“Aku sudah bilang tidak masalah. Hanya soal sepatu. Toh aku juga tidak butuh. Sepatuku masih bagus-bagus.” “Kamu tahu dimana toko sepatu itu. Aku akan menunggumu di sana. Aku pergi sekarang.” Mara menghentak napas begitu mendengar nada sambung terputus. "Dasar egois,” kesal Mara sembari menurunkan ponsel. Wanita itu berdecak. Bola matanya bergerak ke salah satu sisi dinding dalam ruang kerjanya. Memang sudah jam pulang. Tapi, apa Raga tidak punya pekerjaan hingga bisa pulang tepat waktu? Setahunya, produksi sedang banyak kerjaan. Mara membatin. Meskipun kesal, Mara tetap membereskan kertas-kertas di atas meja, lalu mematikan komputer. Dia sudah mengenal Raga. Pria itu terlalu keras kepala. Dia yakin, Raga akan memaksanya untuk datang ke toko sepatu itu—bagaimanapun caranya. “Loh … mau