Icha sudah kembali berada di rumah kediaman Setiyadi setelah beberapa hari diculik Alfin, ayahnya. Bu Sarah sengaja menjemput ke sekolahnya sebelum Alfin datang duluan. Alfin tidak mungkin bisa menahannya karena pemuda itu sedang sibuk dengan urusan kantor, sehingga urusan Icha jadi terabaikan. Ia tak akan bisa menjaga anaknya 24 jam full.
"Nenek, Icha kan mau tinggal di rumah Papa kenapa pulang lagi?!" seru Icha saat ia dibawa sang nenek ke kamarnya untuk ganti pakaian. Icha mulai betah dengan kamar baru di apartemen ayahnya yang sudah disulap menjadi bagus melebihi kamarnya saat ini. Ia sangat menyukainya.
Di rumah, mereka tak menemukan Muti, karena pengasuhnya sedang mengantar ART rumah berbelanja ke supermarket. Gadis itu tak tahu jika Icha akan pulang hari ini.
"Papa kan sibuk terus, sekarang Icha sama Nenek dulu ya! nanti kalau libur akhir pekan baru Icha tidur di tempat Papa. Papa pasti jemput." Bu Sarah berusaha membujuk cucunya.
Tak sulit untuk melakukan hal itu, karena Icha anak penurut.
"Oh iya Nek, kata Papa nanti Mama Icha bakalan pulang lho, Icha kangen banget sama Mama," ucap gadis cilik itu dengan ekspresi wajah menahan rindu. Sinar matanya memancarkan harapan yang begitu besar.
Bu Sarah memaksakan diri tersenyum tanpa mampu berkata-kata.
Hanya tentang ibu kandung cucunya yang selalu membuatnya risau. Entah siapa dan dimana wanita itu, Bu Sarah tak pernah kenal dan bertemu sekali pun dengannya, semasa Alfin pacaran dulu pemuda itu tak pernah membawanya ke rumah.
Gadis yang dulu mengantarkan Icha semasa bayi pun mengaku bernama Tania. Ia hanya mengatakan bahwa ia adalah sahabatnya Rara, ibu kandung cucunya. Entah siapa nama lengkap Rara. Alfin tak pernah bercerita banyak. Alfin terlalu tertutup tak seperti Alex yang dengan mudah bisa curhat dengan ibunya.
"Ayo, Icha makan siang dulu!" Bu Sarah menuntun Icha. Ia ingin segera mengalihkan topik pembicaraan agar tak lagi membahas ibunya.
***
Raut kesal tampak terlihat dari wajah tampan Alfin, ia kesal dengan bundanya yang telah membawa Icha pulang kembali ke rumahnya. Usahanya untuk menjauhkan Icha dengan Muti mengalami kegagalan.
"Bunda, pokoknya aku mau membawa Icha kembali ke apartemen. Dia anak Alfin Bund. Bunda jangan memonopolinya." Sepulang dari kantor Alfin langsung menemui ibunya. Ia berusaha menjemput kembali putri kecilnya.
"Tidak bisa, lagipula kasihan Icha tak ada teman bermain. Seharian kamu sibuk di kantor bahkan hampir lupa menjemputnya. " Bu Sarah menolak.
"Aku anterin dia sebelum berangkat kerja, jam istirahat aku jemput lagi biar dia ikut ke kantor." Alfin tetap ngotot dengan rencananya.
Secara teori sangat mudah mengagendakannya namun pada kenyataannya Alfin tidak akan bisa setiap hari menjemput Icha karena bisa saja dikantornya ada meeting dadakan atau ia harus pergi ke luar kota.
"Sudahlah Alfin, Icha tinggal disini saja. Kamu jangan egois, Nak! Bunda sayang Icha dan juga kamu. Bunda lakukan ini demi kebaikan kalian. Di rumah ini ada Muti yang bisa menjaganya selama dua puluh empat jam. Hidup Icha terjamin. Kamu urus saja dirimu sendiri dan pekerjaanmu." Sebenarnya Bu Sarah tak ingin debat lagi dengan Alfin. Anak bungsunya itu sangat keras kepala berbeda dengan Alex yang lebih kalem dan penurut.
"Kalau kamu mau dekat dengan Icha balik lagi ke rumah ini atau Icha boleh tinggal di apartemen kamu asalkan Muti juga ikut." Bu Sarah memberikan penawaran.
Alfin tak merespon sedikitpun. Tidak, ia tidak mungkin tinggal satu atap dengan wanita yang akan dijodohkan dengannya, terlebih tinggal bersama di apartemennya. Apa kata orang nanti. Bisa-bisa ia diisukan kumpul kebo. Hidup Alfin memang rumit.
***
Alex telah kembali ke Malaysia setelah beberapa hari menghabiskan waktunya di Jakarta, sementara sang istri sengaja ingin menetap di Indonesia untuk beberapa waktu. Rencananya ia akan tinggal selama sebulan, tentu saja dalam sebulan ini Alex pasti akan menemuinya. Ia melakukannya dalam rangka pendekatan terhadap Icha. Tekadnya sudah bulat, ia ingin membawa Icha pergi.
"Bunda, Serly pamit dulu ya." Serly sudah siap dengan kopernya hendak berangkat ke Surabaya mengunjungi orang tuanya selama sepekan.
"Iya sayang, hati-hati ya, salam untuk Mami Papi kamu."Bu Sarah berkata seraya memeluk menantu kesayangaya. Keduanya sebenarnya masih memiliki ikatan persaudaraan.
"Iya," Serly mengangguk.
"Berapa lama kamu di sana?" tanya Bu Sarah. Ia pasti akan merasa kehilangan teman shoppingnya. Jalan-jalan ke luar dengan Serly lebih mengasyikan dibanding dengan Mutiara.
"Kemungkinan Serly di sana selama satu minggu," jawab Serly.
"Iya hati-hati ya, Nak!" Bu Sarah mengantar kepergian Serly hingga teras depan rumah.
"Icha, Mommy berangkat ya. Kamu mau pesan oleh-oleh apa?" Serly tak lupa berpamitan kepada Icha.
"Boneka besar," Icha menjawab dengan semangat.
"Okey, sampai ketemu minggu depan ya. Icha jangan nakal! Mommy pasti kangen Icha." Serly mengecup pipi gembil keponakannya yang menggemaskan.
"Dag Mommy." Icha melambaikan tangannya.
"Dag sayang."
Entah kenapa ada perasaan aneh saat ia akan meninggalkan keluarga suaminya.
***
Satu Minggu kemudian.
Bu Sarah asyik di depan TV menemani cucunya menonton tayangan film kartun kesukaannya.
Tiba-tiba ponselnya berdering.
Ratningsih
Sebuah nama tertera di layar ponselnya. Nama sepupunya yang juga ibu kandung Serly. Tak biasanya besannya itu menelpon. Mereka lebih sering berkomunikasi lewat chat WA.
".."
" Apa? Kecelakaan?" Bu Sarah berteriak histeris saat mendengar kabar tentang menantunya. Di seberang sana besannya mengabarkan dengan isak tangis.
"Siapa, Bunda?" Pak Ali, Suaminya bertanya. Ia mendekati istrinya.
"Serly kecelakaan Yah...!" Bu Sarah memberi tahu suaminya setelah itu tangisannya langsung pecah. Ia tak menyangka akan kehilangan menantu kesayangannya secepat ini.
"Innalillahi wa innailaihi rojiun," ucapnya. Ia pun tak bisa membendung air matanya. Seminggu yang lalu ia ingat Serly membuatkan kopi untuk dirinya dan untuk pertama kalinya kopi yang dibuatnya terasa enak. Padahal Serly tak pandai membuat makanan ataupun minuman.
Pesawat yang ditumpangi oleh Serly mengalami kecelakaan dan terjatuh di kawasan perbukitan.
Suasana di kediaman keluarga Pak Ali Setiyadi berubah mendung. Bu Sarah sangat terpukul. Begitu pun yang lainnya.
"Segera pesan tiket! hari ini kita ke Surabaya," ucap Bu Sarah kepada suaminya. Ia menghapus air matanya dan mencoba untuk tegar. Ia harus segera bergerak untuk pergi ke kota asal Serly.
"Hubungi Alfin sekarang juga! Muti kamu ikut ya, dan tolong siapkan perlengkapan Icha." Pak Ali memberikan perintah kepada Muti. Gadis itu pun diliputi perasaan sedih. Sama seperti yang lain ia pun merasa kehilangan. Serly banyak berjasa kepadanya terutama soal make up dan fashion. Dialah yang mengajarkan Muti berdandan dan berpenampilan menarik.
Keluarga Alfin pun bersiap untuk berangkat ke Surabaya. Mereka berkemas menyiapkan barang bawaan dalam koper.
***
Alfin tengah berada di ruang rapat saat ponselnya bebunyi hingga lima kali panggilan. Ia tak menjawabnya karena ponselnya dalam mode silent.
Betapa terkejut dirinya saat sekretarisnya memberikan ponselnya. Ayahnya mengabarkan jika kakak iparnya mengalami kecelakaan pesawat.
Ia langsung meninggalkan ruang rapat dan segera pulang ke rumah. Pikirannya menjadi kacau.
Di ruang tengah tampak orangtuanya sedang menangis. Beberapa koper sudah berjejer rapi.
"Fin..., Serly..! Serly kecelakaan." Bu Sarah memeluk putranya dan kembali menangis.
"Sabar Bun! Alfin pun kaget dengan berita ini." Ayah kandung Icha itu turut berduka.
Ia masih ingat pertemuan terakhir mereka serta pertengkarannya dengan Alex karena memperebutkan hak asuh Icha.
Alfin pun tak sadar pernah mengeluarkan kata-kata yang menyakiti perasaan iparnya itu. Alfin menyesal. Ia telah kehilangan kakak iparnya.
"Bunda, ayo kita berangkat sekarang!" Pak Ali menarik istrinya dari pelukan Alfin lalu merangkul istrinya.
Di luar sana mobil akan mengantar ke bandara sudah menunggu. Mereka harus segera berangkat agar tak ketinggalan pesawat.
Alfin belum sempat berganti pakaian. Untunglah Muti sudah menyiapkan beberapa baju ganti di kopernya.
***
Surabaya
Suasana kediaman rumah orang tua Serly dipenuhi oleh keluarga, tetangga dan kerabat. Isak tangis memenuhi ruangan.
Jenazah Serly sudah dimandikan dan dikafani. Tinggal disholatkan. Tampak Alex terduduk lesu. Pria yang bekerja di negeri Jiran itu benar-benar terpuruk. Tak menyangka akan kehilangan istrinya secepat ini secara tragis.
Di tempat lain Icha gadis cilik keponakan Alex pun terlihat sedih dan menangis di pelukan Muti.
"Kenapa mommy pergi ninggalin Icha? Mama Icha juga ga pulang-pulang. Semua pergi meninggalkan Icha. Icha sedih." Icha menangis terisak. Gadis cilik itu merasa tak disayangi.
Muti merasa iba.
"Sayang sudah jangan nangis lagi! Mommy sudah tenang." Muti berusaha menenangkan bocah itu.
"Tante Muti ga akan pergi kan? Tante janji ya jangan tinggalin Icha! Icha takut," ucapnya penuh harap.
"Ga sayang, Tante akan selalu bersama Icha sampai kapanpun karena Tante sayang sama Icha." Janji Muti. Ia mengeratkan pelukannya.
Ia sendiri tidak yakin akan ucapnya, walaupun ia akan dijodohkan dengan Alfin namun melihat sikap Alfin gadis itu menjadi ragu.
Tak jauh dari tempat Muti dan Icha berada, diam-diam sejak tadi Alfin mendengar percakapan antara putrinya dengan Mutiara. Sungguh malang nasib putrinya. Gadis ciliknya harus kehilangan lagi seorang wanita yang disayanginya.
Serly, walaupun ia hanya berstatus Tante namun Serly selama ini sangat menyayangi Icha. Seandainya Serly bukan wanita karir mungkin ia sudah membawa pergi Icha.
****
TBC