Entah berapa jam sudah berlalu sejak Steve dan Stela tidur bersama. Stela memang tampak pulas dalam tidurnya, tapi tidak dengan Steve yang sejak tadi terus bergerak gelisah dalam tidurnya.
Kelopak mata Steve terbuka dan pemadangan pertama kali yang pria itu lihat adalah, Stela yang kini tertidur pulas di atas d**a bidangnya, dengan bibir yang sedikit terbuka, membuat Steve semakin tergoda untuk mencium, mengulum, sekaligus juga melumatnya.
"Pasti rasanya sangat lembut dan juga manis." Steve menggeleng seraya menarik dalam nafasnya, mencoba membuang jauh-jauh pikiran kotornya.
Sedari tadi, Steve terus mencoba tertidur, tapi ia tidak bisa tidur saat Stela ada di sampingnya.
Bagaimana bisa Steve tertidur, di saat Stela terus merapatkan tubuhnya pada Steve. Apalagi sekarang, paha putih dan halus Stela tepat berada di atas adiknya, membuatnya semakin terasa ngilu dan juga sakit. Sakit karena menahan gairah.
Dengan gerakan lembut, Steve mencoba membenarkan posisi tidur Stela. Stela terusik, tapi kembali terlelap saat mendapat belaian lembut di wajahnya.
Steve kembali memandang wajah Stela, mengulurkan tangan kanannya untuk membelai pipi Stela yang sangat lembut dan juga wangi.
"Cantik." Ibu jemari Steve membelai bibir bawah Stela yang mungil, tipis tapi tetap menggoda.
Stela melenguh, merasa terganggu dengan apa yang Steve lakukan, Stela membenamkan wajahnya di antara ketiak Steve, membuat Steve terkekeh dengan apa yang Stela lakukan.
Fokus mata Steve terus mengarah pada bibir pink Stela yang membuatnya benar-benar tergoda dan ingin sekali mengulum, melumat dan menggigitnya.
Mata Steve terpejam, mencoba menghilangkan bayang-bayang Stela dari otaknya. Tapi, pada akhirnya Steve menyerah karena kini bibirnya sudah mendarat di bibir tipis Stela, melumat bibir atas dan bawah Stela secara bergantian.
Manis dan lembut, itulah rasa bibir Stela. Tapi Steve bisa merasakan bau alkohol dari mulut Stela, sepertinya tadi Stela minum, minuman beralkohol.
Semakin lama, lumatan Steve semakin intens, membuat lenguhan erotis Stela lolos di tengah tidur pulasnya. Stela merasa terganggu saat bibir Steve semakin kuat menyesap bibir atas dan bawahnya.
Secara bergantian, Steve mencium dan mengulum bibir Stela. Steve lalu melepas tautan bibirnya saat di rasa Stela mulai terganggu dengan apa yang ia lakukan.
Steve mengecup bibir bengkak Stela, lalu menggigitnya gemas, membuat sang empunya meringis merasa sakit di bibirnya yang baru saja Steve gigit.
Cukup lama Steve menunggu tapi kelopak mata Stela tak kunjung terbuka. Steve malah mendengar suara dengkuran halus yang keluar dari mulut Stela, pertanda kalau Stela kembali tertidur dengan pulas.
Secara perlahan, Steve menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, lalu beranjak menuruni tempat tidur. Steve menoleh, memastikan kalau Stela tidak terbangun dari tidurnya.
Setelah yakin kalau Stela tidak akan terbangun, Steve membuka laci nakas, meraih 1 bungkus rokok beserta koreknya. Yang sekarang ini Steve butuhkan adalah rokok dan udara segar, karena itu Steve memilih untuk pergi menuju balkon.
Steve mulai menghisap rokok yang saat ini ada di antara bibirnya dengan pikiran yang terus berkelana, tentu saja terus memikirkan Stela.
Steve terlalu fokus melamun sampai tidak sadar kalau ada orang yang saat ini melangkah mendekatinya.
Tubuh Steve tiba-tiba menegang saat merasakan ada lengan yang memeluk erat tubuhnya dari belakang, di susul suara serak khas bangun tidur milik wanita yang sejak beberapa saat ini membuat pikirannya kacau balau, Stela.
"Papah merokok?" Stela tidak tahu kalau selama ini Steve merokok, karena ini adalah kali pertama ia melihat Steve menghisap rokok.
Steve mematikan api di rokoknya, lalu membuang rokok tersebut ke asbak yang sudah tersedia. Steve berbalik, tanpa melepas belitan kedua tangan Stela dari pinggangnya.
"Kenapa bangun, hm?" Steve mencoba mengalihkan pembicaraan.
Stela mendongak, menatap Steve dengan penuh tanya, pasalnya Steve belum menjawab pertanyaannya dan Stela tahu kalau Steve mencoba mengalihkan pembicaraan.
Tangan Steve terulur, lalu menyampirkan poni Stela yang menghalangi sebagian wajah cantiknya. Steve menunduk, mengecup kening Stela dengan penuh kasih sayang.
Mata Stela terpejam begitu mendapat kecupan di kening dari Steve. Stela kembali membuka mata, saat bibir Steve tidak lagi mendarat di keningnya.
"Papah belum jawab pertanyaan Stela."
"Papah enggak bisa tidur, makanya Papah merokok."
"Papah gak bisa tidur?" tanya Stela memastikan.
"Iya, Sayang. Papah enggak bisa tidur." Kini jemari Steve membelai wajah cantik Stela yang tampak berkilau karena sinar rembulan.
"Papah enggak bisa tidur karena ada Stela di sini, jadi Stela mau pindah lagi aja ke kamar Stela." Tanpa menunggu jawaban Steve, Stela langsung melepaskan pelukannya dari pinggang Steve dan berbalik menuju pintu. Tapi, saat tangan Stela akan meraih heandle pintu, dengan cepat Steve langsung membalikan badan Stela dan membenturkannya ke dinding.
Stela tentu saja menjerit, merasa terkejut dengan apa yang baru saja Steve lalukan, apalagi saat matanya bersibobrok dengan mata Steve yang terlihat memancarkan kemarahan.
"Sekarang, apalagi salahnya? Kenapa Steve tampak marah?" Tanya Stela dalam hati.
"Apa perlu Papah jelaskan kenapa Papah tidak bisa tidur?"
Stela bisa merasakan terpaan nafas hangat Steve yang kini memburu.
"Ma–" Stela tidak bisa menyelesaikan kalimat yang akan ia lontarkan, karena Steve langsung membungkam bibir ranum Stela dengan bibirnya.
"Akh!" Stela meringis saat bibir bagian bawahnya di gigit gemas oleh Steve yang kini menciumnya dengan penuh nafsu dan gairah.
Lidah hangat Steve menerobos memasuki mulut Stela, mulai menggoda lidah Stela agar mau membalas ciumannya. Dengan perasaan malu-malu, Stela membalas ciuman Steve, membuat Steve hilang kendali.
Stela mengalungkan kedua tangannya pada leher Steve, meremas rambut hitam legas Steve dengan kuat, menyalurkan rasa nikmat yang kini sedang ia rasakan.
Steve semakin beringas melumat, mengulum, dan menggigit bibir bawah dan atas Stela saat mendengar lenguhan yang keluar dari mulut Stela. Terdengar sangat seksi, dan Steve sangat menyukainya.
Steve semakin merapatkan tubuhnya, sengaja menekan tubuh bagian bawahnya tepat di depan aset milik Stela. Yang secara tidak langsung memberi tahu Stela apa yang ia inginkan sekarang.
Stela melenguh dengan mata terpejem saat merasakan sesuatu yang keras mulai menggesek cdnya. Apalagi kalau bukan junior Steve.
Steve melepaskan tautan bibirnya, dan seolah takut kalau nanti Stela berubah pikiran, Steve langsung menurunkan ciumannya menuju leher jenjang Stela.
"Pah." Stela mengerang, menikmati saat Steve menjilat dan menghisap kulit lehernya, memberi geleyar dan sensasi aneh pada setiap sel saraf dalam tubuhnya.
Stela mendongak, membuat Steve semakin leluasa mengexplore leher jenjang Stela yang beraroma lavender.
Entah sejak kapan Steve melepas celana bahan yang menutupi tubuh bagian bawahnya, karena kini Stela bisa merasakan milik Steve yang besar dan panjang sedang menggesek intinya yang masih berbalut cd, membuat Stela semakin mendesah tak karuan saat rasa ngilu di intinya semakin terasa.
Stela menggigit bibirnya kala jemari Steve dengan lihai menurunkan cdnya seraya terus membelai pangkal pahanya.
"Ah, Pah." Stela semakin mendesah saat ujung kepala junior Steve mulai menggesek-gesek klitorisnya. Sensasinya benar-benar luar biasa nikmat, dan Stela tahu kalau ia menginginkan Steve untuk terus menyentuhnya. Miliknya sudah basah, dan semakin basah saat Steve sengaja menggodanya di sana.
"Apa, Sayang?" bisik Steve parau.
"Apa itu?"
"Ini?" tanya Steve sambil menuntun tangan Stela supaya bisa memegang adiknya. "Ini yang akan membuat kamu mendesah penuh kenikmatan, Stela."