IL. 2

1053 Words
Yudha pulang ke rumah dalam keadaan sangat letih dan cape, kini ia sedang memasuki rumah tua milik Bapak dan Ibu tempat ia di lahirkan dan di besarkan. Sosok Ibu Yudha kini tengah duduk di kasur sambil melipat pakaian Yudha yang di bawa pergi ke kota Jakarta lalu di masukannya ke dalam tas besar yang berisi barang-barang keperluan Yudha. Yudha yang melihat sang Ibu berada di dalam kamarnya pun segera menghampiri dan duduk di lantai yang berhadapan dengan sang Ibu yang kini sedang duduk di kasur Yudha sambil melipat pakaian Yudha dengan rapi. "Bu, maaf kalau keinginan Yudha ini sangat membuat Ibu marah dan kecewa." Ucap Yudha pelan dengan memegang tangan sang Ibu dengan erat. Ibu Yudha sontak menitihkan air matanya dengan penuh haru, rasanya ia berat untuk berpisah lama dan jauh dari sang putra satu-satunya yang ia miliki di dunia ini. Ibu Yudha tak terlalu mempersalahkan biaya untuk kuliah Yudha yang Ibu Yudha permasalahan adalah hatinya yang tak sanggup jauh dari sang Putra kesayanganya itu. "Nak, maafkan Ibu yang bodoh ini ya." Ucap Ibu Yudha cepat di sela-sela tangisnya. "Ngga Bu, Ibu ngga salah kok." Ucap Yudha cepat tak tega melihat sang Ibu yang kini sedang menangis di hadapannya. "Ibu, takut Yudha.. Ibu takut kamu nanti akan melupakan Ibu dan Ayah mu di desa ini seperti maling kundang." Ucap sang Ibu Yudha cepat dengan suara gemetaran sambil menangis itu. "Maling kundang? Bu, Yudha ngga akan melupakan Ibu dan Bapak.. ngga akan pernah!" Ucap Yudha lantang dengan wajah tegasnya itu. "Mungkin saat ini, bagaimana jika kamu sudah lama disana nak.. kehidupan kota lebih mengasikan dan membutakan seorang orang yang gila duniawi, Ibu takut kamu akan termasuk ke dalam golongan orang-orang disana." Ucap Ibu Yudha cepat dengan wajah khawatirnya itu. Yudha sontak menggelengkan kepalanya dengan cepat lalu berkata "Bu, didikan keras serta kepercayaan Ibu selama ini selalu tertanam jelas di pikiran dan hati Yudha.. Yudha ngga akan mampu terpedaya oleh kemilau kesenangan di kota besar itu, Bu." Ucap Yudha cepat dengan wajah seriusnya itu mencoba menyakinkan sang Ibu yang penuh dengan kekhawatiran itu. "Bagaimana jika kamu menemukan wanita disana? Ibu, ngga mau kamu nanti suka sama wanita yang tidak benar nak." Ucap sang Ibu Yudha kembali terdengar khawatir. "Ibu, Yudha sudah besar.. Yudha mampu membedakan orang baik dengan orang yang seharusnya Yudha hindari, Ibu tenang saja.. Yudha disana akan memikirkan tentang belajar dan berkerja! Yudha tidak akan mengenal wanita yang menurut pandangan Ibu tidak benar." Ucap Yudha cepat dengan wajah tersenyum penuh keyakinan itu. "Benar ya? Janji pada Ibu, kamu harus giat belajar disana dan pertahankan beasiswa mu nak.. kamu jangan dulu pacaran." Ucap Ibu Yudha tegas dengan wajah memperingatkan. "Iya Bu, Yudha janji." Ucap Yudha cepat dengan wajah seriusnya itu segera memeluk kaki sang Ibu dengan erat. Sang Ibu kemudian menjewer pelan satu telinga Yudha dan berkata "Eh, kamu belum membersihkan diri sejak pulang dari pasar kan? Pantas ada bau yang tak sedap dari tadi." Ucap Ibu Yudha cepat dengan wajah seriusnya itu mengendus bau badan yang putra yang kini super bau seperti bau bawang merah. "Hehehe, tadi Yudha baru aja jadi kuli angkat karung berisi bawang merah Bu." Ucap Yudha cepat dengan wajah tersenyum penuh jahilnya itu. "Ihh, jorok! Sana cepetan mandi dan makan malam." Ucap sang Ibu Yudha cepat segera memerintahkan sang putra untuk membersihkan dirinya. Yudha tertawa geli sebelum meninggalkan kamarnya dan menuju ke arah kamar mandi yang terletak tak jauh dari dapur ia pun segera membuka bajunya dan mulai mengguyur dirinya dengan air dingin agar semua rasa lelah dan letih di tubuhnya menjadi hilang dan merasa segar kembali. Setelah mandi dan memakai baju Yudha berjalan ke ruangan tv yang kini sedang menyala dan tentu saja sang Bapak Yudha kini tengah asik menonton pertandingan bola di salah satu channel yang cukup terkenal itu. Yudha duduk di sofa samping Bapaknya dengan diam sesekali ikut fokus menonton bola. "Yudha, kapan hari keberangkatan mu ke Jakarta." Ucap sang Bapak Yudha membuka percakapan karna memang Yudha adalah anak pendiam yang selalu saja susah untuk berbicara duluan atau pun mengajak ngobrol duluan bahkan kepada kedua orang tuanya sendiri. "Lusa, Pak.. Yudha akan naik bus ke Jakarta." Ucap Yudha cepat dengan wajah seriusnya itu menjawab sigap pertanyaan sang Bapak kandungnya itu. "Hm, sudah punya tiketnya?" Tanya Bapak Yudha kembali dengan pandangan penuh tanya. "Belum Pak, Yudha belum sempat pesan tadi.. lagi pula masih lusa Yudha berangkatnya." Ucap Yudha cepat dengan wajah tersenyum kecilnya itu. "Oh lusa ya, padahal Ibu mu sudah repot dari tadi pagi menyiapkan semua barang-barang mu dan memasukannya di tas besar yang ada di kamar mu itu.. katanya sih ngga suka kamu kuliah di Jakarta tapi sebenarnya Ibu mu itu hanya takut kamu masuk ke lingkungan yang tidak baik di sana, terlebih lagi kan Kota Jakarta itu kota besar dan bermacam orang tinggal disana." Ucap sang Bapak Yudha cepat berbicara pada putra tunggalnya yaitu Yudha. "Iya Pak, Yudha mengerti perasaan dan rasa khawatir Ibu pada Yudha.. Yudha akan janji dan menjaga diri Yudha dengan baik agar tak masuk ke lingkungan yang tak sehat seperti apa yang Ibu dan Bapak takutkan." Ucap Yudha cepat dengan wajah seriusnya itu. "Bagus kalau begitu nak, Bapak semakin tak ragu untuk mengizinkan kamu kuliah disana.. jaga kesehatan dan diri baik-baik, Kota Jakarta itu keras! Kamu harus pandai-pandai bergaul dengan orang yang sekiranya pendapat mu itu orang baik." Ucap Bapak Yudha cepat dengan wajah tersenyum kecilnya itu. "Iya, Pak.. Yudha akan selalu ingat pesan Bapak dan Ibu." Ucap Yudha cepat dengan wajah seriusnya itu. Malam hari Yudha termenung di dalam kamarnya sendiri, memikirkan nasibnya ke depan tentang bisakah ia hidup di kota besar seperti kota Jakarta. Yudha segera mengambil ponselnya dari atas meja di dekat tempat tidurnya dan mulai menyalakan ponselnya, tak begitu lama suara pesan masuk ke dalam ponsel Yudha. "Hai, Yudha.. ini aku Agas, apa kau jadi kuliah di sini?" Isi pesan masuk itu cepat dan segera di baca oleh Yudha. Agas adalah teman virtual alis teman online lewat aplikasi penambah teman, dari Agas lah Yudha dapat formulir pendaftaran beasiswa di universitas yang ternama di Jakarta itu. Walau pun tak pernah saling bertemu dan memperlihatkan wajah mereka masing-masing namun Agas dan Yudha berteman dengan baik seperti sekarang ini Agas mengirimi pesan lewat WA. "Iya, jadi Agas.. maaf baru balas, dan selamat malam." Isi pesan Yudha yang segea ia kirimkan ke ponsel Agas sang teman virtual alis onlinenya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD