Chapter 6: Kakek Papu

1636 Words
Cherry menepuk lengan kakek itu, dengan pelan, barulah si kakek menoleh di mana Cherry berada. Namun wajahnya masih belum melihat ke arah Cherry. "Aku di sini kek," seru Cherry. Ia memegang tangan yang berkerut milik kakek tersebut. "Ah– maafkan kakek, nak. Kakek tidak bisa melihatmu," tukas kakek Papu. "Maksud kakek?" tanya Cherry meyakinkan dirinya, bahwa dugaannya itu benar atau tidak. "Kakek tidak bisa melihat, Tuhan mencabut nikmat melihat milik kakek," tutur kakek Papu. Cherry membawa Papu untuk duduk, di pinggir toko. Ia mengandeng Papu, menuntun langkah kakek yang tertatih. "Pasti kakek, sangat sedih, tidak bisa lihat matahari bersinar dan bulan yang terang di malam hari," ucap gadis berusia sepuluh tahun itu. "Tidak nak, semua takdir Tuhan itu baik, apapun itu semua akan membawa kejalan dan akhir yang baik. Sekalipun kamu menjadi penjahat, pasti suatu saat akan ada hal baik di dalamnya," tutur Papu si kakek. "Benarkah kek? Artinya kalau saat ini mama aku pergi pasti akan ada hal baik terjadi?" tanya Cherry, dia menatap wajah kakek tua, dengan seksama. "Tentu saja, nak." Kakek Papu tertawa hingga giginya terlihat sempurna. Cherry beralih kembali melihat tempat uang itu, dan rasa empatinya muncul seketika. "Kakek, uang kakek banyak, harusnya segera di ambil dan di simpan. Cherry bantu ambil ya kek," ujar si bocah. Ia berpura-pura berjalan ke arah tempat biola tersebut. Langkahnya di buat berderap, dan kembali dengan hasil uang yang dia dapat dari mengantar s**u. Cherry menaruh uangnya pada telapak tangan kakek Papu. Dia berdoa dalam hati agar uang itu bisa menolong Papu. Tuhan jika kebaikan itu ada, maka tolonglah kakek ini, jangan biarkan dia kelaparan, atau bahkan uang yang dia cari di ambil orang, batin Cherry. "Di simpan ya kek. Apa kakek tahu kalau uang kakek di curi? Bisa saja bukan ada yang jahil mengambil uang kakek," seru Cherry lagi. Si kakek dengan senyum yang terulas kembali harus menjawab dengan bahasa yang mudah di mengerti oleh anak seusianya. "Kamu tahu bukan kalau uang itu milik siapa saja. Jika ada yang mengambil itu artinya bukan uang kakek. Jika uang itu milik kakek maka, sekalipun kakek buta tidak akan ada yang mau mengambilnya. Kamu paham dengan apa yang kakek ucapkan? Bahkan jika barang di rumahmu di curi itu artinya bukan milik kamu, tapi milik si pencuri," titah kakek. "Bagaimana bisa kek? Namanya pencuri tetap pencuri dan akan di laporkan pada polisi," sergah Cherry tidak setuju dengan ucapan kakek Papu. "Hehehe, kalau memang itu milik kamu, lalu kenapa pencuri itu mengambil barangmu?" tanya Papu. "Karena dia menginginkannya tapi tidak bisa mendapatkannya. Atau dia malas berusaha untuk mendapatkannya," jelas Cherry "Biar sekalipun kamu meletakkan barang berharga di tempat terbuka, jika Tuhan sudah menghendaki itu milikmu, maka pencuri sekalipun tidak akan mendekat, seperti yang terjadi dengan uang kakek," lagi-lagi Cherry harus dengan sekeras hati memahami ucapan Papu. "Cherry pusing, sudah sore. Cherry pamit dulu ya kek. Nama kakek siapa?" tanya Cherry ia telah bangkit dari duduknya. Sementara Papu masih duduk mendengarkan Cherry berbicara. Suaranya seperti alunan lagi bagi Papu. Bahkan Papu bisa membayangkan wajah gadis yang ada di hadapannya pasti sangat cantik dan imut. "Panggil saja kakek Papu, jadi nama kamu Cherry?" tanya balik Papu. "Iya kek, baiklah sampai jumpa lain waktu kakek, semoga hari kakek menyenangkan, bye." Cherry meninggalkan Papu, ia berjalan semakin jauh dan menjauh dari hadapan Papu. Si kakek tersenyum setalah tidak lagi mendengar langkah kaki mungil itu. Papu tahu betul bahwa belum ada yang melempar yang padanya hari ini. Karena dia datang terlambat, dan ia juga tidak mendengar satu pun langkah orang mendekati tempat uangnya. Papu tahu kalau uang itu adalah milik Cherry, ia menggenggam uang yang ada di tangannya, dan menyimpannya di dalam saku jaketnya yang kumal. ---- Cherry telah tiba di Paddys Market, dan menuju ke kios sang ayah. Chris tersenyum saat melihat Cherry semakin mendekat. "Hai Ayah," seru Cherry. Dia memeluk ayahnya dengan erat. Sang ayah menggendong Cherry , hingga membuat tubuh gadis itu terangkat dan menjadi tinggi. "Hai, manis Ayah. Kami kemana saja hari ini?" tanya Chris. Dia telah mendapatkan panggilan dari sekolah, dan mendapatkan kabar bahwa Cherry tidak masuk sekolah. "Sekolah, memangnya Cherry bisa kemana ayah?" jawab Cherry dengan menatap mata Chris. Matanya sama sekali tidak terlihat bahwa Cherry berbohong. Jika saja, Chris tidak mendapatkan telepon dari pihak sekolah maka, dia akan percaya saat ini dengan Cherry anaknya. "Hm– benarkah? Lalu kenapa tadi Miss Maria, menelepon ayah, dan mengatakan bahwa, *"Maaf, Tuan Chris, kenapa Cherry tidak ke sekolah hari ini? Apakah Cherry sakit?"* katakan pada ayah kenapa?" Chris menirukan suara Maria saat menelepon dirinya, dengan jari kelingking dan ibu jari yang membentuk seperti telepon di telinganya. Cherry terdiam menunduk, dia tahu dia salah. Namun sang ayah tidak memarahinya, bukan berati Chris tidak marah. Tetapi Chris mencoba untuk membujuk Cherry agar berbicara jujur dengan cara yang lembut. Jika dia berbicara kasar pada Cherry maka, bisa di pastikan gadis itu tidak akan menjawab dan justru akan semakin marah pada Chris. Sudah menjadi tabiat Cherry sejak kecil. "Maafkan aku Ayah, aku tidak mau lagi sekolah, aku ingin mencari uang. Agar ayah tidak lagi sedih memikirkan biaya sekolah Cherry. Toh kita sekolah nantinya akan mencari uang bukan? Kenapa tidak sedari sekarang saja," terang Cherry dengan polosnya. "Kau memang benar, pada akhirnya kita akan bekerja. Tapi jika sekolahmu tinggi, pekerjaan yang kau dapatkan akan semakin mudah dan tidak perlu bekerja keras setiap hari. Kau bahkan bisa libur di hari Sabtu dan Minggu," jelas Chris pada anaknya. "Jangan paksa aku Ayah, aku tidak mau sekolah lagi. Aku bisa belajar di rumah bersama Ayah. Aku yakin ayah juga hebat seperti guru di sekolah. Bahkan jauh lebih hebat dari mereka," lirih Cherry, ia memeluk leher sang ayah dan membenamkan wajahnya di bahu Chris yang masih menggendongnya. "Baiklah, kita bicarakan nanti ketika makan malam. Sekarang masuklah, dan istirahat." Chris menurunkan Cherry, gadis kecil itu masuk kedalam kios terbuka dan mengambil buku. Ia menepati ucapannya tadi, bahwa dia akan belajar sendiri. Beberapa pelanggan datang membeli sovenir yang di jual di kios Chris. Senyum pria itu mengembang kala melihat hasil penjualan hari. Namun tiba-tiba menghilang karena orang yang bertugas menarik uang penyewa kios datang. Chris melupakan hal itu tadi. Tanpa paksaan Chris memberikan hasil penjualan hari ini untuk membayar sewa kios tersebut. Wajahnya kembali masam, kusut dan tidak bersemangat. Kenapa susah sekali mencari uang, aku harus membeli bahan makanan untuk besok. Tapi, saat ini aku tidak memiliki uang sama sekali. Pantaskah aku mengeluh? Bukankah aku lelaki? Jika aku yg pergi dan Glory yang menjaga Cherry pasti akan sama saat ini, atau dia bahkan jauh lebih bisa menjaga Cherry dibandingkan dengan aku, batin Chris frustasi. Cherry melirik sang ayah, dia mengambil uang yang ada di dalam tasnya, hasil dari mencari pelanggan di kedai milik Marly. "Ayah?" Cherry membuka kepalan tangannya dan Chris bisa melihat beberapa lembar uang yang lumayan untuk membeli stok makan esok hari. Chris berdiri, ia terperanjat, kaget. Bagaimana bisa Cherry mendapatkan uang sebanyak itu. Sekitar $50, dalam sehari. "Cherry, kamu dapat dari mana uang ini, nak?" Chris memangku tubuh kecil Cherry. Ia merapikan rambut Cherry tang berantakan. "Bukankah Cherry, sudah bilang kalau Cherry bekerja Ayah. Dan itu hasilnya. Banyak kan? Cherry menebar brosur tadi, dan Marly memberikan uang itu untukku," titah Cherry, dia bercerita dengan semangat. Seakan dia lupa bahwa dia membuat kesalahan karena membolos sekolah. "Maafkan Ayah, Cherry. Seharusnya kamu tidak melakukan itu," timpal Chris, laki-laki itu menempelkan dahinya pada dahi Cherry. "Jangan sedih Ayah, kita lewati semua ini bersama-sama." Cherry membelai wajah sang ayah dengan kedua tangan yang bersih dan mungil. Melihat wajah Cherry, sudah pasti Chris sangat merindukan Glory. Mengingat bagaimana perjuangan Glory untuk melahirkan anak pertama mereka, hingga dia harus kehilangan kesempatan untuk hamil lagi. Chris dan Glory menerima itu dengan lapang d**a. Mereka cukup bahagia hanya dengan memiliki Cherry. Mungkin memang sudah menjadi kehendak Tuhan untuk keluarga mereka. "Kita pulang Cherry, kita beli persediaan untuk besok," ajak Chris ia menurunkan Cherry dari pangkuannya. Membereskan barang-barang yang bergelantungan dan menutup kios tersebut. Dengan bergandengan tangan mereka berjalan, beriringan. Sembari menyenandungkan lagu yang ceria, sejenak untuk kesekian kalinya Chris melupakan kesedihannya. Hatinya selalu damai saat Cherry bernyanyi dengan riang. Senyum Cherry mampu menghapus rasa lelah yang dimiliki oleh Chris. Sampai di super market, Chris dan Cherry memilih beberapa sayur, dan juga buah, serta telur. Mereka tidak berharap bisa membeli daging dengan uang $50 yang dia pegang saat ini. "Cukup Cherry, mari kita bayar dan segera pulang. Mengolah makan malam terlezat di dunia," canda Chris. Cherry tertawa dengan bahagia. Ia pun ikut mengantri dengan sang ayah. Cherry berdiri di sisi sang Ayah. Gadis itu melihat dengan seksama cara kerja orang yang berdiri di depan kasir itu, men-scan satu persatu barang Chris dan memasukkannya langsung kedalam paper bag. "Terima kasih," ucap Cherry saat selesai membayar. "Sama-sama manis, kau cantik sekali, siapa namamu?" tanya wanita penjaga kasir. "Cherry, aku pergi kakak," pamit Cherry yang langsung berlari menyusul sang Ayah yang sudah lebih jauh dari dirinya. "Hati-hati di jalan Cherry. Semoga harimu menyenangkan," teriak Boni. Nama si penjaga kasih, wanita yang umurnya lima belas tahun lebih tua dari Cherry. "Kamu mau membeli kentang goreng atau burger, Cherry?" tanya Chris, menatap pada Cherry yang ada di sampingnya. "Tidak, ayah. Itu sangat mahal. Lebih baik uangnya kita simpan saja. Untuk membeli beras, bukankah kita belum membelinya?" ujar Cherry. Dan dia harus menengadah agar bisa menatap wajah Chris yang jauh lebih tinggi dari bocah itu. "Baiklah anak pintar, ayo kita beli dulu." Chris berjalan dan Kemabli ke sebuah toko kecil di pinggir jalan. Mereka membeli keperluan yang benar-benar di butuhkan saja. Sesampainya di rumah, Chris menyiapkan air hangat untuk Cherry dan ia pun pergi ke kamarnya untuk membersihkannya diri. Mereka makan malam dengan hasil karya mereka, sayur labu kuning dengan telur rebus, di tambah sedikit nasi. Serta s**u unta yang Chris dapatkan dari penjual beras. Pemilik itu, menyukai Cherry yang lucu dan manis, dia memberikan s**u unta sebagai hadiah untuk perkenalan Cherry hari ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD