Tok! Tok! Tok!
Steve bergegas mematikan laptopnya, dan berpura-pura sedang merapikan setiap dokumen yang ada di atas meja kerja begitu mendengar suara ketukan di pintu kamarnya.
Steve tidak mau Stela, putri angkatnya tahu kalau dirinya sedang menonton video sexs yang berhasil membuatnya terangsang luar biasa. Bahkan sekarang Steve merasakan sesak luar biasa dibagian selangkangannya akibat aset berharga miliknya yang sudah menegang, minta dibebaskan.
"Masuk, Stela." Steve tahu pasti Stela yang datang, karena di rumah ini hanya ada mereka berdua.
"Apa Stela sudah pulang sejak tadi? Kenapa ia sama sekali tidak mendengar suara mobil? Apa Stela pulang naik taksi? Atau ada orang lain yang mengantarnya?" Itulah segelintir pertanyaan yang ada dalam benak Steve.
Tak berselang lama kemudian, pintu terbuka dan masuklah Stela. Stela menutup pintu kamar Steve, tak lupa menguncinya. Dengan perasaan ragu, Stela melangkah mendekati Steve yang sedang sibuk merapikan meja kerjanya.
Sekarang Stela sudah berdiri di samping kanan Steve, sambil terus memainkan kedua dengan jari-jemari tangannya yang saling bertaut.
"Pah."
"Iya, Sayang, ada apa?" Steve sama sekali tidak mengalihkan fokus perhatiannya dari dokumen di meja kerjanya pada Stela, membuat Stela kesal.
"Pah." Stela kembali memanggil Steve seraya mengguncang pelan bahu Steve, berharap kali ini Steve merespon panggilannya sambil menatapnya.
Tidak kunjung mendapatkan perhatian dari Steve, membuat rasa kesal Stela semakin besar dan pada akhirnya, Stela berinisiatif untuk semakin mendekati Steve.
Tanpa permisi, Stela langsung duduk di pangkuan Steve dengan kedua kaki yang mengangkang. Kepala Stela bersandar manja di bahu kanan Steve, lalu kedua lengannya memeluk erat leher Steve.
Untuk sesaat, tubuh Steve menegang, apalagi saat merasakan adiknya berada tepat di depan s**********n Stela. Hanya terhalang oleh kain penutup antara dirinya dan Stela. Steve hanya tinggal membuka resleting celananya, lalu adiknya akan bebas dan bisa memasuki v****a sempit milik Stela.
"Jangan gila, Steve!" Dalam hati, tak henti-hentinya Steve merutuki otaknya yang dengan lancang mulai membayangkan percintaan panas yang terjadi antara dirinya dan Stela.
Sialan! Steve benar-benar butuh pengalihan.
Belum Selesai keterkejutan Steve dengan kelakuan Stela yang kini duduk dalam pangkuannya, Steve semakin terkejut saat melihat pakaian yang kini membalut tubuh Stela.
Sebuah lingerie merah yang sangat transparan, bahkan Steve bisa melihat dengan jelas kedua p******a milik Stela yang besar dan padat, akan terasa sangat pas dalam genggamannya.
Steve semakin menurunkan pandangannya, kembali meneguk kasar ludahnya begitu melihat Stela hanya memakai cd berenda yang berwarna senada dengan lingerienya.
Melihat betapa mulusnya paha Stela, membuat Steve sangat tergoda untuk menyentuh juga menjilatinya, tak lupa untuk memberi beberapa kissmark di paha bagian dalamnya.
Sialan! Apa Stela sengaja menggodanya dengan berpenampilan seksi? Jika iya, maka Stela berhasil, karena kini adiknya benar-benar terasa sakit dan juga ngilu. Apalagi saat melihat kalau underware dan lingerie yang Stela pakai berwarna merah,s sangat kontras dengan kulit Stela yang putih bersih, benar-benar membuatnya sangat terangsang.
"Pah."
Bisikan manja Stela di ceruk lehernya benar-benar membuat otak Steve penuh dengan pikiran kotor.
Steve mulai membayangkan saat Stela mendesah, melenguh, dan mengerang nikmat di bawah kuasanya. Damt! Suara Stela pasti jauh lebih seksi dari sekarang.
Bulu kuduk Steve meremang saat merasakan nafas hangat Stela menerpa kulit lehernya.
Stela memang sengaja meniupkan nafas hangatnya di ceruk leher Steve.
"Iya, Sayang." Mata Steve terpejam dengan lengan yang kini memeluk erat tubuh Stela.
Saat ini Steve sedang mencoba untuk menghilangkan semua pikiran kotor tentang dirinya dan Stela dari otaknya.
"Malam ini, Stela mau tidur sama Papah, boleh kan?" Tangan Stela kini mulai meraba-raba d**a bidang Steve, yang hanya tertutupi kaos putih tipis.
Stela mendongak, menatap wajah tegang Steve yang kini berada tepat di hadapannya. Stela tidak bodoh, ia tahu kalau Steve sedang b*******h. Itu terbukti dari tonjolan di bawah pinggulnya yang semakin lama semakin membesar.
Ugh, Stela sudah bisa membayangkan betapa besarnya adik Steve. Rasanya, Stela ingin sekali memegangnya. Stela bukan hanya ingin memegangnya, tapi Stela juga ingin mengulumnya, menjilatnya, menghisapnya, lalu melakukan hal-hal lainnya yang tentu saja pasti akan sangat memuaskan Steve.
Memikirkan semua itu berhasil membuat Stela b*******h, dan Stela juga bisa merasakan miliknya yang saat ini mulai basah.
Kelopak mata Steve terbuka saat jari- jemari lentik Stela mulai membelai jambang di dagunya yang sudah tumbuh.
"Boleh?" Stela kembali bertanya karena sedari tadi Steve hanya diam, dan tak kunjung menjawab pertanyaannya.
Steve mengangguk dengan mata yang kembali terpejam, menikmati belaian jemari lentik Stela, yang semakin lama semakin turun menuju bibir bagian bawahnya.
Kedua tangan Steve mengepal saat dengan lancang, Stela memasukan ibu jarinya sendiri ke dalam mulut hangat Steve.
Tanpa membuka kelopak matanya, Steve mengulum jemari Stela dalam mulutnya, mengeratkan pelukankannya pada pinggang Stela, membawa tubuh Stela agar semakin merapat padanya.
Stela semakin kuat mengigit bibir bawahnya, saat merasakan adik Steve yang semakin menyembul, sudah pasti mendesak minta di keluarkan.
Stela terus menatap wajah Steve yang saat ini masih memejamkan matanya sambil terus mengulum jemarinya.
Cukup lama Steve mengulum jemari Stela.
Kelopak mata Steve terbuka, lalu memundurkan wajahnya, melepaskan jemari Stela dari kulumannya.
Steve memandang Stela dengan mata yang memancarkan api gairah, geraman kasar Steve lolos saat melihat Stela terus menggigit bibir bawahnya. Menggigit bibir tipis nan seksi yang sejak tadi sudah sangat menggodanya.
Setelah beberapa detik berlalu, Stela akhirnya sadar bahwa apa yang baru saja ia lakukan adalah hal yang tidak sepatutnya dan sewajarnya ia lakukan pada Steve. Stela takut kalau Steve akan marah padanya. Stela membenamkan wajahnya di d**a bidang Steve, dengan lengan yang kini memeluk erat pinggang Steve, merasa malu atas apa yang baru saja ia lakukan.
Sementara Steve hanya bisa tersenyum saat melihat rona merah menjalar di pipi Stela. Steve mengecup puncuk kepala Stela, membuat perasaan takut Stela hilang, menguap begitu saja.
Stela menghirup dalam aroma tubuh Steve yang selalu membuatnya merasa nyaman, aroma yang benar-benar jantan.
"Pah, Stela ngantuk." Stela melepas pelukannya dari pinggang Steve, lalu melarikan jemari lentiknya masuk menyusup ke dalam kaos yang Steve pakai dan mulai membuat pola-pola abstrak di d**a bidang Steve yang di tumbuhi bulu-bulu halus.
Rahang Steve mengetat dengan kedua tangan mengepal, sekuat tenaga Steve mencoba menahan hasrat birahinya.
Sungguh! Stela benar-benar membuatnya frustasi.
Tanpa berkata sepatah katapun, Steve beranjak dari duduknya, masih dengan Stela yang saat ini berada dalam gendongannya.
Dengan sigap, Stela melingkarkan kakinya membelit pinggang Steve, tak lupa mengalungkan lengannya di leher Steve dengan kepala bersandar di bahu kokoh Steve.
Secara perlahan, Steve membaringkan tubuh Stela di tengah-tengah tempat tidur, mengerutkan keningnya saat Stela tidak mau melepaskan pelukannya.
"Kenapa?" tanya Steve lembut saat Stela terus menatapnya dengan intens, tatapan yang mampu membuat Steve tergoda, sekaligus juga salah tingkah.
"Sini tidur." Stela menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya.
Steve menghela nafas gusar, lalu mengangguk sebagai tanda setuju.
Setelah mendapat anggukan dari Steve, Stela melepas belitan kakinya dari pinggang Steve dan tangannya dari leher Steve.
Steve merangkak menaiki tempat tidur, lalu berbaring di samping kanan Stela. Stela berbalik menghadap Steve, memeluk tubuh Steve dengan erat, membuat Steve sedikit terkejut saat merasakan pelukan tiba-tiba yang Stela berikan.
Apalagi saat tangan kanan Stela menyusup memasuki kaosnya, membelai perut sixpacknya dengan gerakan sensual.
Hey, Steve masih normal, jadi wajar saja kalau dia merasa terangsang dengan apa yang Stela lakukan pada tubuhnya.
"Stela." Steve menggeram saat jemari lentik Stela memilin-milin kedua putingnya secara bergantian, membuat libido Steve semakin melambung tinggi.
Stela mengabaikan geraman Steve, dan memilih untuk memejamkan matanya dengan jemari yang terus bermain dengan p****g Steve.
"Tidur, Stela!" Itu adalah sebuah perintah, yang langsung Stela jawab dengan anggukan kepala.