5.AWAL SEMUANYA
Ocha menatap pintu kamar hotel dengan nomor 33, tapi karena matanya sedikit berkunang-kunang, ia pikir nomor 33 itu adalah nomor 333 seperti yang Adit bilang. Dan sangat kebetulan sekali, saat Ocha membuka pintu kamar hotel itu, pintunya tak terkunci.
Ocha masuk kedalam kamar itu, kemudian menutupnya kembali dan menguncinya. Kaki jenjangnya melangkah lunglai menuju tempat tidur yang kosong, ia membaringkan tubuhnya di sana.
Namun tiba-tiba saja, seorang laki-laki berperawakan tinggi keluar dari dalam kamar mandi hanya memakai handuk putih yang melilit di pinggangnya. Mata elang laki-laki itu tiba-tiba saja menajam saat melihat seorang gadis yang berbaring di atas ranjangnya.
Takut jika itu hanya ilusinya, laki-laki itu berjalan mendekat untuk memastikan kalo Ocha itu hanya khayalannya saja atau bukan. Ia terlonjak kaget saat Ocha tiba-tiba saja bangun dan merancau kepanasan.
"Panas, AC nya mati atau gimana sih?" rancau Ocha seraya membuka bajunya. Ia hanya menyisakan celana pendek dan tangtop berwarna hitam yang menutup tubuhnya.
"Dia," gumam laki-laki itu yang tak lain adalah Raffa.
Ya, laki-laki itu Adalah Raffa, guru sekaligus wali kelas Ocha sendiri. Karena bajunya tadi terkena tumpahan sup, Raffa memutuskan untuk Membersihkan dirinya di hotel. Tapi saat ia keluar dari kamar mandi, dirinya malah melihat penampakan di atas kasurnya dan penampakan itu ternyata adalah Ocha, anak muridnya sendiri.
Tapi entah kenapa, dimata Raffa saat ini Ocha seperti wanita dewasa dengan rambutnya yang disanggul dan sedikit berantakan. Ditambah lagi, pakaian yang Ocha hanya pakai saat ini mampu membuat imannya tergoyah.
Raffa menggelengkan kepalanya saat pikiran liarnya mulai keluar saat melihat penampilan Ocha. Raffa buru-buru menghentikan Ocha saat hendak melepaskan sisa pakaiannya.
"Apa yang dia lakukan?" gumam Raffa setelah menghentikan Ocha.
"Ba-pak?" racau Ocha saat melihat Raffa di hadapannya.
"Bapak ngapain disini? Duh panas~" Ocha terus meracau dan mengeluh akan panas yang menjalar di sekujur tubuhnya.
Belum sempat Raffa menjawab pertanyaan Ocha, tapi Ocha lebih dulu memeluk tubuhnya. "Hei apa yang kamu lakukan?" kaget Raffa saat tiba-tiba saja Ocha memeluk tubuh telanjangnya.
"Panas~"
Jantung Raffa mulai berdetak tak karuan,ditambah lagi keringat yang mulai keluar dari tubuh Raffa saat Ocha menyentuh halus kulit dadanya.
Tapi anehnya, saat Ocha menyentuh Raffa, panas di tubuhnya agak menghilang dan tak telalu panas, tapi saat ia tak menyentuh Raffa, panas itu kembali lagi.
Sebagai laki-laki normal tentu saja hal yang dilakukan Ocha sangat menggoda nafsunya. Tapi ia harus bisa menahan nafsunya agar tidak menghancurkan masa depan seseorang yang masa depannya masih panjang.
"Saya mohon hentikan itu, sebelum semuanya terlambat," ucap Raffa seraya berusaha menyingkirkan tangan Ocha yang bergerak nakal di tubuhnya.
Baru saja Raffa akan pergi, buru-buru Ocha mencekal ujung handuk yang melilit di pinggang Raffa, pandangan sayu Ocha menatap manik mata Raffa.
Raffa menelan ludahnya saat Ocha menjilat lidah bawahnya sendiri. Entah dorongan setan dari mana, Raffa kembali duduk disamping Ocha lalu langsung saja mencium bibir mungil Ocha yang begitu menggodanya.
Tanpa sungkan Ocha membalas ciuman Raffa, ciuman yang awalnya biasa saja lama-kelamaan mulai panas. Ciuman itu turun keleher jenjang Ocha dan meninggalkan jejak kepemilikan di sana.
Naluri laki-laki Raffa mulai keluar dan menjadikannya liar. Ia terus mencumbui tubuh Ocha. Raffa tau Ocha melakukan hal ini tanpa sadar karena di bawah pengaruh obat, sudah terlihat jelas dari pandangan sayu yang tepancar dari mata Ocha.
Ocha melenguh saat Raffa menghisap dan menggigit-gigit kecil leher jenjangnya. Mata Raffa sudah digelapkan oleh nafsunya yang begitu besar, ia tidak bisa berpikir jernih lagi akan apa yang dilakukannya saat ini.
Posisi yang saat ini keduanya alami begitu intim, yaitu Raffa yang berada diatas tubuh Ocha. Raffa menatap wajah sayu Ocha yang berada di bawahnya kemudian mencium bibir Ocha yang begitu manis baginya.
"Maafkan saya," bisik Raffa tepat di telinga Ocha setelah melepaskan pagutan bibirnya dari bibir Ocha.
"Saya berjanji akan bertanggung jawab," bisik Raffa lagi, lalu kembali melanjutkan aksinya.
Raffa melepaskan handuk yang melilit pinggangnya lalu melemparnya kesembarangan arah. Jadi kali ini Raffa benar-benar neked, tanpa sehelai benang pun. Dengan hati-hati Raffa mulai melepaskan sisa pakaian yang melekat di tubuh Ocha.
Setelah melepaskan semua pakaian Ocha, Raffa kembali menciumi tubuh neked Ocha hingga pada akhirnya malam itu juga persatuan tubuh Raffa dan Ocha yang seharusnya tidak terjadi pun terjadi. Tidak hanya sekali, Raffa melakukannya berkali-kali hingga akhirnya mereka tertidur dengan Raffa yang memeluk tubuh Ocha.