Raka dan Cantika baru saja tiba di rumah setelah dari pasar.
"Lama banget ke pasarnya A" ujar Tari.
"Maaf Amma, tadi Cantika bantu potong kuku Paman Amat dulu" Cantika yang menjawab.
"Haah, benar itu Aa?"
"Benal Amma, Amma nggak pelcaya sama Cantika ya, kok tanya Abba" protes Cantika. Raka memberi kode pada Tari agar mendengarkan Cantika.
"Amma percaya, sekarang Cantika ceritakan, kenapa Cantika bisa potong kuku Paman Amat"
Cantika menceritakan secara runut apa yang terjadi, tentu saja dengan cara bercerita khas anak-anak yang polos dan terkadang berpikir sejenak untuk mencari kata yang pas untuk memggambarkan apa yang sudah dialaminya.
"Jadi Paman Amat sembuh?" Tanya Tari takjub.
"Heum, Paman Amat bilang begini, telimakasih Cantika, kamu adalah bidadali yang dikilim Allah untuk me...me..ehmm.."
"Mengobati luka hati Paman" Raka menyambung ucapan Cantika.
"Nah ya itu, sepelti kaya Abba!"
Tari berlutut lalu memeluk putrinya dengan air mata jatuh membasahi pipinya.
"Kamu memang bidadari sayang" ujar Tari dalam isakannya.
"Amma kenapa menangis, Cantika salah apa, Amma tidak suka ya Cantika potong kuku Paman Amat, Cantika janji deh tidak lagi, tapi Amma jangan menangis hikss...hiksss" Cantika jadi ikut menangis, karena mengira ia sudah membuat Tari menangis.
"Eeh batal puasa kalian kalau menangis" Raka mengingatkan.
"Ehmm lupa Aa" Tari menghapus air matanya, lalu menghapus air mata Cantika.
"Amma menangis karena bahagia dan bangga sama Cantika, Cantika sudah menyembuhkan luka hati Paman Amat" ujar Tari.
"Cantika bingung deh Amma, kenapa Paman Amat bicala begitu. Hati Paman Amat luka kenapa, hati itu ada disebelah mana ya Amma, di kaki atau di tangan, atau di kepala? Cantika tidak bawa pelban sama obat melah, Cantika tidak lihat Paman Amat luka, Cantika tidak sembuhin apa-apa" cerocosnya tanpa jeda.
"Suatu saat nanti, Cantika pasti akan mengerti, sekarang Cantika mandi sama Amma ya" sahut Raka.
"Tadi waktu mau ke pasal, sudah mandi Abba"
"Iya, Abba tahu, tapi tadi Cantika dipeluk Paman Amatkan, baju Paman Amat kotor, Allah tidak suka orang yang tidak menjaga kebersihan tubuhnya, tadi Cantika minta Paman Amat mandi supaya bersihkan, nah sekarang Cantika juga harus mandi, oke" Raka mengangkat satu jempolnya.
"Oke Abba!" Sahut Cantika seraya mengangkat satu jempolnya juga.
"Mandikan Cantika, Tari"
"Ya Aa, ayo sayang" Tari menggandeng Cantika masuk ke dalam kamar.
--
Cantika dan Arka sudah tidur, seperti biasa Raka dan Tari duduk berdua di ruang tengah. Di temani s**u dan cemilan seperti biasanya. Kepala Raka berbaring di atas pangkuan Tari.
"Apa perasaan Aa, saat melihat aksi Cantika di pasar sore tadi A?"
"Bangga, bahagia, terharu, dan pastinya bersyukur"
"Dia persis Aa, berhati sebaik malaikat"
"Tapi bawelnya persis kamu Tari"
"Ehmm Aa tuh yang bawel"
"Sudah aku bilang, kalau bawelku itu sesuai kebutuhankan"
"Hmmm butuh mimi cucu"
"Nah itu tahu!"
"Hhh Aa, A aku mendengar ceritanya saja sangat tersentuh dan terharu, bagaimana reaksi orang-orang yang melihat langsung di pasar ya?"
"Mereka juga ikut terharu dan tersentuh Tari, dan mungkin merasa sedikit tersentil juga. Seorang bocah kecil bisa begitu perduli, sedang mereka yang setiap hari bertemu Amat, tidak pernah menghiraukan keberadaannya"
"Jadi Paman Amat pulang ke rumah keluarganya?"
"Iya, aku menawarinya pekerjaan"
"Kerja di mana? Di sawah atau di kebun?"
"Bukan"
"Lantas?"
"Di peternakan ayam kita"
"Oooh, Aa yakin dia bisa bekerja dengan baik?"
"Ya, karena pada dasarnya dia orang baik, hanya saja ia sempat tidak sanggup menanggung sakit hatinya"
"Hmmm...Ibu Soleh di tinggal suaminya yang pergi dengan wanita lain, Paman Amat ditinggal istrinya yang pergi dengan pria lain"
"Warna warni kehidupan Tari, kita berdua pernah jadi korban perpisahan orang tua, aku selalu berdoa agar anak-anak kita jangan mengalaminya, aamiin" sahut Raka.
"Aamiin...eeh Aa..!!" Seru Tari tiba-tiba.
"Apa?"
"Bagaimana kalau ibu Soleh kita jodohkan dengan Paman Amat saja!"
"Tari...usia ibu Soleh itu 42 tahun, Amat usianya baru 30 tahun mungkin"
"Cinta tidak pandang usia Aa!"
"Tapi mereka belum tentu mau dijodohkan, iyakan, biar tangan Allah saja yang mengatur jodoh mereka Tari, kita cukup mendoakan yang terbaik untuk mereka, ehmm ngomong-ngomong mimi cucuku kok belum dikeluarin juga ya?"
"Hahahaha...Aa ingat aja"
"Ingat dong sayang, hariku teras ada yang kurang tanpa mimi cucu cap Tari"
"Iiih Aa" Tari membuka kancing piyamanya. Dadanya yang tanpa bra terbuka sempurna. Raka yang berbaring di pangkuan Tari bangkit. Ia duduk lalu menarik Tari agar duduk di atas pangkuannya.
"Enghh Aa" gumam Tari saat Raka menenggelamkan wajahnya di d**a Tari.
"Abba!" Rengekan Cantika membuat Raka cepat mengangkat wajahnya, dan Tari cepat merapikan pakaiannya dan turun dari atas pangkuan Raka.
"Ya sayang" sahut Raka.
"Pipis"
"Sama Amma ya"
"Heum"
"Antar dia pipis dulu Yank, terus tidurkan, baru kita bergoyang" bisik Raka.
"Hhh Aa" Tari beranjak dari duduknya, dibawanya Cantika kembali masuk ke dalam kamar.
--
Cantika merengek ingin ikut Soleh dan Ibunya ke pasar.
"Biar saja dia ikut Tari"
"Tapi nanti dia bikin repot Bu"
"Tidak apa, ada Soleh yang jagain Cantika"
"Ya sudah, Cantika boleh ikut, tapi jangan bikin repot Nenek dan Paman Soleh ya"
"Iya Amma, beles!" Cantika memgacungkan jempolnya dengan riang.
Cantika tidak mau digendong Soleh, ia ingin berjalam sendiri.
"Naik odong-odong Paman Soleh" tunjuknya ke arah odong-odong berbentuk binatang yang ada di depan pasar.
"Kamu jaga Cantika, ibu belanja dulu"
"Ya Bu"
Naik odong-odong selesai, Soleh membawa Cantika menyusul ibunya yang tengah membeli ikan.
"Cantika, lihat ikannya" Soleh berjongkok di dekat ibunya, dan menunjuk belut yang tengah di pegang ibunya.
"Awww!" Ibu Soleh berteriak karena belut ditangannya terlepas.
"Nenek dipatuk ulal huuhuuhuu...Nenek dipatuk ulal, cembuhin nenek, Paman Soleh huhuuhuuu" Cantika memeluk leher Soleh dengan kuat.
"Tidak sayang, nenek tidak dipatuk ular, itu belut, Cantika sering makan belutkan, coba lihat" bujuk Soleh.
"Nggak mau, takut huuhuu"
Tangis Cantika semakin nyaring, pelukannya di leher Soleh semakin kuat.
"Kalau nangis batal loh puasanya" ujar Soleh. Cantika berhenti menangis, ia menggesekan wajahnya ke bahu Soleh, untuk menghapus air mata dan ingusnya.
"Cantika tidak nangis, Cantika cuma kelual ail mata! Puasa Cantika tidak batal!" Serunya dengan wajah cemberut.
"Iya..iya..sekarang kita ke mana?"
"Naik odong-odong yang mobilan di sana!" Cantika menunjuk ke arah odong-odong yang lainnya.
"Iya kita ke sana ya, Bu aku bawa Cantika ke sana ya?"
"Iya"
***BERSAMBUNG***