Chapter 2 : Malam yang Dingin Bersama Seorang Gadis

1076 Words
Kejadian yang belum pernah dipikirkan Verx, kini terjadi. Seorang gadis cantik mau menemaninya mengarungi malam panjang di bawah sinar rembulan. Meskipun tak ada hal yang ingin dilakukan oleh Verx sekarang. Dan, suasana tetap sunyi sama seperti waktu ia seorang diri. Mereka berdua menyalakan sebuah api unggun untuk menghangatkan tubuh. Ternyata, di balik pakaian Alicia terdapat barang berguna seperti korek api, pistol, juga sebilah pisau pendek, sehingga membuat api bukanlah hal sulit. Beberapa saat kemudian, Alicia memulai percakapan dengan melontarkan sebuah pertanyaan sederhana, “Jadi, bisakah kau melanjutkan penjelasanmu mengenai monster yang kausebutkan tadi?” “Sekarang aku lelah, bagimana kalau kita tunda sampai besok pagi saja?” Verx menguap, karena sedari tadi terlalu banyak berpikir, otak pemuda tersebut menjadi lelah, dan berefek pada tubuhnya. “Selain itu, kau juga belum menceritakan tentang dirimu yang sebenarnya, Nona.” Dengan sangat santai, Verx berbaring di atas tanah keras serta gersang ini. “Tidak ada untungnya aku menceritakan tentang diriku padamu,” bantah Alicia. “Kalau begitu kita sama. Aku juga tidak diberikan sebuah keuntungan saat memberitahukan sebuah informasi berhargaku padamu, Nona.” Alicia segera bangkit dan mengarahkan pistol di tangannya pada Verx. Namun, pemuda tersebut tidak bergerak sedikit pun. Saking bosannya, ia bahkan sampai menguap. “Jika kau tidak memberitahuku tentang monster yang kausebutkan. Jangan salahkan aku membunuhmu sekarang juga,” ancam si gadis dengan nada tegas. “Wah, sangat menyeramkan, aku takut, tolong ampuni diriku, maka akan kuberitahukan apa yang kau mau,” ejek Verx. “Kau ingin aku mengucapkan kalimat itu, kan? Tapi sangat disayangkan, hal tersebut mustahil.” Beberapa suara tembakan menggema, kepala Verx kini berlubang akibat serangan dari Alicia. “Kaupikir aku akan berbaik hati padamu? Lucu sekali!” Melihat begitu tenangnya gadis itu, dapat membuktikan kalau bukan pertama kali dia melakukan hal ini. Usai menghabisi lawannya, Alicia pun bergegas pergi ke tempat lain. “Mau ke mana, Nona? Jangan terburu-buru, aku masih belum mati.” Suara tersebut membuat Alicia mematung kaku, matanya terbelalak lebar, tidak percaya pada kenyataan ini. Sambil mengarahkan pistolnya ke depan, dia berbalik. Jantung gadis itu berdegup kencang, tangannya bergetar seakan tak sanggup memegang pistol yang diarahkannya. Bagaimana tidak? Verx yang sudah jelas terluka parah akibat tembakan, malah berdiri tegak menghadap ke arahnya tanpa ada luka sedikit pun. Sekujur tubuh Alicia gemetar bagai melihat hantu, tetapi apa yang dilihatnya bukanlah hantu. Keringat pun membasuh habis dirinya. “Ke ... kenapa kau bisa masih hidup?” tanya Alicia. Verx terlihat cuek sambil menyangga dagu menggunakan tangan kanan seperti sedang berpikir. “Bagaimana ya? Sebagai satu informasi saja, bunuh diri adalah hobiku.” Dengan penuh rasa bangga serta senyum, ia mengatakan kalimat itu. Ketegangan yang dirasakan oleh Alicia langsung sirna karena tingkah konyol Verx. Dia benar-benar tak menyangka kalau pemuda di hadapannya ini adalah orang aneh. “Kau sangat membanggakan hobimu itu, ya?” Tanpa sadar Alicia menembakkan pistolnya beberapa kali ke arah Verx, ketika pemuda tersebut mendadak berlari secepat kilat mendekatinya. Tak menggubris sebanyak apa pun peluru yang menyerangnya, Verx masih melesat dengan cepat. Luka di tubuhnya memang terasa sakit, tetapi tidak ia pedulikan. “Eh?” Pistol di tangan Alicia terlempar ke atas karena ditepis oleh Verx. “Maaf saja, masih terlalu dini bagimu untuk mengalahkan aku,” ucap Verx sambil memeluk tubuh Alicia yang hampir jatuh karena terkejut. “Sekarang, bisakah kau mengatakan asal usulmu?” Wajah Alicia langsung memerah, dan mulutnya tidak dapat mengucapkan apa-apa. Demikian juga dengan Verx, pemuda itu hanya terus bergeming sambil menatap mata Alicia. “A-anu ....” “Apa?” “Tu-tubuhmu terlalu dekat ....” Alicia mengangkat kedua tangan untuk menutupi wajahnya yang sudah sangat merah. Seketika itu, wajah Verx langsung memerah juga dan segera melepaskan pelukannya. “Maafkan aku!” Akibat sangat menyesal, pemuda itu langsung bersujud di tanah. “He-hei! Apa yang kaulakukan?” Telapak tangan Alicia lambaikan pada Verx. “Hentikan! Itu memalukan!” “Eh?” Jelas Verx jadi melongo melihat situasi ini, sebab ia yakin kalau dirinya pasti akan ditendang tadi. Tiba-tiba, suara jeritan yang begitu nyaring menggema. Verx pun langsung berdiri dan menerawang sekitar. “Tampaknya keributan tadi telah membangunkan para monster itu.” “Apa maksudmu?” Tidak mengerti akan keadaan, Alicia hanya bisa bertanya pada Verx. Tak lama, sesosok makhluk seperti manusia, tetapi berbau busuk serta berkulit hitam keriput, datang perlahan ke arah mereka berdua. Dari sini Verx langsung mengambil inisiatif dengan menarik tangan Alicia lalu membawanya berlari sejauh mungkin dari para mahkluk itu. Alicia sempat mematung kaku, tak percaya pada situasi ini. Namun, Verx berhasil menyadarkannya kembali. Mahkluk-mahkluk tadi mengeluarkan bunyi aneh dari kerongkongan kering mereka sembari berjalan perlahan dengan tangan terulur. Jika diendus dari jarak dekat, bau badan mereka sangat busuk seperti bangkai. Satu per satu mereka keluar dari dalam sebuah gua setelah mendengar beberapa tembakan yang ditembakkan oleh Alicia. Sementara itu, Verx dan Alicia terus berlari dengan napas terengah. Keduanya melangkah secepat mungkin agar dapat segera menghindar. Mendadak, kaki Alicia tersandung karena tak mampu mengimbangi Verx. Beruntung, si pemuda sigap menangkap gadis itu. “Merepotkan! Sebaiknya kau tetap diam dan jangan bergerak!” Verx segera menggendong Alicia bagaikan tuan puteri, lalu berlari sekuat tenaga menyebrangi sungai yang dangkal. Sampai di seberang, Verx bergegas menyusuri pinggir ngarai hingga akhirnya menemukan sebuah lahan miring untuk mencapai tebing di atas sana. Sedari tadi suasana begitu berisik karena Alicia terus meminta untuk diturunkan, tetapi Verx berhasil membungkam mulut gadis itu dengan satu kalimat, “Diam! Atau aku akan melemparkanmu ke arah para makhluk itu.” Mendaki sekuat tenaga, mereka akhirnya sampai ke sisi tebing. Napas Verx begitu terengah. Ia pun langsung menurunkan Alicia dari gendongannya sembari mengatur tarikan napas. “Adu-du-du-duh, pinggangku serasa ingin patah.” Saat kalimat itu diucapkan Verx, kening Alicia langsung berkerut dan tangannya mengepal. “Apa kau ingin bilang kalau aku ini berat, hah?” “Ti ... tidak.” Tubuh Verx menggigil ketika melihat raut wajah Alicia. “Bukan itu maksudku.” “Ya, baiklah.” Alicia menghela napas, dan akhirnya dia menjadi tenang kembali. “Omong-omong, terima kasih sudah menyelamatkan nyawaku ... dua kali.” Mengatakan kalimat tersebut sambil memutar rambut, membuat Alicia terlihat begitu manis. Verx sempat terpukau melihat keimutan Alicia, sampai-sampai matanya tak berpaling darinya. “Apa yang kaulihat, dasar m***m?!” Sebuah tamparan mendarat di pipi Verx bersamaan dengan teriakan gadis itu. Aku menyesal telah terpesona dengan keimutannya yang hanya bertahan sesaat, pikir Verx yang telah berlinang air mata penyesalan. Saat itu, Alicia langsung teringat akan sesuatu hal. “Ada yang ingin kutanyakan padamu, Verx.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD