1

796 Words
Sorotan mata putus asa terpancar dari manik-manik berwarna emerald menatap seorang gadis kecil yang menunduk melihat lantai. Suara isak tangis terdengar begitu memilukan. Ingin ia merangkul tubuh lemah dan tidak berdaya tersebut dalam dekapannya. Suara langkah kaki yang gontai dan tak bertenaga membuat gadis kecil tersebut mengangkat wajahnya melihat ke arah Lexi. "Kakak," panggil Laura, gadis kecil berusia 15 tahun tersebut memanggil Lexi. Lexi mendekati Laura, adiknya. Mengusap surai hitam dengan lembut. "Laura, kamu tidak perlu mengkhawatirkan biaya rumah sakit. Kakak yang akan membiayai operasi Mama," ucap Lexi. "Dari mana biayanya Kak? Kita sudah tak memiliki apapun lagi." Laura menatap Lexi dengan sedih. "Kamu tunggu Mama di rumah sakit dalam 3 hari Kakak akan segera membawa uang untuk biaya operasi Mama." "Kak, aku takut." "Jangan takut. Kakak akan membereskan semua masalah ini." Lexi memeluk adiknya, Laura. Mereka saling menguatkan. "Kamu tunggu yaa." "Iya Kak." Dengan langkah berat Lexi meninggalkan ruang rawat Sila, Mamanya. Ia akan mengambil jalan pintas untuk mendapatkan uang. Lexi mencari Brenda temannya di salah satu club malam. Dilihatnya Brenda yang sedang duduk di depan meja bartender. "Brenda, apa tawaranmu masih berlaku?" tanya Lexi tanpa berbasi-basi. "Eh, Lexi. Apa maksudmu dengan tawaran?" Brenda menatap Lexi bingung. "Tentang laki-laki yang mau membooking aku." "Woo... Ada apa nih? Kok tiba-tiba nanya penawaran yang sudah kamu tolak." Brenda menyunggingkan bibirnya. "Aku mohon bantu aku, Brenda. Aku sangat membutuhkan uang." "Ooh, kamu ternyata berubah pikiran Lexi." "Aku sangat membutuhkan uang dengan cepat. Mamaku harus operasi." Brenda tersenyum. Ia memandangi wajah Lexi yang tampak berbeda, tidak ada lagi kepercayaan diri dan angkuh di wajah gadis tersebut pada saat dulu ia menawarkan agar menjual kegadisannya pada seorang pria.  "Brenda, tolong aku. Aku akan melakukan berbagai cara untuk biaya operasi kanker otak Mamaku. Aku mohon bantu aku," ucap Lexi dengan mata berkaca-kaca. "Wah, aku jadi tersanjung kalau begini. Kamu kan wanita yang memiliki prinsip no s*x before married dan tidak akan menjual keperawananmu hanya demi uang," ejek Brenda. Wajah Lexi memerah menahan amarahnya, jika bukan karena keadaan tidak akan pernah ia akan merendahkan harga dirinya dan menjual keperawanannya hanya demi uang, tapi sekarang keadaan berbeda. Keluarganya sudah bangkrut, Papanya Josep masuk dalam jeruji penjara kasus penggelapan uang perusahaan. "Aku mohon padamu, Brenda. Aku akan melakukan segala cara demi biaya operasi Mamaku." "Di mana kekasihmu si Jeff tersayang yang selalu kamu bangga-banggakan?" Brenda mengatakan dengan suara mengejek, "bukannya Jeff juga kaya raya dan berkuasa. Minta uang saja sama dia." "Jangan kamu sebut nama laki-laki kurang ajar itu lagi. Dia menjauhi aku semenjak keluargaku bangkrut." "Sudah ku duga Jeff akan seperti itu. Dia hanya laki-laki yang tidak bertanggung jawab dan mau seenaknya sendiri." "Brenda, aku mohon tolong aku. Hanya kamu yang bisa membantu sekarang." "Akan aku pikirkan. Berapa harga keperawananmu itu?"  Mendengar pertanyaan Brenda, Lexi jadi bingung sendiri. Ia tidak tahu berapa harga yang pantas untuk bisa tidur dengannya, tapi tidak ada salahnya untuk mencoba. Ia cantik, berpendidikan, dari keluarga terhormat, dan kaya dulu. Pasti harga untuk menikmati tubuhnya tidak murah. "Kenapa diam? Apa kamu ragu?" "Bu-bukan seperti itu Brenda. Aku tidak tahu harga yang pantas untuk bersama ku, tapi Mama membutuhkan uang lebih dari 500 juta untuk biaya operasi dan perawatan di rumah sakit." Brenda membelalakan matanya. Uang 500 juta bukan sedikit, ia jadi ragu apakah pria yang ingin membeli keperawanan Lexi dulu mau membayar 500 juta. "Aku rasa itu tidak mungkin Lexi. Terlalu mahal jika keperawananmu dihargai segitu." "Tapi aku ini cantik, berpendidikan, dari keluarga kaya, dan terhormat. Aku rasa nilai 500 juta itu pantas." "Hahaha jangan lupa Lexi yang cantik, berpendidikan, dari keluarga kaya, dan terhomat itu semua dulu bukan sekarang. Sekarang kamu tak ubahnya sama kayak aku. Hanya rakyat jelata yang membutuhkan uang." Lexi tertegun mendengar perkataan Brenda. Walau menyakitkan semua yang dikatakan temannya, tapi semua adalah kenyataannya sekarang.  "Tapi aku membutuhkan uang segitu, jika tidak Mamaku akan meninggal. Aku mohon bantu aku, Brenda." Brenda hanya bisa menghela napasnya. Ia sebenarnya tidak tega dengan keadaan temannya, walau bagaimanapun Lexi baik padanya bahkan sebelum keluarga Lexi bangkrut dan Papanya di penjara sering membantunya.  Brenda menatap Lexi dengan kasihan, "aku akan mengusahakannya, Lexi." "Kalau bisa secepatnya, Brenda. Aku butuh uang 500 juta dalam 2 hari kalau tidak mama ku bisa." Mata Lexi berkaca-kaca menatap Brenda.  "Kamu pulang dulu nanti aku akan mengabarimu." "Iya Brenda, tapi aku sudah pindah bukan rumah yang dulu lagi." "Nomor ponselmu tidak berubah, 'kan?" Lexi menggelengkan kepalanya perlahan.  "Ok. Nanti aku akan menghubungimu." "Terima kasih, Brenda." Dengan langkah gontai Lexi meninggalkan Brenda dengan perasaan sedih. Ingin rasanya ia menangis dan berteriak marah pada keadaan yang membuat harga dirinya terinjak-injak. Tidak pernah sama sekali ia menyangka bisa melakukan perbuatan serendah ini. Sudah tak ada lagi Lexi yang dulu. Semua prinsip, harga diri, keangkuhan, kesombongan sudah dihempaskan semuanya. Seandainya ia bisa memilih tidak akan pernah melakukan perbuatan yang memalukan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD