Didalam mobil menuju bandara, Edgar dan Dira duduk dibelakang, mereka memakai supir pribadi.
"Aku sudah beli tiket pesawat," ucap Dira singkat karena dia masih sedikit kesal
"Biarin aja," balas Edgar santai
"Sayang biaya tiketnya gak bisa direfund,"
"Jangan ngeyel, liebe! Saat ini aku lagi gak mau debat sama kamu, salah satu anak kembarku lagi menungguku dirumah sakit," ujar Edgar dengan serius. Dia memanggil Dira dengan 'liebe' yang artinya sayang dalam bahasa Jerman. Dira terdiam mendengar ucapan Edgar, dia terharu dengan ucapan Edgar sebegitu besarnya dia cinta sama anak-anaknya walaupun bukan anak kandungnya. air matanya sudah mengambang di pelupuk matanya siap menetes sekali saja Dira mengedipkan matanya. Edgar tersenyum melihat Dira lalu dia memeluknya dengan erat, sekali lagi dira menangis dipelukan Edgar didadanya.
"Ssttt ... sudah Jangan menangis lagi," ucap Edgar sambil mengusap punggung Dira dan mengecup puncak kepala Dira. Tangan Dira melingkar dipinggang Edgar memeluknya.
Sampai tangis Dira berhenti mereka masih berpelukan, sampai tiba dibandara Edgar mengambil tisu yang ada di mobilnya lalu mengelap sisa air mata yang ada diwajah Dira lalu mereka turun.
"Kalau ada paparazi pasti mereka mengira aku kekerasan dalam rumah tangga kamu sampai kamu menangis seperti ini," ucap Edgar asal, dira meliriknya tajam lalu memukul lengan edgar.
"Aduh, itu menyakitkan, sayang," keluh Edgar
"Manja banget sih!" balas Dira
"Gak apa-apa manja sama istri sendiri," Edgar mengecup pipi Dira
"Siapa yang mau jadi istri kamu?" Goda Dira
"Banyak," jawab Edgar asal, mata Dira melotot langsung dia mencubit perut dan pinggang Edgar dengan gemas, mereka kejar-kejaran sampai dipesawat seperti anak kecil. Sampai didalam pesawat mereka masih tertawa terbahak-bahak.
"Huffff, sudah cukup, sekarang kamu duduk sini, sebentar lagi kita lepas landas," nafas keduanya masih memburu, Edgar menarik Dira duduk disebelahnya lalu memasangkan sabuk pengaman dipinggang Dira, sekali lagi Edgar mencium pipi Dira mesra lalu lanjut mengulum bibir Dira, ciuman mereka terlepas karena sang pilot menginformasikan kalau mereka akan lepas landas. Edgar membersihkan dengan ibu jarinya sisa saliva yang tersisa dibibir bawah Dira, dan dia mencium kembali bibir dira singkat.
"Ed," keluh Dira saat Edgar menciumnya kembali padahal pesawat sudah jalan dan mau lepas landas.
"Oke, oke, tapi tiba di Korea kamu harus bayar hutang kamu,"
"Hutang apa?"
"Seminggu kamu mengabaikan aku, diam seribu bahasa karena cemburu sama Vika,"
"Siapa yang mulai?"
"Vika,"
"Dasar! gak pernah mau disalahkan,"
"Memang Vika yang mulai, sayang, itu ide konyol dia,"
"Dan kamu lebih konyol dengan menyetujuinya,"
"Untuk meyakinkan hatiku awalnya,"
"Memangnya kamu gak yakin sama aku?"
"Kamu gak pernah mengungkapkan, mana aku tau,"
"Tiap hari aku siapin keperluan kamu, dari mulai pakaian makan minum, tiap hari aku support kamu, ada untuk kamu 24 jam, bersama kamu di Jerman, tiap hari kapanpun dimanapun kamu cium aku balas, tiap hari kamu sentuh aku dan aku biar kan,kecuali untuk yang satu itu nanti setelah kita menikah, aku kurang apa lagi?" Cerocos Dira
"Kurang ngomong cinta sama aku,"
"Oh my God babang Ed, malu sama umur lah, anak udah tiga"
"Tidak ada kata tua untuk mengungkapkan kata cinta, liebe," Edgar mau Dira mengungkapkan cintanya dengan kata-kata atau memanggilnya dengan panggilan khusus, selama ini edgar tidak pernah mendengar dari mulut Dira kata 'i Love you' atau semacamnya.
"Aku cinta kamu dan aku sayang kamu, Edgar Hedwing," ucap Dira, kedua tangannya merangkum wajah Edgar dengan jemarinya Dira mengusap pipi Edgar lembut, dengan tatapan penuh cinta Dira mengucapkannya.
Edgar tidak tahan dengan tatapan Dira, dia langsung menarik tengkuk Dira dan melahap bibir Dira yang sudah menjadi candunya itu, mengulumnya dengan kasar dan panas karen nafsunya sudah sampai ubun-ubun, didalam pesawat pribadi siapa yang mau lihat dan protes pikirnya.
___
SEOUL - KOREA
Tidak butuh waktu lama pesawat Jet pribadi milik Edgar mendarat di bandara, mereka turun dan langsung masuk kedalam mobil Dira yang sudah stand by menunggu kedatangan dira dan Edgar, dengan supir pribadinya mereka langsung meluncur kerumah sakit dimana Tobias dirawat, mobil Dira berhenti tepat didepan pintu lobby rumah sakit sang supir hanya drop majikannya lalu pergi mencari parkiran.
Edgar menuntun tangan Dira berlari kecil menuju kamar inap Tobias, mereka sudah dapat pesan dari Rhea dikamar mana Tobias dirawat, sampai di depan kamar VVIP Edgar menarik nafas panjang dan mengusap wajahnya yang kacau, dia mau masuk dengan wajah yang tenang.
Clek! ... pelan Edgar membuka pintu kamar itu agar tidak mengganggu orang yang didalamnya, mungkin Tobias sedang tidur takut mengganggu. Tapi nyatanya dia sedang bermain dengan saudara kembarnya dan cici Rhea.
"Papa Ed ..." teriak Tobias ketika melihat sosok Edgar memasuki kamar.
"Hei jagoan papa," balas Edgar dia langsung memeluk Tobias bergantian memeluk tobiah dan cici Rhea
"Mommy ..." teriak tobias ketika melihat mommynya dibelakang papa Ed-nya.
"Hai sayang ..." Dira juga memeluk Tobias lalu mencium kepala dan kedua pipi anaknya itu, tidak lupa pada Tobiah dan cici Rhea semua dapat pelukan dan ciuman dari Dira, Dira sebenarnya tidak mau menangis tapi air matanya sudah otomatis mengalir melihat anaknya ditempat tidur rumah sakit dengan selang infus dan perban di perut kecilnya.
Padahal edgar sudah wanti-wanti pada dira agar jangan menangis jika masuk kedalam, agar anak-anaknya tidak ikutan nagis terlebih Tobias dia butuh support bukan air mata. Tapi namanya seorang ibu hatinya pasti sedih melihat anaknya sakit.
Setelah bertemu dengan anak-anaknya dira dan edgar menyapa mami dan papi yang menemani disana.
"Bunda kemana mi?" Tanya Dira karena melihat rea tapi gak ada omah bundanya
"Bunda kamu lagi pulang dulu mengambil perlengkapan Rhea, katanya dia mau menemani adiknya disini.
"Mami dan papi sebaiknya pulang dan istirahat dirumah, kami sudah datang biar gantian kami yang jaga disini," pinta Dira
"Maaf kan mami, Dira. Mami tidak becus menjaga cucu mami sampai tobias sakit usus buntu dan harus operasi," mami merasa dirinya yang mengakibatkan cucunya sakit.
"Bukan salah mami Tobias sakit usus buntu, tidak ada yang mau sakit dan mami bukan juga menyebabnya, mami pasti sudah menjaga si kembar dengan sangat baik," ucap Dira sambil memeluk mami membesarkan hati mami kalau bukan salahnya Tobias sakit dan Dira tidak akan pernah menyalahkan mami.
"Sekarang papi sama mami pulang yah, istirahat dirumah nanti kesini lagi besok setelah istirahat cukup," Dira mengajak mampu dan papi kembali kerumah karena rumah sakit bukan tempat yang tepat untuk lansia.
Papi merangkul pundak mami mengajaknya keluar kamar inap Tobias, setelah mereka berpamitan dengan cucu-cucunya.
Edgar mengantar kedua orangtua Rae sampai lobby rumah sakit, sampai mereka memasuki mobil dengan supir pribadi mereka.
"Terima kasih nak Edgar," ucap papi sambil menepuk pundak Edgar lalu masuk kedalam mobil dan mobil itu melaju keluar area rumah sakit.
Edgar juga sudah menganggap kedua orang tua Rae menjadi orang tuanya juga, karena kedua orang tua Edgar meninggal sejak Edgar kecil dan belum merasakan kejayaan yang Edgar miliki sekarang.