BAB 13-14

1083 Words
BAB 13 Sesampainya di lantai dua, Dokter Ardian masuk ke dalam kamar Citra untuk menidurkan Nizam. Di sana, Citra sedang merapikan kamarnya dan mainan Nizam. Dokter Ardian pun bisa melihat bahwa Citra lebih tulus dari pada Widia. *** Empat bulan kemudian Karena selalu didesak, akhirnya Dokter Ardian pun setuju untuk menikah lagi. Ia melakukan semua itu untuk Nizam. Kini Nizam sudah berusia enam bulan. Dokter Ardian pun mengajaknya berziarah ke makam istrinya, dengan mengajak Citra tentunya. Setelah mengaji dan berdoa, Dokter Ardian pun membelai batu nisan almarhumah Nadia. “Apa kabarmu, Sayang?” tanya Dokter Ardian. “Apa kamu baik-baik saja di sana? Aku harap demikian. Setiap malam aku selalu berdoa semoga kamu bahagia di sana,” imbuh Dokter Ardian. “Hari ini aku mengajak anak kita. Dia sudah besar sekarang,” tutur Dokter Ardian seraya menatap Nizam di gendongan Citra. “Oh iya, Papa menyuruhku menikah lagi. Apa kamu setuju kalau aku menikah dengan dia?” tanya Dokter Ardian meskipun ia tahu bahwa Nadia tidak akan pernah bisa menjawabnya. “Aku sebenarnya juga tidak ingin, tapi aku melakukannya demi anak kita. Maafkan aku …,” ucap Dokter Ardian sedih. Citra hanya bisa mendengarkan tanpa berkata apapun. Di sini ia bukanlah siapa-siapa. Ia hanyalah seorang pengasuh. Jadi, dia tidak akan ikut campur urusan Dokter Ardian. *** Satu bulan menjelang hari pernikahan, Dokter Ardian sering pulang larut malam. Bahkan di hari Minggu pun terkadang ia pergi entah ke mana. Setiap hari Widia datang ke rumah Dokter Ardian, tapi ia tidak pernah bertemu dengan Dokter Ardian. Ia pun semakin kesal dibuatnya, tapi ia menahan amarahnya. Sebentar lagi Dokter Ardian akan menjadi miliknya, itulah yang ada di pikiran Widia. *** Hari ini adalah hari pernikahan Dokter Ardian. Pernikahan dilakukan di rumah Dokter Ardian dengan sangat sederhana dan tanpa pesta, mengingat belum satu tahun Nadia meninggal, jadi sangat tidak pantas kalau Dokter Ardian menikah lagi dan menggelar pesta besar-besaran. Sebenarnya Widia sangat menginginkan pesta yang megah seperti saat pernikahan Nadia, tapi ia pun akhirnya pasrah karena Dokter Ardian tidak mau, yang penting ia bisa menikah dengan Dokter Ardian, pikirnya. Semua anggota keluarga sudah datang. Dokter Ardian tidak mengundang orang luar, ia hanya mengundang keluarga inti, tetangga dekat, dan Pak RT saja. Saat ini Dokter Ardian memakai kemeja putih, celana hitam, dan songkok hitam di kepalanya. Semuanya serba sederhana, tidak ada yang istimewa. Ia duduk di depan pak penghulu untuk memulai akad nikah yang akan segera dilangsungkan. Semua anggota keluarga duduk mengelilinginya. Widia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Sedari tadi ia tidak bisa menahan senyum bahagia yang tersungging di bibirnya. Kini ia memakai kebaya putih terbaik yang dipersiapkannya. Tidak lupa sanggul serta bunga melati menghiasi kepalanya. Ia tidak menyangka bahwa sebentar lagi ia akan menjadi istri dari Ardian Raditya yang selama ini dicintainya. Sedangkan Citra duduk di belakang Dokter Ardian dengan memangku Nizam di pangkuannya. Dokter Ardian berpesan bahwa ia tidak mau jauh-jauh dari Nizam. Pak penghulu pun menjabat tangan Dokter Ardian dan memulai akad nikah dengan membaca data di buku nikah yang sudah dipersiapkan. “Saudara Ardian Raditya bin Aryo Raditya, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan saudari Citra Qirani binti almarhum Ahmad dengan mas kawin berupa seperangkat alat salat dan uang lima juta rupiah, tunai!” ucap pak penghulu. *** BAB 14 “Saya terima nikah dan kawinnya Citra Qirani binti almarhum Ahmad dengan mask kawin tersebut, tunai!” sahut Dokter Ardian dengan lantang. “SAH!” sahut Pak RT dan para tetangga hampir serempak. Senyum di bibir Widia tiba-tiba pudar. Wajahnya pun mendadak berubah menjadi pucat. Ia mengerutkan keningnya lantaran merasa bingung. Kenapa Dokter Ardian tidak menyebutkan namanya, tapi malah menyebut nama Citra. Begitu juga dengan kedua orang tua Dokter Ardian dan kedua orang tua Widia. Mereka juga sama bingungnya dengan semua kejadian ini. Jangankan mereka, Citra pun terkejut karena Dokter Ardian menyebut namanya beserta nama almarhum Bapaknya dengan benar. Padahal Citra tidak pernah memberitahu Dokter Ardian tentang keluarganya. Ia pun masih tidak percaya, bahwa kini ia sudah sah menjadi istri Dokter Ardian. Widia pun segera maju lalu mengecek buku nikah yang ada di depan pak penghulu. Betapa terkejutnya ia saat melihat bukan namanya yang tertulis di sana, melainkan nama Citra Qirani, pengasuh Nizam. “Apa-apaan ini?!” seru Widia. Ia tidak terima, marah, sekaligus malu karena merasa dipermainkan. Ia pun menatap Citra dengan tatapan yang sangat mematikan. Rasanya ia ingin mencekik Citra sekarang juga. Citra yang ditatap seperti itu menjadi ketakutan. Ia juga tidak tahu apa-apa dengan semua ini. “Assalamu’alaikum ….” Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita di ambang pintu. Semua mata pun menoleh ke arah sumber suara untuk melihat siapa yang datang. “Maaf, saya datang terlambat,” ucap wanita itu seraya berjalan mendekat. “Ibuk?!” panggil Citra ketika melihat wanita yang datang adalah Bu Ratna. Ia merasa sangat terkejut saat ini. Wanita itu pun mendekat ke arah Citra, dan Citra pun segera mengulurkan tangannya untuk mencium punggung tangan Ibunya. “Kamu cantik banget, Nak. Ibu sampai pangling,” kata Bu Ratna pada Citra. Saat ini Citra memakai kebaya putih yang diberikan Dokter Ardian tadi pagi. Kebaya itu adalah kebaya yang dipakai Nadia ketika akad pernikahannya dengan Dokter Ardian dulu. Wajah Citra pun dirias seperti keluarga yang lain atas permintaan Dokter Ardian. Dokter Ardian mengatakan bahwa Citra sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Jadi Citra tidak sungkan dan tidak curiga saat menerima dan memakai kebaya itu. “Selamat datang di rumah kami, Bu,” sapa Dokter Ardian dengan tersenyum lalu mencium punggung tangan Bu Ratna. “Jelaskan tentang semua ini, Yan!” seru Pak Agus, Papanya Widia. Dokter Ardian pun menatap Pak Agus dengan tersenyum. “Perkenalkan, ini Bu Ratna, Ibunya Citra sekaligus mertua saya yang baru, Pa,” tutur Dokter Ardian dengan tenang. “Ini benar-benar tidak lucu! Kamu sudah mempermalukan keluarga saya, Ardian!” seru Pak Agus lalu beranjak bangkit dari duduknya. “Widia, ayo kita pulang! Ardian benar-benar sudah mencoreng muka keluarga kita!” imbuh Pak Agus lalu berjalan meninggalkan acara dan keluar dari rumah Dokter Ardian. Widia dan Mamanya pun mengikuti Pak Agus keluar dari rumah Dokter Ardian. Setelah kepergian Pak Agus, Widia, dan Bu Ratih, pak penghulu pun meminta Dokter Ardian dan Citra untuk segera menandatangani surat nikah mereka. Setelah itu ia pamit undur diri karena harus menikahkan mempelai pengantin di tempat lainnya. “Dokter, bisa kita bicara sebentar?” pinta Citra. Ia butuh penjelasan tentang semua ini. “Nanti saja saya jelaskan semuanya. Sekarang masih banyak tamu,” balas Dokter Ardian dengan tersenyum. Namun berbeda dengan Citra. Tidak ada senyum sedikit pun yang tersungging di bibirnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD