan menanyakan sesuatu yang kamu sendiri udah tau jawabannya, Ryan. Astaga!" Ryan tersenyum dipaksakan seraya menggaruk kepalanya sendiri yang sebenarnya tidak terasa gatal. "Saya minta maaf, Nyonya. Saya janji gak akan menanyakan hal itu lagi." "Awas aja, ya. Kalau kamu berani bertanya lagi, aku potong gaji kamu 30%." "Baik, Nyonya," jawab Ryan seraya menatap lurus ke depan di mana jalanan membentang terlihat padat oleh kendaraan. "Eu ... tapi sekarang kita mau ke mana, Nyonya?" "Entahlah, aku juga bingung." "Hmm! Apa Anda mau saya bawa ke suatu tempat?" "Ke hotel lagi?" "Nggak, bukan. Gimana kalau kita ke pantai, siapa tahu segarnya udara pantai bisa menenangkan perasaan Anda. Kebetulan, saya punya Villa di sana." Bella seketika mengerutkan kening. "Kamu pulang Villa? Jangan-jangan kamu bukan orang susah lagi. Jangan-jangan kamu--" "Maaf saya salah ngomong, Nyonya. Villa itu punya teman saya, tapi saya bebas ke sana kapan pun saya mau," sela Ryan segera meralat ucapannya. "Oh begitu." Bella mengangguk-anggukkan kepalanya. "Baiklah, bawa aku ke sana. Aku emang butuh tempat yang tenang buat menjernihkan pikiran." "Tapi tempatnya agak jauh, Nyonya." "Gak apa-apa, yang penting aku bisa pergi jauh dari rumah dan gak ngeliat mukanya si Antoni. Ngeliat dia rasanya pengen aku mutilasi tubuhnya yang berlemak itu," tegas Bella seraya membayangkan sosok suaminya. "Baik, Nyonya. Kalau Anda lelah, Anda bisa tidur dulu nanti saya bangunkan kalau kita udah sampai." Bella mengangguk-anggukkan kepalanya seraya memejamkan kedua mata. Namun, wanita itu seketika kembali menarik pelupuk matanya saat mendapati ponsel yang masih ia genggam kembali bergetar. Isabella mendengus kesal, nama Antoni terpampang nyata di layar ponsel. Bukannya mengangkat sambungan telpon, yang ia lakukan adalah menolak panggilan dengan perasaan geram. "Dasar b******k! Buat apa dia nelpon aku lagi," decaknya kesal seraya meletakan benda pipih itu di atas jok mobil. Ponsel canggih dari merk ternama itu kembali bergetar singkat tanda pesan masuk. Isabella kembali meraih dan menatap layar ponsel sebelum akhirnya membaca pesan. "Maafin Mas, Sayang. Mas menyesal karena udah mengkhianati kamu. Sekarang kamu pulang, ya. Mas pengen minta maaf dengan layak sama kamu, Sayang." Seperti itulah isi pesan yang dikirimkan oleh suaminya. Bella hanya membaca pesan tersebut tanpa membalasnya. Wanita itu bahkan sengaja mematikan ponsel miliknya agar tidak ada yang dapat menghubunginya termasuk managernya sendiri. Ya, meskipun sang manager pasti akan memarahinya habis-habisan ketika mereka berjumpa nanti. "Bangunkan aku kalau kita udah sampai di sana, Ryan. Aku ngantuk," ujar Bella seraya meletakan ponsel miliknya di tempat yang sama. "Baik, Nyonya," jawab Ryan tanpa menoleh. Bella memejamkan kedua matanya seraya menahan rasa sesak. Buliran bening seketika bergulir dari sudut matanya yang tertutup rapat. Perasaanya benar-benar sakit dan terluka. Jiwanya begitu terguncang setelah mengetahui fakta-fakta yang begitu mengejutkan. "Awas aja kau, Antoni. Aku akan merebut seluruh harta yang kau miliki sebagai kompensasi atas semua rasa sakit yang aku rasakan. Kau dan selingkuhanmu itu tak lama lagi akan jadi gembel," batin Bella penuh tekad. *** Setelah menempuh perjalanan selama hampir dua jam, mobil yang dikendarai oleh Ryan akhirnya mulai melipir dan memasuki area villa yang berada tidak jauh dari pantai. Pemandangan indah benar-benar tersaji di depan mata di mana ombak nampak bergulung di sisi lautan lengkap dengan suara gemuruh yang terdengar samar-samar dari kejauhan. Ryan menghentikan mobilnya tepat di depan villa lalu menoleh dan menatap wajah Isabella yang masih terlelap. "Kita udah sampai, Nyonya," sahut Ryan, tapi wanita itu masih bergeming dan terlihat begitu kelelahan. Ryan menghela napas panjang kemudian membuka pintu mobil lalu keluar dari dalamnya. Pria itu pun bergegas berlari ke arah samping lalu membuka pintu mobil di mana Bella berbaring di dalam sana. Ryan menyentuh bahu Bella seraya menyerukan namanya. "Bangun, Nyonya. Kita udah sampai," pinta Ryan seraya menatap lekat wajah Isabella. Kedua mata Bella perlahan mulai berkedip lemah sebelum akhirnya menarik pelupuknya meskipun rasa kantuk itu masih terasa begitu menyiksa. Wajah Ryan terlihat samar-samar di matanya, entah mengapa pria itu terlihat lebih tampan dari biasanya. Bella menatap sayu wajah Ryan seraya melayangkan senyuman manis membuat Ryan seketika merasa gugup. "Andai saja kamu pria normal, mungkin aku udah jatuh cinta sama kamu, Ryan," lirih Bella lemah. "Kenapa laki-laki tampan selalu tak normal? Sementara laki-laki jelek, gendut dan b******k seperti suamiku yang ditakdirkan normal?" Ryan balas tersenyum gugup. "Kita udah sampai, Nyonya." "Baiklah, mari kita bersenang-senang," sahut Bella seraya merentangkan kedua tangannya lebar-lebar guna melenturkan ototnya yang sempat menegang. Ryan mengulurkan telapak tangannya agar wanita itu keluar dari dalam mobil, sementara tangan lainnya ia letakan di atas kepala Bella guna melindunginya agar tidak terbentur atap mobil. Bella berdiri tegak sesaat setelah ia menginjakkan kaki di luar. Penampakan villa dua lantai yang mengarah ke arah lautan terlihat megah dan mewah. Wanita itu pun mendengus-kan hidungnya agar dapat menghirup segarnya udara pantai. "Hmmm! Udaranya benar-benar segar, udah lama aku gak ngehirup udara sesegar ini," ucap Bella seketika tersenyum lebar. Senyuman yang terukir di kedua sisi wajah Isabella sukses membuat Ryan terkesima, ditambah rambut panjangnya yang tersapu angin pantai membuat kecantikan wanita berusia 31 tahun itu kian mempesona. Tanpa sadar, kedua sisi bibir Ryan pun menyunggingkan senyuman yang tidak kalah menawan dari senyuman Isabella. Bella seketika menoleh dan menatap wajah Ryan. "Kamu senyum, Ryan? Astaga!" tanya Bella seraya menutup mulutnya menggunakan kedua telapak tangannya. "Ya Tuhan, senyum kamu manis banget." Ryan sontak merapatkan bibirnya lalu mengalihkan pandangan matanya ke arah lain. Jantung pria itu pun kian kencang berdetak tidak karuan. Rasa aneh tiba-tiba saja menyelusup relung hatinya membuat pria berusia 35 tahun itu seketika dilanda rasa gelisah. "Ish! Emangnya cowok kayak kamu bisa grogi juga, ya?" tanya Bella tersenyum cengengesan. "Hah? Si-siapa yang grogi?" tanya Ryan gugup dan salah tingkah seraya menatap wajah Isabella. "Ya kamulah, masa kucing," decak Bella. Ryan kembali mengalihkan pandangan matanya ke arah lain tanpa menimpali ucapan sang majikan. Sementara jantungnya kian berdetak kencang bahkan seperti hendak melompat dari tempatnya bersarang. Apalagi, Bella tiba-tiba saja melingkarkan telapak tangannya di pergelangan tangan Ryan seraya tersenyum lebar. "Kita masuk sekarang? Tak ada yang perlu aku khawatirkan meskipun kita hanya berdua aja di sini. Toh kamu tak mungkin ngapa-ngapain aku. Iya, 'kan?" ujar Bella seraya melangkah bersama Ryan. "Tidak, Nyonya. Anda salah, saya laki-laki normal, saya tak tahu sampai kapan saya bisa menahan diri berada dekat dengan Anda seperti ini," batin Ryan menoleh dan menatap wajah cantik seorang Isabella. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD