Chapter 3 : Pertukaran Setara

1480 Words
Sebuah informasi rahasia yang tidak ingin diungkapkan Verx, terus ditanyakan oleh Alicia. Meskipun begitu, pemuda tersebut tetap tak mau menjawab walau sudah diimingi menggunakan berbagai hal. Alicia merasa kecewa, tetapi masih terus mendesak agar Verx menjawab pertanyaannya. “Mustahil, Alicia. Kau tidak akan pernah bisa mengorek rahasia itu dariku.” Tekad Verx sangat kuat dan tak mudah untuk digoyahkan. “Aku akan memberitahukan padamu tentang diriku atau apa pun itu jika kau mau menjawab pertanyaanku,” rengek Alicia, mencoba membujuk Verx. Dengan santainya, Verx berlalu melewati gadis itu sambil menggerutu, “Meskipun kau tahu asal usul dari para mahkluk aneh tadi, aku tak yakin kau dapat menghabisi mereka semua.” Alicia berbalik, mengejar Verx yang tengah berjalan menuju sebuah desa tak berpenghuni. Tulang-tulang berbagai mahkluk bertebaran di sana sini, tetapi Verx tetap melangkahkan kaki dengan santai. Alicia yang melihat semua itu merasa sedikit ngeri, lalu segera menyusul Verx. Keduanya berjalan dalam diam, Alicia memutuskan untuk menutup mulut karena merasa tak nyaman terhadap sekitar. Aroma busuk sedikit menusuk hidung. Rumah-rumah terlihat berantakan serta kumuh. Kemudian ada aura aneh yang terpancar dari sana. Gadis itu menelan ludah sambil terus menempel di punggung Verx. Jelas, pemuda tersebut merasa terganggu, tetapi masih membiarkan si gadis menempel pada dirinya. Sepertinya dia mengerti kalau keadaan ini sangat menakutkan jika pertama kali dilihat. Mungkin pernah terjadi hal mengerikan di sini sebelumnya, tetapi Alicia tidak mengetahui kebenarannya. Berjalan melintasi desa sunyi diterangi sinar rembulan, mereka akhirnya sampai pada sebuah jembatan yang menghubungkan dua buah tebing. Verx lantas melangkahkan kaki ke jembatan tersebut agar dapat sampai ke seberang sana. Angin malam berembus, para mahkluk aneh serta bau masih terus berjalan tanpa arah di bawah tempat kedua orang ini berpijak. Usai melewati jembatan, Verx membawa Alicia yang sedari tadi terus menempel di punggungnya, ke sebuah rumah tua berdinding kayu. Dia menghentikan langkah tepat di depan rumah tersebut sambil memasang wajah datar tanpa ekspresi. Bangunan itu adalah rumahnya, tempat dia bernaung di dalam hutan ini seorang diri sebab tak ada lagi orang selain dirinya. “Aku akan isthirahat di sini sekarang, tentukan keputusanmu untuk tetap tinggal bersamaku atau pergi menyusuri hutan seorang diri.” Melepaskan Alicia dari punggungnya, Verx menapakkan kaki ke teras rumahnya itu. Alicia termenung sesaat sembari menimbang keadaan. Jikalau ia segera pergi dari sini seorang diri, ada kemungkinan kalau para pria yang mengejarnya masih berada di dalam hutan ini. Namun, Verx juga belum tentu dapat dipercaya, sebab pemuda tersebut baru ditemuinya beberapa waktu lalu. Belum juga menemukan solusi, Alicia menghela napas lalu membulatkan tekad untuk menyatakan pilihan dengan hanya bermodalkan keberuntungan semata. “Baiklah, malam ini aku akan beristhirahat di dalam sana bersamamu. Awas saja kalau kau berani macam-macam padaku.” Walau enggan, gadis itu memilih pilihan ini karena merasa lebih aman. Tak menghiraukan sekitar, Verx membuka pintu rumah dan berjalan masuk. Ekspresinya tetap datar seolah kepribadian konyolnya telah hilang. “Aku tidak akan melakukan apa pun padamu. Masuklah!” Gadis itu merasa sedikit ragu untuk melangkahkan kaki, tetapi akhirnya masuk ke dalam rumah Verx dengan perasaan kacau. Sekarang ia tidak lagi memiliki pistol, karena senjata itu telah hilang setelah ditepis oleh Verx. Dan juga, pemuda yang ada di hadapannya ini sepertinya tidak bisa mati bagaimanapun ia menyerangnya. Dalam ruangan begitu gelap, berjalan beberapa langkah ke depan, Verx membuka jendela untuk membiarkan cahaya bulan masuk meneranginya. Dilihat dari mana pun, di sini tidak ada lentera yang bisa menerangi ruangan, dan hal ini membuat Alicia bergeming, tak mau masuk lebih jauh. “Ini memang sangat sederhana, aku bukanlah orang kaya atau mempunyai banyak harta. Rumah ini saja bukan milikku, tetapi milik orangtuaku yang telah tiada.” Verx masuk lebih jauh ke dalam rumah yang gelap gulita ini. Sementara itu, Alicia duduk pada kursi yang mengelilingi sebuah meja tepat di depan jendela, setelah menutup pintu. Matanya tak berhenti mengawasi sekitar, takut kalau Verx akan menyerangnya sekarang. Namun, pemuda yang dimaksud tak kunjung datang. Perasaan aneh pun menyelimuti benak Alicia. Tak lama, Verx datang dan hampir membuat Alicia melompat dari duduknya. Pemuda itu berhasil membuatnya terkejut karena mendadak datang. Dengan santai Verx duduk di samping Alicia tanpa mau menghiraukan reaksi gadis tersebut. “Hei, kau ingin mengetahui tentang mahkluk aneh yang mengincar kita tadi, kan?” tanya Verx. Alicia menjadi bingung, sebab tak menyangka kalau Verx akan berubah pikiran secepat ini. “Sungguh? Kau tidak sedang bercanda, kan?” Tentu Alicia akan waspada karena sejak tadi Verx menolak untuk menjawab, tetapi mendadak mau menjelaskan semuanya. *** Tiba-tiba mendengar Verx ingin mengatakan rahasia yang sedari tadi tidak mau ia ungkapan, pasti membuat Alicia bingung. Verx pun menghela napas berat, sesungguhnya ia juga tak ingin menyampaikan rahasianya. Namun, ada sesuatu hal yang mengganjal pikirannya jika informasi ini tidak diungkapkan pada siapa pun. Mengingat seluruh kerabat serta teman-temannya telah musnah. Ia khawatir kalau semisal dirinya tiada, dunia akan hancur. “Tentu aku tidak bercanda.” Sebenarnya telah lama sekali Verx mencari seseorang yang bisa dipercaya untuk menjaga rahasia ini, tetapi ia tidak bisa menemukannya. Kemudian Alicia datang secara tiba-tiba, Verx pun menganggap kalau orang yang selama ini dicarinya telah datang. “Kalau aku boleh tahu, mengapa orang abadi sepertimu mau memberikan informasi penting kepadaku secara gratis?” “Tidak ada yang abadi maupun gratis di dunia ini, asal kau tahu saja.” “Jadi?” Semua ini memang terlihat membingungkan, dan tampaknya Alicia tidak dapat mengerti sedikit pun. Jika memang yang dikatakan Verx benar adanya, bagaimana ia bisa hidup walau telah menerima banyak serangan? Bukankah itu artinya ia memang manusia abadi? Hm, apakah pilihanku benar dengan memilihnya sebagai penerus? Tapi, sekarang sudah tak ada calon lain lagi selain dia. Verx menjadi bingung untuk memutuskan, hingga dirinya terus bergeming sambil memutar otak. “Sebelum itu.” Kini Verx memasang raut wajah serius. “Ceritakan semua tentang dirimu padaku, Alicia.” “Kau kira aku akan masuk dalam perangkapmu?” balas Alicia karena tidak mempercayai Verx. “Jika aku menceritakan tentang diriku terlebih dahulu, aku ragu kau akan menceritakan tentang para makhluk aneh itu padaku.” Masih dengan nada datar, Verx membalas perkataan Alicia, “Ya, terserah padamu jika tidak percaya kata-kataku. Yang jelas, aku akan memberikan informasi tersebut jikalau kau memang pantas.” “Pantas, hah? Apakah kau ingin berkata jika aku bukanlah salah satu dari para petinggi kerajaan yang korup itu, maka informasi tersebut tak pantas kuketahui?” Dengan nada tinggi, Alicia melontarkan kalimat tersebut. Sebuah senyum tipis terbentuk di bibir Verx. “Justru sebaliknya. Informasi ini tidak boleh sampai terdengar ke telinga mereka.” Mendengar pernyataan tersebut membuat Alicia tersentak. Dia tidak menyangka akan seperti ini akhirnya. Namun, gadis itu tidak lengah sedikit pun, karena ada kemungkinan kalau Verx akan menjebaknya. “Aku tak yakin. Bagaimana bisa kau tidak bersekutu dengan mereka semua?” Verx menghela napas sejenak. “Kalau saja kami berteman baik dengan mereka, desa kecil kami takkan bisa hancur seperti yang kau lihat.” “Ja ... jadi ....” Mata Alicia terbelalak lebar, menunjukkan betapa terkejutnya dia mendengar ucapan Verx. “Maksudmu, desa yang kita lewati tadi hancur karena perselisihan kalian? Aku tak pernah mendengarnya.” Oh begitu, pikir Verx. Ia dapat membaca kalau Alicia ini bukanlah seorang warga biasa, bisa dikatakan, dirinya tampak seperti tentara atau paling tidak orang yang bertugas di bidang keamanan. “Baiklah, kurang lebih kau berhianat setelah mengetahui kalau para petinggi kerajaan ini adalah kaum koruptor.” Nada suara Verx tetap datar. “Benar, kan?” Alicia berdiri sambil menggertakan gigi. Mungkin dia bingung bagaimana Verx bisa mengetahuinya. Namun Alicia tetap mempersiapkan diri untuk bertarung. Suasana menjadi sunyi, di luar sana angin tengah berembus, membawa dedaunan melayang ke udara. Pandangan Alicia tak lepas dari Verx yang sekarang duduk dengan tenang. “Kau pasti bertanya-tanya kenapa aku bisa mengetahuinya, kan?” Bosan akan keadaan, Verx menguap sebelum akhirnya menjelaskan. “Ini hanya tebakan, tapi kuharap semuanya benar. Dulu kau bergabung ke dalam militer karena kagum serta ingin menegakkan keadilan. Tapi, setelah beberapa waktu, kau menyadari ada yang tidak beres, lalu memutuskan untuk menyelidiki. Dari sana kau menemukan sesuatu hal, kemudian atasanmu yang korup mengetahuinya dan memfitnahmu.” Kali ini mulut Alicia menganga lebar. Sekujur tubuhnya langsung kaku bersamaan dengan detak jantungnya yang kian meningkat setiap saat. Semua pernyataan Verx hampir benar adanya, Alicia sungguh tak menyangka identitas aslinya dapat terungkap sekarang. “Bagaimana kau bisa mengetahuinya?” tanya Alicia dengan suara gemetar. “Sangat mudah. Kau jatuh dari tebing dengan napas yang tak karuan. Awalnya kukira kau ingin bunuh diri, makanya kuselamatkan. Lalu, tanpa sepengetahuanku, kau ternyata membawa senjata dibalik pakaianmu. Itu membuktikan—walaupun tidak memakai seragam—kau adalah seorang prajurit, sebab hanya mereka yang diperbolehkan menggunakan pistol. Dan, yang paling mencolok, celanamu itu.” Sesaat kemudian, Alicia baru tersadar kalau ternyata dirinya memakai celana tugas. Pantas saja tebakan Verx tentang dirinya benar. Tak berlama-lama melirik celananya, Alicia kembali mengarahkan pandangan tajam pada Verx. “Lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang?” “Hanya hal sederhana, mari kita melakukan pertukaran setara.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD