Bab 13. Jatuh di Kamar Mandi

1037 Words
"Tunggu sebentar," pinta Bagus tiba-tiba saja berbalik masuk ke dalam kamar lalu kembali beberapa saat kemudian dengan membawa selimut tebal. "Kenapa kamu bisa keseleo segala, Tiara?" tanya Bagus menutup tubuh istrinya menggunakan selimut yang dia bawa. "Aku jatuh di sini tadi. Kakiku sakit sekali, Mas?" jawab Tiara dengan nada lemas, tubuhnya pun mulai merasa kedinginan. "Kenapa kamu tidak minta tolong? Padahal, saya sudah pulang dari setengah jam yang lalu lho," tanya Bagus seketika merasa khawatir. "Marah-marahnya nanti aja, Mas. Aku kedinginan, gendong aku masuk ke dalam," rengek Tiara, seraya merapatkan selimut yang melingkar di tubuhnya. "Siapa yang marah-marah sih? Saya 'kan cuma nanya," decak Bagus segera meraih tubuh ramping istrinya lalu menggendongnya kemudian. Tidak ada rasa canggung sama sekali saat Bagus mulai berjalan keluar dari dalam kamar mandi bersama Tiara yang saat ini berada di dalam gendongannya. Yang ada, perasaanya benar-benar di landa rasa khawatir dengan kondisi tubuh istrinya yang sempat jatuh di dalam kamar mandi. Bagus membaringkan tubuh Tiara di atas ranjang dengan sangat hati-hati hingga dia berbaring terlentang. "Katakan, bagian mana yang sakit?" tanya Bagus duduk di tepi ranjang. "Kaki aku, Mas," rengek Tiara dengan nada suara manja. Tiara mengulurkan pergelangan kakinya lalu meletakkannya tepat hadapan suaminya. Bagus menggeser posisi tubuhnya hingga dia duduk tepat di depan ke dua kaki Tiara. Dia segera meraih telapak kaki wanita itu dengan perasaan ragu. Kulit istrinya itu benar-benar putih mulus bak bongkahan salju. "Hmm! Sepertinya kaki kamu perlu di pijit, keseleo ini," ujar Bagus memutar telapak kaki Tiara pelan. "Argh! Pelan-pelan, Mas. Sakit tau," ringis Tiara ke dua matanya mulai berair. "Iya, ini saya sudah pelan-pelan lho. Tahan sebentar ya, rasanya memang sakit," pinta Bagus mulai memijit telapak kaki istrinya pelan. Tiara memejamkan ke dua matanya. Rasanya memang nyeri saat telapak kakinya mulai di pijit. Namun, dia mencoba untuk menahan rasa sakit itu seraya merapatkan selimut tebal di mana tubuh polosnya tersembunyi di dalam sana. Sampai akhirnya, Bagus kembali memutar telapak kaki Tiara keras dan bertenaga hingga terdengar bunyi aneh juga membuat wanita itu memekik kesakitan. Grek! "Arghh! Sakit, Mas," ringis Tiara seketika menangis sesenggukan karena rasanya sakit luar biasa. "Maaf, rasanya pasti sakit, tapi setelah ini kaki kamu akan sembuh ko. Asalkan, kamu jangan banyak bergerak dulu," ucap Bagus mengusap telapak kaki istrinya lembut. "Aku 'kan udah bilang jangan keras-keras, sakit!" Tiara kembali merengek, layaknya seorang anak kecil yang baru saja terjatuh ketika sedang bermain. "Astaga! Kamu kayak anak kecil aja sih, jangan nangis kayak gitu dong. Saya jadi pengen ketawa tau," decak Bagus seraya menahan senyuman di bibirnya. Ekspresi wajah Tiara benar-benar terlihat lucu dan menggemaskan. "Dasar suami jahat, istrinya kesakitan malah diketawain," decak Tiara mengusap ke dua matanya yang sempat berair. Bagus menatap lekat wajah Tiara. Dia pun akhirnya tersadar bahwa tubuh istrinya ini masih dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun. Pikiran seorang Bagus tiba-tiba saja melayang membayangkan betapa indahnya tubuh polos Tiara, dia pun seketika menelan ludahnya kasar. Keringat dingin tiba-tiba saja membasahi pelipis wajahnya, udara di dalam kamar pun mendadak terasa panas. "Aku minta tolong satu hal lagi sama kamu, Mas," pinta Tiara dengan wajah datar. "Mi-minta tolong apa lagi sih? Astaga!" decak Bagus seketika mengusap wajahnya kasar, juga menyudahi lamunan panjangnya. Jiwa seorang Bagus mulai bergejolak. Hasrat yang selama ini bersemayam dengan tenang di sana pun seakan naik kepermukaan meminta untuk di manjakan. Namun, laki-laki itu mencoba untuk menekan dalam-dalam rasa yang sebenarnya terasa begitu menyiksa itu. "Tolong ambilkan pakaian aku, Mas. Aku kedinginan," pinta Tiara dengan nada suara manja, dia pun baru menyadari bahwa tubuhnya benar-benar masih dalam keadaan polos sepolos-polosnya. "Kebiasaan banget sih kamu, saya 'kan sudah pernah bilang, kalau mandi itu bawa pakaian ganti, gimana sih?" sahut Bagus tiba-tiba saja menaikan nada suaranya merasa kesal tanpa sebab yang jelas. "Aku lupa, Mas." "Alasan, masa lupa setiap hari? Kamu ini bisanya nyusahin saya terus," sahut Bagus wajahnya merah padam akibat menahan gejolak di dalam jiwanya, "Akh, sudahlah! Ambil saja sendiri. Saya lapar, saya mau makan dulu!" bentak Bagus seketika bangkit lalu berjalan ke arah pintu dan keluar dari dalam kamar Bagus menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan. Dia berdiri tepat di depan pintu dengan jantungnya yang berdetak kencang. Celana hitam yang dia kenakan pun mulai terasa sempit karena sesuatu yang bersembunyi di dalamnya seolah berontak meminta untuk keluar dari dalam sarang. "Astaga! Sampai kapan saya harus menahannya? Ya Tuhan, iman saya tidak sekuat itu. Mengapa Engkau memberi hamba cobaan seberat ini," gumam Bagus mengusap wajahnya kasar dengan ke dua mata yang terpejam. Bagus berjalan ke arah belakang, dia akan mencoba untuk menenangkan jiwanya dengan mencari angin segar di halaman yang tidak terlalu luas itu. Bagus Anggara duduk di kursi kayu yang berada di teras rumah. Laki-laki itu seketika merogoh celana yang dia kenakan ketika ponsel miliknya tiba-tiba saja bergetar. Bagus menatap layar ponselnya sejenak lalu mengangkat sambungan telpon. "Halo, Dona. Ada apa?" tanya Bagus meletakan ponsel di telinganya. "Kamu kemana, Mas? Ko gak mampir ke rumahku? Padahal, aku udah dandan cantik lho," rengek Dona di dalam sambungan telpon. "Maaf, sayang. Saya langsung pulang tadi, di rumah ada Ibu. Saya tidak enak jika pulang malam setiap hari," jawab Bagus dengan nada suara dingin. "Kamu tidak lagi bermesraan sama istri kamu, kan?" tanya Dona penuh selidik. "Bermesraan gimana? Ya, nggaklah, saya 'kan sudah berjanji sama kamu bahwa saya tidak akan pernah menyentuh dia," jawab Bagus tiba-tiba saja merasa gugup. "Awas aja kalau kamu berani melanggar janji kamu, Mas. Aku bakalan aduin sama Ibu kamu kalau kita masih berhubungan sampai sekarang," ancam Dona tegas dan penuh penekanan. "Iya-iya, astaga! Sudah dulu ya, saya mau ke kamar mandi dulu, saya kebelet." Bagus Anggara segera menutup sambungan telpon. Dia sama sekali tidak berbohong ketika dirinya mengatakan ingin ke kamar mandi. Laki-laki itu berjalan dengan tergesa-gesa menuju kamar dan akan menggunakan kamar mandi yang berada di kamar pribadinya. Bagus membuka pintu kamar lalu masuk ke dalamnya dan segera berlari ke arah kamar mandi karena dia sudah tidak dapat menahannya lagi. Dia masuk ke dalam sana lalu kembali keluar beberapa saat kemudian. "Ck! Ck! Ck! Cepet banget tidurnya," gumam Bagus seraya menatap wajah istrinya yang tengah terlelap masih dalam posisi yang sama saat dirinya tinggalkan. Bagus bergeming seraya menatap wajah Tiara, "Jangan bilang kalau dia masih belum berpakaian juga?" gumam Bagus seketika menelan ludahnya kasar. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD