Kalang Kabut - 7

1331 Words
Februari 2016 Telah diketahui bahwa yang menulis surat untuk Bekti memang benar bukan Cahyo. Ini sial CP tersebut adalah singkatan dari Cinta Pujangga. Identitas pemberi surat itu yang sebenarnya adalah, Rio Saputra. Dia duduk di kelas dua. Kakak kelas Bekti. Rio Saputra adalah anak dari perangkat desa. Dia anak ketua RW tempat Bekti tinggal. Rupanya sudah lama dia memperhatikan Bekti dan baru beberapa minggu lalu dia berani memberikan surat izin mencintai. "Abang udah lama suka sama Adek. Sejak dari pertama pas Adek ikut MOS," ucap Rio dengan suara lembutnya. "Maaf ya, Bang. Tapi Bekti baru kelaa satu. Bekti gak mau pacaran dulu." Bekti langsung memberikan jawabannya. Rio terdiam lalu mengangguk pelan. "Abang ngerti. Gak masalah, kalau Bekti kelas dua nanti, Abang akan tembak lagi," Rip tersenyum, lalu menunduk dan berlalu dengan pelan. "Jadi, udah ketemu orang alay yang ngirim surat ke elu?" "Astaghfirullah, Cahyo!" Bekti terlonjak. Cahyo entah sejak kapan sudah berada di belakangnya. Pemuda itu menyeringai, dia memasang wajah jelek yang membuat Bekti ingin baku hantam dengannya. "Hahaha, makanya jangan ke GR an dulu. Pake bilangin gua yang ngirim surat segala," "Gua kan cuman mastiin. Lagian gua bersyukur banget bukan lu uang yang ngirim. Rio itu, anak ketua RW. Cakep, baik, lembut lagi. Nanti kelas dua dia mau nembak gua lagi." "Dan lu percaya? mana ada cowo yang bertahan sampe selama itu." "Itu bukan urusan lu, diem deh. Jangan ngerusuhin gua." Bekti pergi dengan kesal, dan Cahyo pun tertawa getir, "Emank bukan urusan gua, anjiirun banget, dah." 2021 Cahyo dan Bekti sama-sama melepaskan minuman yang mereka pegang dan serentak berdiri. Cahyo melangkah ke kanan, hampir saja dia menabrak Bekti karna Bekti juga melangkah ke kanan. Bekti melangkah ke kiri, Cahyo juga reflek melangkah ke kiri. Lalu sama sama ke kanan, sama sama ke kiri, kanan kiri, kanan kiri, terus begitu entah kapan jalanya. Bekti menjadi kesal, dia menghela nafas lalu menatap Cahyo dengan wajah juteknya. "Eh Sat. Lu sebenarnya mau kemana, sih? jangan ikutin gua napa?" "Heh, siapa yang ikutin elu? minggir sono lu, ngerusak mood gua aja." "Elu yang minggir! lu mau ke kanan apa ke kiri?!" "Ya suka-suka gualah mau kemana!" "Eh, si Vangsat, elu ya ..." "Bekti kenapa kok lama banget? Hmm, biar Danar aja ya, yang ambilin minumannya. My Princess, silahkan jalan," di tengah kegaduhan Bekti dan Cahyo. Danar tiba-tiba datang menghampiri. "Eh, Danar. Iya nih, lama gara-gara si Vangsat," Bekti melirik Cahyo sambil pasang wajah songong. "Idih, ngapain lu salahin gua. Lu itu ..." "Maa ya, Mas. Bekti lagi laper jadi dia agak sensitif gitu," Danar memotong ucapan Cahyo. Cahyo terdiam, dia ingin mengamuk, namun tak tau apa yang mau dia amukkan. Danar menuju kulkas. Cahyo terpaksa bergeser, karna Danar membuka pintu kulkas dan mengambil minuman untuk ya, Bekti dan Lastri. Cahyo hanya biar diam sambil menatap Danar yang sibuk memperhatikan Bekti. "Nih udah diambil. Yuk balik ke meja," ajak Danar dengan senyum lembutnya. "Ayok ah, Nces udah lapar," Bekti menggandeng tangan Danar, lalu beranjak menuju meja mereka. "Idih ... ngapain pake Nces Nce san segala? sok imut banget sumpah!" Cahyo merasa gusar. Dia terus saja menatap Bekti yang kini tengah berada di mejanya, menikmati makanan dengan Danar dan Lastri, "Au ah. Bodo ... ngapain gua Pikirin," ucapnya sambil keluar dari kantin. Tak jadi membeli minuman. *** Di kelas. Bekti merasa tak nyaman. Dia duduk miring ke kiri dan ke kanan. Sesekali dia mengusap-usap perutnya dan meringis. Kadang dia merintih kecil, sambil mengepalkan tangannya. "Kenawhy lu cyin? kok grasah grusuh giu?" tanya Lastri. "Perut Bekti sakit, Mak. Aduh ... Bekti ke toilet dulu deh, Mak." "Lu mau ke toilet? gua temenin ye," "Gak papa. Bekti bisa sendiri, kok. Emak disini aja. Kan bentar lagi kelasnya mulai," "Serius nih? kalau ada apa-apa lu langsung telpon gua, yes. Hengpon gua standby, pake nada dering berisik volume full pokoknya." "Heheh, rebes, Mak. Bekti cabut dulu," "Okey," Bekti segera pergi keluar kelas untuk menuju toilet. Sementara itu di tempat duduknya, Cahyo larak lirik, dan beberapa menit kemudian, dia ikut beranjak. Setelah hampir lima belas menit berada di toilet, Bekti akhirnya keluar. Wajahnya pucat, dan dia juga terlihat lemas. "Aduh, gimana nih? masih aman gak ya?" Bekti melihat b*kongnya sambil mendesah, "Adoh, nih perut gak bisa kompromi bener. Sakit! malah ini juga lagu bahaya. Apa gua pulang aja, ya?" "Nih!" Cahyo Purnomo. Dengan wajah cool memberikan sebungkus pembalut kepada Bekti, "Lu lagi dapet, Kan? kalau sakit perut pulang aja." "Eh, si Vangsul. Kok tau kalau gua lagi dapet? kenapa suruh gua pulang? gak tega ya liat gua sakit? hohoho," Bekti menaruk jari telunjuk dan jempol ke wajahnya lalu berpose songong. Setelah beberapa detik dia meringis karena sakit di perutnya. "GR bener ya lu. Lu itu di kelas berisik tau gak. Grasah grusuh gak jelas aja. Ya udah, nih!" Cahyo menarik tangan Bekti lalu memberikan pembalut yang sejak tadi dia tenteng, "Gua cabut. Beh, ngabisin waktu gua aja lu," ucap Cahyo lalu segera pergi meninggalkan Bekti. "Idih, tu orang makannya LPG kali, ya? kalo ngomong ngegas mulu," Bekti memeriksa pembalut yabg diberikan Cahyo, "Eh merk kesukaan gua, nih. Masihi ingat aja. Ah bodo. Ganti dulu yang penting." Setelah beberapa menit, Bekti nerasa lega karena sudah memakai pembalut. Dia berdiri di depan cermin toilet, dan memeriksa penampilannya. "Aman dah ni, ikut kelas lagi gak ya? aduh, tapi gua malas. Hmm, tapi kalau gua pulang, gak bisa mantengin Danar lama-lama donk." Byur! Tiba-tiba Bekti basah kuyub karena disiram air. Bekti langsung berbalik untuk melihat siapa yang telah menyiramnya. "Up's, basah ya kamuh? ya ampun, kacian. Sorry," Rika, dia adalah anggota Preety Squad. Geng yang di kepalai Maya sebagai ketua. Mereka bertiga ternyata berada di toilet. Rika, Mey, dan tentu aaja Maya sebagai ketua gengnya. Mereka benar-benar menyebalkan, dengan sengaja menyiram air ke arah Bekti. "Adoh, si Princess basah. Hahaha, gak papa lah ya, biar sekalian mandi. Soalnya aku nyium bau amis, tuh. Iya gak say?" ucap Maya sambil menoel-noel kepala Bekti lalu tertawa bersama anggota gengnya. "Ho oh, bener. Biasalah ... orang susah mana sanggup beli parfum mahal sih say, makanya bau amis gitu," ucap Mey sambil tertawa remeh ke arah Bekti. "Kalian apa-apaan sih, maen siram siram sembarangan aja. Sok kaya lagi," Bekti merasa sangat kesal. Namun dia berusaha untuk meredam emosinya, karena dia tak mau berbuat keributan lagi di kampus. Pertama kali dia berkelahi dengan Maya, mereka semua dipanggil ke ruang Dosen dan Bekti paling banyak disalahkan. "Wah, hahaha. Dia berani ngejawab. Say, ini nih yang kegatelan deketin cowo lu? idih, gak ada bagus-bagusnya," Rika menyeringai, lalu mendorong Bekti ke dinding. "He eh, bukan cuman cowo gua, Say. Dia juga godain Prince nya kamu, si Danar. Ganjen banget, kan?" plak! plak! Maya memukul kepala Bekti. "Kalian berenti gak, sebelum gua naik pitam," Bekti mengepalkan tangannya, agar dia tidak khilap menghajar anak orang kaya yang mengeroyoknya tersebut. "Hahaha, naik pitam lu tuh yang kek gimana, sih? ngeri ih dengernya," Mey terkekeh diikuti yang lainnya. "Gua bilang berenti, tolong. Jangan bikin gua emosi," "Woo, emosi dia. Emosi lu, emosi?" Maya kembali memukul kepala Bekti dengan tangannya. "Heh, apa yang kalian lakuin!" tiba-tiba terdengar suara seorang wanita. Wanita tersebut memasuki toilet, menatap aoa yang terjadi sambil melipat tangannya. Ketika perundung Bekti terdiam. Mereka langsung mundur dan menatap wanita di depan mereka dengan ekspresi taj percaya. "D-Dia kan ...." Rika terdiam, tak sanggup meneruskan kalimatnya. "Aduh, kok dia bisa balik lagi, sih! Say, mending kita kabur aja," Mey langsung bergegas keluar dari toilet, diikuti Maya dan Rika. Beberapa menit kemudian, Bekti keluar dari toilet sambil tersenyum simpul. "Mmm, makasih, ya. Udah bantuin dan udah minjamin baju juga," ucap Bekti kepada wanita yang telah membantunya. Wanita tersebut hanya diam, sejak Maya dan gengnya pergi, wanita itu tak berkata apapun lagi, "Hmm, dia memang pendiam, ya? dari tadi sunyi banget," batin Bekti keheranan. "Bekti!" dari kejauhan terlihat Danar berlari ke arah Bekti, "Bek, Dana denger dari anak-anak ..." melihat wanita yang berada di sebelah Bekti. Danar langsung menghentikan langkahnya, dia terdiam tak bergerak sama sekali, "L-Lulu?" guman Danar kemudian. "Long time no see, Danar." To be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD