10. BELI CINCIN
Ocha berpamitan pada Reno dan Lena tak lupa ia juga mencium tangan Reno dan Lena saat hendak pergi bersama Raffa. "Aku pergi dulu ya, Mah, Pah," ucap Ocha setelah mencium tangan Reno dan Lena.
"Hati-hati," balas Lena dan Reno bersamaan.
"Saya juga," ucap Raffa lalu mencium tangan kedua orang tua Ocha.
"Jangan formal gitu ngomongnya, biasa aja oke," ujar Reno dan dibalas anggukan kepala oleh Raffa.
Setelah itu Raffa dan Ocha langsung masuk ke dalam mobil Raffa, namun kali ini Raffa tak lagi membukakan pintu untuk Ocha.
"Balik lagi jadi cold nih guru," batin Ocha dan menutup kembali pintu mobilnya setelah ia masuk kedalam.
Raffa menutup pintu mobilnya lalu mengendarainya menuju toko perhiasan untuk memilih-milih cincin pernikahan mereka. Suasana di dalam mobil begitu canggung dan menjadikannya begitu hening karena keduanya tak mengeluarkan suara kecuali deheman kecil Raffa.
*********
Tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di toko perhiasan itu, cukup sepuluh menit dan akhirnya Raffa sampai di sana bersama Ocha. Ocha membuka pintu mobilnya dan keluar setelah mobil Raffa berhenti dan terparkir manis di parkiran toko itu.
"Ayo," ajak Raffa lalu berjalan beriringan dengan Ocha.
Banyak tatapan mata yang melirik ke arah Raffa bahkan ada yang terang-terangan melihat ke arah Raffa yang memiliki wajah yang tampan dan tegas.
"Jelalatan banget sih tuh cewek, minta gue colok kali tuh matanya ya... Eh kok gue jadi sensi gini sih, biarin aja dia diliatin apa urusannya sama gue?" batin Ocha.
"Hei mau kemana kamu?" ujar Raffa saat ia berhenti tapi Ocha malah terus berjalan lurus.
"Eh," gara-gara melamun, Ocha jadi tidak pokus berjalan. Ocha segera memutar balik lalu berjalan ke tempat Raffa berhenti.
"Mangkannya jangan melamun, pilih yang kamu suka," ucap Raffa pada Ocha. Ocha menatap semua cincin yang begitu indah di hadapannya lalu menggelengkan kepalanya saat melihat satu-satu cincin itu.
Pandangannya terhenti saat melihat cincin couple yang begitu sederhana tapi elegant dan tak terlalu ramai. Itu langsung membuatnya tertarik dan menyukainya.
"Mbak bisa liat yang ini?" ujar Ocha sembari menunjuk cincin yang begitu menarik perhatiannya.
Sedangkan Raffa ia sudah menduga Ocha akan memilih cincin yang sederhana itu, karena ia tau Ocha bukan orang yang sombong dan ria walaupun ia berasal dari keluarga kaya.
"Bapak suka gak yang ini?" tanya Ocha sembari menunjukan cincin yang dipilihnya pada Raffa.
Raffa menganggukan kepalanya dua kali sebagai jawabannya.
Ocha memberikan cincin itu pada pelayan tadi untuk dimasukan ke dalam kotak beludru kecil berwarna merah.
"Ayahnya ya, Mbak?" tanya pelayan itu tiba-tiba saat hendak memasukan cincin itu ke dalam kotak beludru.
"Bu-bukan dia calon suami saya," ucap Ocha saat melihat wajah Raffa yang datar.
"Maaf, Mbak, kirain saya ayahnya. Soalnya Mbak kaya masih SMA," ucap pelayan itu tak enak hati lalu menyerahkan kotak beludru itu pada Ocha.
"Saya emang masih SMA, jadi totalnya berapa, Mbak?" tanya Ocha setelah menerima kotak beludru itu.
"Empat juta delapan ratus dua puluh ribu, Mbak?" balas pelayan itu setelah sadar dari keterkejutannya.
"Ini," ucap Raffa lalu memberikan kartu ATMnya pada pelayan itu.
Pelayan itu mengambil kartu ATMnya dengan takut saat Raffa menatapnya dengan pandangan dingin menusuk. Pelayan itu menyerahkan kembali kartu ATM Raffa setelah selesai melakukan pembayarannya.
"Terima kasih sudah datang ke toko kami," ucap pelayan itu.
Setelah menyimpan kembali kartu ATMnya, Raffa segera berjalan meninggalkan toko itu bersama Ocha.
Ocha berusaha menyesuaikan langkahnya dengan Raffa yang berjalan lumayan cepat.
"Ih, Bapak bisa pelan-pelan gak sih jalannya? Cape tau!" kesal Ocha karena cape dan itunya juga merasa sakit kembali saat berjalan terlalu cepat.
Raffa menghentikan langkahnya lalu menatap Ocha yang berada di belakangnya. "Kamu yang lama jalannya, kaki pendek," ucap Raffa dan mengecilkan ucapan terakhirnya.
"Bapak ngeledek saya pendek? Mentang-mentang tinggi kaya jerapah, nabrak pintu tau rasa tuh jidat!" ucap Ocha kesal karena mendengar ejekan secara tidak langsung Raffa.
Telinga Ocha masih jeli jadi ia masih bisa mendengar ucapan kecil Raffa yang secara tidak langsung mengatainya pendek, padahal ia tak begitu pendek, tinggi badannya hanya sebatas d**a Raffa saja.
"Saya hanya bilang sesuai faktanya kenapa kamu marah?" balas Raffa dengan wajah datarnya.
"Ish dasar guru rese!" kesal Ocha lalu berjalan duluan menuju parkiran meninggalkan Raffa.
Tanpa Ocha sadari diam-diam Raffa tersenyum kecil saat melihat wajah kesal Ocha. "Lucu," gumam Raffa lalu berjalan menyusul Ocha.
********
Ocha yang hendak membuka pintu mobil Raffa terhenti saat pintu mobilnya terkunci "b**o, kan mobilnya masih dikunci sama tuh guru," ujar Ocha dan menepuk jidatnya sendiri.
"Kenapa tidak masuk?" tanya Raffa setelah sampai di parkiran dan mendapati Ocha yang malah berdiri di samping mobilnya.
"Bapak tuh orang apa bukan sih? Gimana saya mau masuk kalo pintu mobilnya masih bapak kunci?"
"Oh."
Ingin rasanya Ocha menyakar wajah tampan calon suaminya itu dengan kuku panjangnya tapi apalah dayanya.
Raffa mengambil kunci mobilnya dan membukanya tanpa berbicara sedikit pun. Ocha segera masuk ke dalam mobil dan duduk dengan tenang, biarkan saja ia dikira songong karena masuk duluan mendului yang punyanya.
Melihat Ocha sudah masuk mobil, Raffa pun segera masuk kemobilnya dan mulai menjalankan mobilnya tanpa berkata apapun ataupun meminta maaf karena telah membuat Ocha kesal.
"Belum jadi suami tapi udah ngeselin, gimana entar," batin Ocha lalu memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil saat Raffa meliriknya.
"Kenapa belok kiri?" tanya Ocha saat Raffa membelokan mobilnya ke kiri bukan ke kanan jalan pulang ke rumahnya.
"Saya laper," balas Raffa datar tanpa ekspresi.
Ocha menghela napasnya, ia kira Raffa akan menculiknya dan membawanya jauh dari Indonesia tapi itu hanya pikiran bodohnya saja.
"Jangan berpikir saya akan menculik kamu," ucap Raffa tiba-tiba dan langsung mengagetkan Ocha.
Bagimana Raffa bisa tau apa yang ada di pikirannya?
"Gi-gimana bapak bisa tau?" tanya Ocha lalu mengalihkan pandangannya ke arah Raffa yang fokus menyetir mobil.
Raffa melihat sebentar kepada Ocha yang menatapnya lalu mengangkat bahunya acuh.
"Aneh," gumam Ocha lalu mengalihkan pandangannya kembali ke arah jendela dan menatap jalanan.
Mobil Raffa berhenti disalah satu parkiran restauran yang terbilang cukup mewah. Ocha dan Raffa turun dari mobil lalu berjalan masuk ke dalam restauran itu dan memesan makanan setelah memilih meja yang berada dekat jendela restauran.
"Silahkan mau pesan apa Mas, Mbak?" tanya seorang pelayan wanita restauran itu sembari memberikan buku menunya.
"Salad dengan jus jeruk. Pesan apa kamu?" ujar Raffa lalu memberikan buku menunya pada Ocha.
"Emm saya jus alpukat sama burger aja," ucap Ocha.
Pelayan wanita itu mengangguk lalu berjalan mininggalkan meja Raffa dan Ocha untuk menyiapkan pesanan mereka. Ocha menatap sekelilingnya untuk menghilangkan rasa bosannya selama menunggu pesanannya datang. Sedangkan Raffa ia hanya diam dan memainkan ponselnya untuk mengecek apakan ada e-mail yang masuk atau tidak.
Pelayan wanita itu kembali dengan membawa pesanan Ocha dan Raffa, setelahnya menaruh pesanannya dimeja. "Silahkan dinikmati," ucap pelayan itu sopan kemudian pergi untuk melayani tamu restauran yang lainnya.
Ocha mengambil jus alpukatnya lalu meminumnya sedikit kemudian menaruhnya kembali setelah itu mulai memakan burger yang ia pesan.
"Bapak vegetarian ya?" tanya Ocha saat Raffa memakan saladnya.
Raffa mengangkat satu alisnya mendengar ucapan Ocha. "Tidak."
"Terus kenapa makannya cuman sayur doang?" tidak tau kenapa Ocha hari ini banyak bicara terhadap Raffa, entah dirinya menyadarinya atau tidak.
"Memangnya salah? Bukannya makan sayur itu baik? Dari pada burger," tanya balik Raffa dan berhasil membuat bibir Ocha bungkam tak bisa menjawab.
*******
Setelah mengisi perut mereka, Ocha dan Raffa memutuskan untuk pulang karena hari sudah mulai sore. Di perjalanan pulang mengantarkan Ocha hanya ada keheningan yang menyelimuti suasa dalam mobil, Raffa melirik Ocha yang duduk di sampingnya lalu tersenyum Kecil saat melihat Ocha yang ternyata sedang tertidur.
"Kerbau," ucap Raffa pelan dan terkekeh saat mendengar dengkuran halus Ocha.
Setelah sampai di rumah Ocha, Raffa segera keluar dan berjalan memutar kemudian membuka pintu mobilnya. Ia menggendong Ocha dengan ala bridal style kemudian membawanya masuk ke dalam rumah.
"Lho, Ochanya kenapa?" tanya Lena saat melihat Raffa yang menggendong Ocha putrinya.
"Ketiduran."
"Kalo gitu langsung bawa ke kamarnya aja."
Raffa mengangguk lalu berjalan di belakang Lena dan menaiki tangga menuju kamar Ocha.
Lena membuka pintu kamar Ocha setelah itu masuk. "Baringin disini Nak Raffa," ucap Lena yang diangguki Raffa kemudian menaruh tubuh Ocha di atas kasur dengan hati-hati.
"Makasih ya, Nak Raffa, jadi ngerepotin. Pasti berat ya Ocha?"
"Tidak terlalu," balas Raffa kemudian pamit untuk pulang pada Lena.
"Kalo gitu saya pulang dulu," pamit Raffa lalu mencium tangan Lena.
"Iya, hati-hati," balas Lena setelah itu Raffa langsung pergi keluar dari kamar Ocha dan pulang.
Lena melepaskan tas selempangan Ocha yang masih terpakai lalu menaruhnya di narkas, kemudian melepaskan sepatu Ocha lalu menyelimutinya. Setelahnya mencium pilipis Ocha lalu berjalan keluar dari kamar Ocha dan menutup kembali pintunya.
Tak lama setelah Lena keluar dari kamar Ocha, Ocha terbangun dan menatap sekelilingnya. "Lho bukannya gue tadi tidur di mobil tuh guru? Kenapa sekarang malah dikamar?" bingungnya.
Tapi kemudian ia mengangkat bahunya acuh, bisa saja Papanya yang membawanya kekamar atau mungkin juga Raffa yang membawanya. Tak mau ambil pusing, Ocha kembali membaringkan tubuhnya dan tidur kembali.