2-Perkenalan

1012 Words
Beberapa saat kemudian, mobil mereka sudah masuk ke dalam Tol Jagorawi, saat ini keadaan jalan tidak begitu ramai, sehingga mobil mereka bisa melaju dengan bebas. Sejak meninggalkan lokasi kecelakaan tadi, Vicky tidak lagi berbicara, dalam diam matanya menatap keluar jendela dengan tatapan kosong seakan pikirannya jauh di tempat lain. Keadaan hening ini membuat Vanya sedikit tidak enak, dia akhirnya berusaha membuka percakapan untuk memecah keheningan, di benaknya hanya itu yang bisa dia lakukan kepada pemuda yang telah menolongnya itu, dia setidaknya harus bersikap ramah dan bersahabat. "Uhmm...." Vanya tampak ingin mengucapkan sesuatu, tapi belum sempat berbicara, dia langsung mengurungkan niatnya dan kejadian itu terjadi beberapa kali. Tentu saja Vicky menyadari hal tersebut, dia tahu saat ini wanita yang dia tolong sedang berusaha memulai pembicaraan untuk memecah keheningan, karena tidak ingin membuat Vanya semakin canggung, Vicky pun berinisiatif membuka pembicaraan terlebih dahulu. "Apakah kamu mengenal pria tadi?" Tanya Vicky. "Iya aku mengenalnya, pria itu bernama Eddy, dia merupakan pemilik di perusahaan tempatku bekerja," jawab Vanya sambil memikirkan kejadian yang baru saja menimpanya. Setelah itu Vanya menjelaskan kepada Vicky kejadian yang baru saja dia alami, sudah dua bulan Vanya bekerja di perusahaan Eddy, awalnya tidak ada yang aneh, namun beberapa hari terakhir, pria beristri itu mulai sering menghubungi Vanya di luar jam kerja. Dia juga mulai membahas hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan mereka, pria itu juga beberapa kali mengajak Vanya untuk nonton ataupun makan malam bersama, tentu saja Vanya selalu menolak dengan halus, namun hari ini Eddy semakin nekat. Ketika Vanya mendapat kabar jika ayahnya pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit, Vanya bermaksud meminta tolong kepada Eddy. Vanya yang baru lulus kuliah dan baru bekerja sadar jika gajinya tidak akan mampu untuk membayar biaya pengobatan ayahnya, untuk meminjam uang di Bank tentu saja akan sulit bagi dia yang baru bekerja, oleh karena itu dia mencoba peruntungannya dengan meminta bantuan kepada Eddy, dia berjanji akan melunasinya dengan cara pemotongan gaji setiap bulan. Namun jawaban yang diberikan Eddy membuat Vanya marah, bukan karena Eddy tidak bisa membantu. Eddy bersedia membantu tapi dengan syarat Vanya mau menjadi istri simpanan nya, mendengar itu Vanya marah dan secara refleks menampar Eddy, setelah itu Vanya bergegas pergi meninggalkan Eddy. Eddy yang takut kelakuan mesumnya tersebar menjadi panik dan mengejar Vanya, hingga terjadilah insiden tabrakan tadi, setelah menceritakan itu tanpa sadar air mata Vanya mengalir keluar. Vicky secara naluriah merangkul pundak Vanya, dia lalu menatap wajah Vanya yang sedang menangis, setelah memperhatikan wajah Vanya beberapa saat, Vicky akhirnya sadar bahwa gadis yang berada di sampingnya ini memang sangat cantik. Vanya juga memiliki bentuk tubuh yang indah, Vicky pun sedikit mengerti mengapa Eddy sampai tergila-gila untuk menjadikan wanita ini sebagai istri simpanannya. Vicky juga kagum akan keteguhan hati Vanya, walaupun sangat membutuhkan uang untuk membantu keluarganya, dia tetap teguh dalam menjaga kehormatannya sebagai wanita. ***** Vanya terus tenggelam dalam kesedihan, air matanya tidak berhenti mengalir, hari ini menjadi hari yang sangat berat untuknya, tanpa sadar kepalanya kini ia sandarkan di d**a Vicky. Entah mengapa Vanya merasa nyaman dengan hal itu, dia merasakan kehangatan yang tidak pernah dia alami sebelumnya. Pria yang jauh lebih muda darinya sangat terlihat dewasa, tutur kata dan sikapnya yang lembut sangat berbeda dengan pria seumuran Vicky yang pernah dia jumpai. Jangankan yang seumuran Vicky, bahkan pria yang seumuran dirinya saja sangat jarang ditemui ada yang bisa bersikap seperti Vicky. Vicky pun tidak terlalu mempermasalahkan ketika Vanya bersandar di dadanya. Setelah menangis, mata Vanya terasa berat, rasa kantuk datang menghampirinya beberapa saat kemudian Vanya akhirnya tertidur. "Vanya...Vanya ..." Sayup-sayup terdengar suara seseorang memanggil namanya. Ketika Vanya membuka mata, dia langsung terkejut dan panik, karena saat ini wajah Vicky sangat dekat dengan wajahnya. Sejak bertemu Vicky, Vanya tidak pernah memperhatikan wajah pria itu dengan baik, baru saat ini dia dapat melihat wajah pria yang sudah menolongnya dengan sangat jelas. Pupil mata Tristan terlihat sangat indah, berwarna biru gelap bukan berwarna hitam atau coklat gelap seperti pria di Indonesia. "Tampan sekali," puji Vanya dengan suara berbisik. Vanya tanpa sadar memuji ketampanan Tristan. "Terima kasih Nona Vanya, aku hanya ingin memberitahu jika kita sudah tiba di Rumah Sakit Cipta." Vicky membalas pujian dari Vanya sambil tersenyum. Mendengar ucapan dari Vicky, Vanya menunduk malu tak berani menatap wajah Vicky lagi. Dia juga baru sadar jika dirinya tadi tertidur dalam dekapan Vicky, Vanya mulai terlihat panik apalagi ketika menyadari ternyata tangan pria tampan ini masih berada di pundaknya. "Ah... maaf," ucap Vanya dengan gugup sembari memperbaiki cara duduknya. Vicky tersenyum melihat tingkah Vanya, dia tidak menyangka jika gadis yang tadi menangis dan berani melawan bosnya ini , kini terlihat seperti anak kecil yang gelagapan karena ketahuan telah berbuat salah. Vicky lalu membuka pintu dan turun dari mobil, dia juga membantu Vanya yang masih terlihat kesakitan karena insiden tadi. Mereka berdua bergegas ke resepsionis Rumah Sakit Cipta, Vanya langsung menanyakan keadaan ayahnya kepada petugas yang berjaga. Petugas menjelaskan jika Ayah Vanya yang bernama Bima Purnomo saat ini berada di ruang ICU. Petugas tadi menambahkan jika keadaan ayahnya tidak dalam kondisi yang berbahaya. Mendengar itu akhirnya Vanya dapat bernafas lega, dia lalu meminta izin kepada Vicky untuk menemui ibunya. Vicky tersenyum dan mengangguk mempersilahkan Vanya untuk bertemu keluarganya. Baru beberapa langkah berjalan Vanya tampak menyadari sesuatu yang penting. Vanya langsung berbalik dan kembali ke pemuda yang menolongnya, dia lalu mengulurkan tangannya kepada Vicky. "Umm... maaf aku belum mengetahui namamu, aku... aku Vanya Purnomo." Vanya memperkenalkan dirinya dengan tersipu malu dan terbata-bata karena tersadar jika dia sama sekali belum mengetahui nama pria yang sudah menolongnya. Mendengar hal itu Vicky tertawa. "Nona Vanya bukankah ini sedikit terlambat? Kamu bahkan sudah menjadikanku bantal tidur." Vicky membalas Vanya sambil sedikit bercanda, tentu saja itu membuat Vanya semakin salah tingkah dan semakin tidak berani menatap mata Vicky. "Aku Vicky Prayoga, salam kenal Nona Vanya," ucap Vicky disertai senyuman di wajahnya. Sambil bersalaman mereka memperkenalkan diri satu sama lain, Vicky juga mengingatkan Vanya untuk memeriksakan kondisinya ke dokter. Setelah mengetahui nama dari pemuda yang telah menolongnya Vanya kembali izin pamit untuk bertemu dengan Ibunya, tak lupa Vanya juga mohon pamit kepada Barry yang juga ikut turun menemani mereka. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD