PROMISE

961 Words
6. PRIMISE   Sinar matahari mulai masuk ke dalam celah gorden kamar hotel dan menyorot sepasang orang yang sedang tidur dengan posisi pria yang sedang memeluk seorang wanita dari belakang. Mereka adalah Raffa dan Ocha, keduanya masih sama-sama terlelap dalam alam mimpi yang indah.   Perlahan kelopak mata Ocha mulai terbuka. Ketika Ocha akan bangun dari tidurnya, ia merasa seperti ada yang menimpa pinggangnya. Ocha melihat apa yang menimpanya ternyata lengan kokoh besar yang menimpa pinggangnya. Ia membulatkan matanya kemudian melirik ke samping dimana Raffa yang masih terlelap tidur dengan bertelanjang d**a. Jantung Ocha berdetak tak karuan saat melihat Raffa yang tidur di sampingnya dan tak menggunakan baju.   Ocha segera melihat ke tubuhnya dan tubuhnya sama sekali tak memakai sehelai benang pun. Ocha menatap sekeliling kamar yang berantakan dimana semua pakaiannya berhamburan dimana-mana. Baru saja Ocha akan bangun dari tempat tidur, tapi nyeri dibagian bawahnya langsung terasa. Hal itu membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke lantai kamar.   Ocha segera menarik selimut kemudian menyelimuti tubuh polosnya. Kepalanya sedikit pusing ketika ia berusaha untuk mengingat apa yang terjadi kepadanya tadi malam.   Saat Ocha hendak berdiri, tiba-tiba saja bagian bawahnya kembali sakit dan membuatnya lemas hinngga tak kuat untuk menahan tubuhnya sendiri. Mata Ocha mulai berkaca-kaca, pikirannya sudah tak bisa berpikir jernih lagi atas apa yang terjadi padanya.   "Ini gak mungkin," batin Ocha getir. Suara isak tangis mulai terdengar dari mulut Ocha.   Raffa yang mendengar suara isak tangis mulai mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan dengan cahaya.   "Hiks, ini gak mungkin!" teriak Ocha dengan tangisannya.   Raffa melihat ke arah Ocha yang terduduk di lantai pun langsung segera turun dari ranjang kemudian berjongkok di samping Ocha. Ocha yang menyadari ada Raffa di sampingnya langsung saja memukuli Raffa dengan tangannya.   "Ba-bapak apain saya? Hiks. Apa salah saya sampai saya har-harus Aaaaaakhh!" teriak Ocha dengan terus memukuli Raffa.   Raffa merengkuh tubuh mungil Ocha ke dalam pelukannya, ia membiarkan Ocha yang terus memukuli dan mencakar d**a juga tubuhnya. Teriakan tangis yang keluar dari bibir Ocha bagaikan duri yang menusuk di hati Raffa, ia tak menyangka akan menghancurkan masa depan seorang gadis.   Lama-kelamaan pukulan Ocha mulai melemah, hanya ada suara sesenggukan dari bibir Ocha karena kelamaan menangis. Tangan Raffa mengelus rambut panjang Ocha yang berantakan dengan lembut. Rasanya nyaman sekali saat tangan Raffa menyentuh lembut rambutnya.   "Saya janji akan bertanggung jawab atas perbuatan saya. Saya janji!" bisik Raffa lembut, dengan tangan yang masih setia mengelus rambut Ocha.   Ocha yang mendengar bisikan Raffa perlahan mendongak menatap wajah Raffa. Mata madu milik Ocha menatap intens mata elang Raffa yang menyorotkan keyakinan. "Tap-tapi gi-gimana sekolah saya?" tanya Ocha tanpa melepas pandangannya dari mata Raffa.   "Kamu gak usah takut, kamu akan tetap bisa bersekolah, karena saya akan merahasiakan semuanya dari sekolah," jawab Raffa dengan penuh keyakinan seraya tersenyum tulus.   Untuk pertama kalinya Raffa tersenyum tulus kepada Ocha, dan hal itu tentu saja membuat jantung Ocha berdebar-debar tak karuan. "Makasih," cicit Ocha kemudian balas tersenyum pada Raffa.   Raffa mengeratkan pelukannya kemudian menaruh dagunya di atas kepala Ocha. Ia mengelus rambut halus Ocha kemudian memejamkan matanya. Tak terasa setetes air mata keluar dari pelupuk matanya.   "Mungkin ini jalan yang dipilihkan Tuhan untukku," batin Raffa.   *********   Setelah membersihkan diri di kamar mandi, Ocha akhirnya keluar walau dibantu oleh Raffa yang merangkulnya. Raffa mengarahkan Ocha agar duduk di pinggiran ranjang yang masih berantakan.   "Kamu tunggu di sini, saya akan membawakan makanan," ucap Raffa namun buru-buru Ocha menghentikannya.   "Ba-bapak gak mau pake celana?" tanya Ocha dengan gugup karena Raffa hanya memakai celana pendek saja.   Raffa buru-buru mengambil celana bahannya yang tergeletak di atas sofa, kemudian segera memakainya. Ocha terkekeh saat melihat pipi Raffa yang memerah karena malu.   "Kalo gitu saya pergi sebentar," sebelum pergi, Raffa sempat mengusap puncuk kepala Ocha.   Ocha berusaha tersenyum walau sedikit menyakitkan bagi hatinya. Harta yang selama ini ia jaga untuk suaminya kelak, kini sudah diambil oleh guru atau wali kelasnya yang baru ia kenal dua hari belakangan ini. Tapi Ocha berusaha mengambil hikmahnya saja, mungkin ini adalah takdir dan jalannya Tuhan untuk dirinya. Sesaat senyum Ocha luntur saat mengingat kedua orang tuanya yang Pastinya sangat kecewa saat tau masalahnya.   Lamunan Ocha terhenti saat suara nada dering ponsel miliknya yang tiba-tiba berbunyi. Ia mengambil ponselnya yang berada di atas nakas lalu segera mengangkatnya. Dengan ragu Ocha mendekatkan ponselnya ke telinga saat tau bahwa Aski yang menelponnya.   "Hal-hallo?"   "Cha lo dimana? Kenapa gue ke rumah lo tapi lo nya gak ada?  Kata Bi Sani lo belum pulang, lo dimana?" Suara Aski menggelegar di ujung sana.   Ocha menggigit bibirnya, bingung harus menjawab apa pada Aski. "Ki gue, gue lag-lagi---"   "Jangan bilang kalo Adit apa-apain lo?" tanya Aski.   Ocha mengernyitkan alisnya, ia jadi teringat kejadian terakhir dimana Adit memberinya minuman dan menyuruhnya untuk beristirahat di kamar hotel. Lalu seterusnya ia tak ingat lagi. Sekarang Ocha yakin, semua ini adalah rencana busuk Adit.   "Ki, gue gak papa, lo gak usah khawatir. Adit gak ngapa-ngapain gue kok."   "Serius lo?" tanya Aski.   "Iya, Ki. Nanti gue telpon lagi ya, bye!"   Ocha segera memutuskan sambungan telponnya saat Raffa datang dan membawa satu piring berisi nasi goreng dan segelas air putih.   "Makan," suruh Raffa seraya memberikan piring berisi nasi goreng itu kepada Ocha.   "Punya Bapak mana?" tanya Ocha setelah menerima nasi goreng itu dari Raffa.   "Saya tidak lapar," balas Raffa kemudian duduk di sofa yang berada tak jauh dari ranjang.   Ocha membuang napasnya pelan, ia tau Raffa pasti lapar hanya saja dia menutupinya. Ia berjalan ke arah Raffa dengan pelan kemudian duduk di samping Raffa. "Bapak pasti laper kan?" ujar Ocha. Ia menyendok nasi gorengnya dan mengarahkannya ke depan mulut Raffa.   Raffa masih diam dan tak kunjung membuka mulutnya.   "Ayo makan, saya gak enak kalo saya doang yang makan," ucap Ocha dan akhirnya Raffa membuka mulutnya.   Ocha tersenyum dan memasukan suapan pertama ke mulut Raffa, setelah itu barulah ia menyuapkan nasi goreng untuknya sendiri. Tanpa sadar mereka berbagi sendok yang sama tanpa merasa jijik sedikit pun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD