Book 1, Chapter 7 - Clamity! -

1781 Words
"Zip!!" Sang burung besar membuka matanya, ter-sadar dari kondisi pikirannya yang kacau. Amarah jelas terpancar dari kedua matanya yang memerah, pupil-nya yang berwarna emas mengecil, mencari sasaran untuk serangan selanjutnya. "SIAL!!!!" "Semuanya menghindar!!!" Aku berteriak sekeras yang aku bisa namun tidak ada gunanya, mereka hanya berjarak beberapa meter dari burung besar itu. "Kyaaaaa!!!" Amarah Jatayu meledak seperti erupsi gunung berapi. Ia ter-sadar dalam keadaan yang terjepit, mata merah miliknya memandang ke arah kapten Abimanyu.  Mutan memiliki kecerdasan di atas binatang normal, dengan cepat dia mampu mengambil keputusan yang benar, terlepas dari empat orang yang menyerangnya. Baginya Kapten Abimanyu merupakan ancaman terbesar dibandingkan serangan dari ketiga orang lainnya. "Slash...!! Slash...!!" "Boom!! Boom!! Boom!!" Pedang, tombak dan puluhan peluru roket meledak di leher Jatayu. Meninggalkan luka parah pada burung besar itu, asap mengepul pekat mengelilingi Kapten Abimanyu, Ernest, Nicholas dan Ali ketiganya tertutup asap.  Melihat hal itu seluruh pasukan di bawah pimpinan kapten Abimanyu terdiam, mereka tentunya khawatir dengan keselamatan kapten mereka, sebagian menurunkan peluncur rocket pada tangan kanannya dan berusaha melihat keadaan sang kapten dan ketiga wakilnya. Namun belum sempat mereka maju, terdengar jeritan keras dari sang burung besar. "Kyaaaa!!!!!!" Burung besar itu menjerit keras sambil kedua sayapnya mengepak ke atas, terlihat luka besar di lehernya, namun seluruh pasukan terdiam melihat pemandangan mencengangkan itu. Seluruh pasukan batalyon pemburu gemetar! Wajah mereka pucat pasi dan kesedihan terpancar dari wajah mereka. Burung tersebut mengepak-ngepakkan sayapnya dan terbang menembus kepulan asap dan debu, di kedua cakarnya terlihat kapten Abimanyu berlumuran darah, salah satu cakar burung itu menembus perutnya. Darah menetes seperti hujan kecil yang membasahi tanah di bawahnya dengan darah sang kapten. "KAPTEN!!!" Aku dan seluruh pasukan lain berteriak melihat pemandangan tersebut, Kapten Abimanyu masih menggenggam kedua pedangnya, burung itu berada 25 meter di atas tanah berusaha untuk meninggalkan medan pertempuran sambil membawa kapten Abimanyu di kedua cakarnya. "Aku tidak akan membiarkan mu pergi dengan mudah!!" Kapten Abimanyu tersenyum sambil mengerahkan seluruh kekuatannya yang terakhir untuk mengayunkan kedua pedang besar di tangannya. "Haha mari kita lihat, ada apa di dunia setelah kematian!!" Kapten Abimanyu tertawa dan berteriak keras sesaat sebelum pedangnya menembus perut burung besar itu. Pedang di tangan kirinya memotong kedua cakar burung besar itu. Bersamaan dengan terputusnya kedua cakar burung besar itu, tubuh kapten Abimanyu terjatuh dan menghunjam permukaan tanah dengan keras, terlihat jelas mulutnya mengeluarkan darah yang begitu banyak. Aku berlari secepat yang aku bisa ke arah kapten, Husk mengikuti tepat di sampingku. "Kapten! Kapten! Bertahanlah, maafkan aku! Ini semua adalah kesalahanku!" Aku berlutut di samping tubuh kapten Abimanyu sambil memegang kepalanya, perasaaan bersalah merasuki  aku, sebab hal ini terjadi karena kesalahanku sebab aku terlalu lemah, kekuatan fisik kami terpaut sangat jauh, aku hanyalah evo dengan level fisik E aku tidak bisa membantu banyak. Semua itu karena serangan gelombang elektromagnetik-ku hanya mampu menghentikannya untuk beberapa detik. "Kapten!" Air mataku mengalir di kedua pipi-ku, pria di hadapanku adalah guru yang mengajarkan aku banyak hal. Aku masih mengingat kejadian itu sampai hari ini, kapten tersenyum dan menepuk punggung-ku dengan tangan kirinya. "Nak! Tidak perlu bersedih, mahluk itu tidak akan selamat sama seperti ku! Haha" "Hahah. Ia akan ku jadikan sebagai tunggangan di dunia yang kedua!" Ia tertawa bangga.  "Jangan salahkan dirimu bocah! Perbedaan kekuatanmu sungguh jauh, mampu menghentikannya beberapa detik sudah membuatku bangga padamu!" "Lari! Jangan bertahan di pangkalan ini!" "Jumlah mereka mencapai 1 juta, tempat ini tidak akan mampu bertahan, bawa kedua orang tuamu ke dalam penampungan bawah tanah!" "Jadilah lebih kuat! Lindungi Dokter Arum!" Seolah mengucapkan permintaan terakhirnya, ia melihat mataku tajam. Tangan kanannya memegang lengan-ku erat. "Huek!!" Kapten Abimanyu memuntahkan darah dari mulutnya karena berusaha terus berbicara padaku. "Kapten!!!" Aku dan ketiga wakil kapten berujar bersamaan, Kapten Abimanyu menutup matanya dengan senyuman di wajahnya, dia selalu berkata mati medan perang memiliki kebanggaan tersendiri baginya, baginya lebih baik mati saat berperang dari pada mati karena penyakit. Belum sempat kami meratapi kematiannya terdengar ledakan besar dari arah pintu masuk. "Boom!!! Boom!!! Boom!!!" Pintu gerbang baja itu terbuka dan terjatuh ke sisi dalam pangkalan, ribuan mutan besar dan kecil memasuki pangkalan. Seluruh pasukan baru yang berdiri di barisan paling depan langsung terlibat dalam pertempuran, jeritan prajurit yang terluka dan raungan mutan terdengar begitu jelas. "Ahhhh! Tidakkk!!!" "Roar!!!" "Ali!! Bawa jasad kapten dan kuburkan sejauh yang kau bisa, tempat ini akan berubah menjadi tempat p*********n!!" Nicholas berdiri sambil merentangkan tombak besar di tangannya, mereka bertiga adalah anak asuh dari sang kapten. Ali mengangguk sambil mengangkat jasad kapten Abimanyu dan berjalan ke arah sebaliknya dari pintu masuk dan bayangannya menghilang di balik kerumunan ribuan prajurit. "Di mana Komandan di saat seperti ini!" Nicholas berbisik pelan, jelas dia merasa sangat sedih dan hatinya terasa sangat pahit, di saat seluruh prajurit dan para kapten batalyon berjuang sang komandan malah bersembunyi bukannya memimpin pasukan. "Pemburu!! Dengarkan perintahku!! Hunus pedang dan isi seluruh senjata kalian!!" "MARI BALASKAN KEMATIAN KAPTEN KITA!!" Nicholas berteriak, sambil berlari ke arah ribuan mutan di hadapannya, terlihat butiran airmata di sudut matanya. Nicholas merupakan anak pertama yang mendapat arahan sang kapten, pada waktu itu umurnya hanyalah 18 tahun. Aku menghapus butiran air mata di kedua kelopak mataku, dan memerintahkan Husk untuk melindungi keluargaku. "Husk! Heed to my order! Go back to our house and protect everyone!!" "Husk! Dengarkan perintahku! Kembali kerumah dan lindungi semua orang!" "Wuuuuuuu!!" Husk melolong panjang sambil berlari ke arah rumah, tempat ayah, ibu dan David tinggal. Tanpa memandang ke arah Husk, amarah merasuki seluruh pikiranku, kedua pisau telah melayang di atas kepalaku dan berputar-putar seperti perisai yang melindungi kepalaku. Aku berlari ke arah sekumpulan makhluk itu berusaha menaiki tembok besar untuk menyerang mereka dari atas tembok. "Haaa!!" "s***h! s***h" Kedua pisau dan juga sepasang pedang di tanganku menghunjam seekor anjing mutasi dengan level fisik D, kedua pisau-ku terlebih dahulu memotong lehernya dengan brutal dan kedua pedangku menghunjam jantungnya dan membunuhnya seketika. Aku berlari ke arah tembok pelindung pangkalan, puluhan mayat manusia dan mutan rebah tergeletak tak bernyawa. Darah membasahi seluruh permukaan tanah di sekitar pintu masuk, ribuan mutan terus menerus memasuki pintu masuk. Mental seluruh pasukan telah hancur, bataylon baru yang berdiri di barisan paling depan hampir seluruhnya terbunuh. Hal tersebut membuat ribuan pasukan meninggalkan senjatanya dan berlari menyelamatkan diri, dan berusaha untuk memasuki penampungan bawah tanah, tapi mereka yang berusaha mendekatinya justru mati seketika, puluhan penjaga menjaga penampungan bawah tanah dan tidak mengijinkan siapa pun masuk dan tidak ragu menembakkan peluru ke arah mereka, meskipun evo memiliki tubuh yang kuat namun peluru yang ditembak-kan adalah peluru berujung tajam dan memiliki panjang 10 cm setiap butirnya. "Damn!!! Mereka semua mengorbankan kita, komandan terkutuk itu mengorbankan 20 ribu pasukannya untuk menyelamatkan dirinya!!!" Salah seorang kapten berteriak keras. Aku telah berdiri di atas tembok pelindung pangkalan, namun yang kudapati menghancurkan seluruh harapan dan hatiku. "Di balik tembok besar yang menutupi pangkalan militer jutaan mutan berdiri dan mengaum keras, terlihat ribuan burung pemakan bangkai berputar mengitari langit membentuk sebuah pusaran hitam di langit. Saat itu juga aku menyadari mengapa kapten menyuruh Aku untuk berlari meninggalkan pangkalan itu. "Kita tidak mungkin menang!" Aku berbisik seraya kedua lutut-ku menyentuh tanah, semangatku hilang seluruh tubuhku gemetar, kedua pisau-ku terjatuh tidak lagi melayang-layang mengitari kepalaku. "Roar!!! Kyaaa!!! Haum!!!" Suara jutaan mutan itu menyadarkan aku, secepat yang aku bisa aku melarikan diri dari tembok itu, berlari dengan penuh ketakutan dan rasa benci terhadap manusia dan mutan.  Keadaan dunia saat ini begitu rusak, manusia tidak ubahnya dengan binatang, mereka hanya memikirkan dirinya sendiri dan dengan mudah mengorbankan orang lain, kapten Abimanyu dan ribuan prajurit lain tewas sia-sia di sebuah pertempuran yang mustahil untuk mereka menangkan. "Clang-clang" Aku dikelilingi manusia dan mutan yang bertarung, masing-masing saling bunuh untuk tetap bertahan hidup. Pertempuran sudah berlangsung 30 menit dan lebih dari 20 ribu mutan level rendah mati dan darahnya menjadi pembukaan untuk sebuah babak baru, di mana mutan yang lebih kuat mulai berdatangan. Aku berlari dan terus berlari, sesekali aku jumpai prajurit dengan wajah yang pucat, dan tangannya menggantung lemah sambil memegang senjata di tangannya, pertarungan besar ini menguras tenaga seluruh pasukan meski untuk saat ini manusia masih dapat mempertahankan pangkalan namun makhluk-makhluk yang menyerang hanyalah mutan tingkat rendah. Sedangkan seluruh pasukan kelelahan dan hanyalah masalah waktu sebelum mereka semua ter-bantai oleh gelombang serangan dari mutan.  Namun yang mengejutkan seluruh mahluk ini bekerja dalam keteraturan seperti ada yang mengarahkan mereka, pertanyaan ini muncul saat aku berdiri di tembok dan melihat mereka berbaris dengan teratur tanpa menyerang satu sama lain. "Mereka tidak membunuh satu sama lain dan tidak memakan manusia yang mereka bunuh, makanan bukanlah alasan mereka menyerang manusia!" Aku berfikir, dalam benakku mulai membuat hipotesis demi hipotesis, dan semakin aku pikir semakin aku pucat. *** - Di atas gunung di dekat pangkalan militer manusia - Seekor makhluk besar berdiri tegak, berbeda dengan seluruh mutan lain, makhluk itu berdiri di atas kedua kakinya seperti halnya manusia. Makhluk itu setinggi 4 meter dan seluruh tubuhnya dipenuhi otot besar yang membuatnya sangat menakutkan, taring dan matanya dipenuhi darah. Makhluk itu kemudian duduk di atas sebuah batu besar sambil kedua tangannya memegang makhluk lain yang sangat besar, makhluk itu adalah JATAYU yang tadi terluka parah dan melarikan diri dari pertempuran. Namun berakhir menjadi makanan makhluk besar itu. "Grawrrrrrr!!!" Suara lolong panjang terdengar dari atas gunung, gema-nya mencapai seluruh makhluk yang sedang menyerang kota. Mendengar lolong itu seluruh mahluk terlihat ketakutan dan menjadi semakin ganas menyerang kota. *** "Wuuuuuuuuu!!!!" Lolong panjang terdengar keras di telingaku, lolong tersebut mendatangkan ketakutan yang amat sangat dalam hatiku, seperti sebuah konfirmasi untuk seluruh ketakutan-ku sebelumnya. Mendengar hal itu semakin bulat tekad-ku untuk melarikan diri, kulihat di belakangku seluruh mutan mengamuk dan seperti lepas kendali. Perasaan-ku semakin buruk, rasa khawatir akan keselamatan kedua orang tuaku menyeruak seperti gelombang air pasang dan tidak terbendung Tidak lama waktu berselang aku sudah berada di daerah permukiman keluarga para prajurit, namun hal yang mengejutkan adalah seluruh permukiman telah sepi dari manusia. Aku terus berlari karena rasa rasa khawatir-ku makin menggebu-gebu dalam hatiku dan membuatku semakin tidak nyaman.  Aku benar-benar tertekan saat itu, rasa takut, khawatir, kesedihan bercampur membuat sebuah beban yang sangat berat dalam hatiku. "Boom!!" Husk terlempar keluar rumah dan berguling beberapa kali, aku melihatnya dari jauh dan aku menyadari ada hal tidak beres. Seluruh darahku berdesir, amarahku memuncak membuat mataku memerah, kedua pisau-ku berputar sangat cepat mengitari kepalaku dengan sangat cepat. Aku berlari dan berharap membunuh apapun itu yang menyakiti keluargaku. Namun beberapa langkah sebelum aku sampai di rumahku, aku disajikan oleh sebuah kenyataan pahit dan sebuah kesedihan yang amat sangat. Ayahku telah tergantung di sudut rumah dan ibu serta adik ku terluka parah, dan yang membuat aku hampir gila adalah ayahku terbunuh bukan oleh mutan melainkan oleh ketiga orang senior yang dulu menyakiti aku dan Husk. "Tidakkkkkk!!! Aku akan membunuh kalian semua!!!" Aku benar-benar lepas kendali saat itu, mendengar ucapan-ku ketiga orang itu justru tersenyum dan meludahi tubuh ayahku yang tergantung di tembok rumah, jantung-nya terhunjam oleh tombak, mereka adalah evo dengan kekuatan fisik level C+ dan ayahku hanyalah manusia biasa. Satu pukulan saja dapat membunuh kedua orang tua-ku, air mataku mengalir deras seluruh hawa membunuh-ku menyebar dan tanpa sadar seluruh batu dan reruntuhan rumah ikut terangkat oleh kekuatan telekinesis-ku. "Kalian akan membayarnya!!" Ucapku penuh dengan amarah dan kedengkian. To Be Continued  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD