Mendengar itu Manda tersenyum bahagia, dia sudah bingung akan bagaimana jika Vicky tidak menyetujui rencananya. Manda langsung melingkarkan tangannya di leher Vicky dan mencium pipi Vicky.
"Terima kasih sayangku," ucap Manda lembut yang membuat Vicky sedikit terkejut mendapat ciuman di pipinya.
"Baiklah... mari kita temui sahabatmu," ucap Vicky.
Setelah itu mereka menuju Cafe Cool tempat di mana Manda sudah membuat janji dengan sahabatnya.
***
Sedangkan di kediaman Aditya, "Bukankah calon menantu kita sangat tampan," ucap Sheila sambil meletakkan secangkir kopi di meja ruang tamu.
"Apa gunanya tampan kalau hanya berasal dari keluarga yang tidak jelas," ketus Aditya menanggapi perkataan istrinya, Aditya terlihat kesal, dia tidak membaca dan terlihat hanya membolak-balik surat kabar yang sedang berada di tangannya.
Sheila hanya diam menanggapi perkataan suaminya dia lalu duduk tepat di samping suaminya.
Dengan perasaan yang sangat kesal, Aditya melempar surat kabar yang sedang dia baca ke meja.
"Aku tidak mengerti apa yang ada di kepala ayahku, bagaimana mungkin dia mengangkat anak yang tidak jelas asal usulnya menjadi kandidat penerus keluarga," ketus Aditya.
"Apakah di matanya aku benar-benar tidak dianggap!" Teriak Aditya yang bertanya kepada dirinya sendiri.
Beberapa tahun lalu Aditya sempat menduduki posisi CEO di perusahaan yang rencananya akan dipimpin oleh Vicky. Namun setelah beberapa saat menjabat, kondisi perusahaan semakin buruk. Hal itu yang membuat Effendi menunjuk Hendro Mahardika yang merupakan Kakak Aditya, untuk menggantikan Aditya sebagai CEO.
Aditya sendiri ditunjuk masuk ke dalam direksi, walaupun di atas kertas dia dipromosikan. Dia merasa kesal karena dia tahu, bahwa dia berikan posisi itu hanya karena dia adalah anak pemegang saham kedua terbesar di Dharma Prakarsa Grup, dari segi kinerja Aditya dianggap tidak becus dalam mengurus perusahaan.
Hendro Mahardika yang merupakan Kakak Aditya adalah anak yang diadopsi oleh Effendi ketika Effendi dan mendiang istrinya belum memiliki anak. Mereka mengadopsi Hendro yang pada saat itu berumur 2 tahun, ternyata setelah beberapa bulan akhirnya istrinya hamil dan lahirlah Daffin.
Setelah ditunjuk untuk memimpin perusahaan yang hampir hancur di tangan Aditya. Hendro menunjukkan kinerja yang memuaskan, perusahaan yang dipimpin olehnya semakin membaik, beberapa tahun di bawah kepemimpinannya perusahaan itu menjadi salah satu perusahaan yang cukup di pandang di Indonesia.
Namun beberapa saat lalu, Hendro Mahardika terbukti melakukan penggelapan dana perusahaan, Hendro berusaha mengelak, namun bukti berkata lain.
Effendi marah dan kecewa kepada Hendro Mahardika, Effendi memecat Hendro dan menghapusnya dari keluarga Mahardika.
Tentu saja Hendro tidak melakukan tindakan tercela itu, itu semua adalah rekayasa dari Aditya yang dibantu oleh orang-orang kepercayaannya untuk melengserkan Hendro dari jabatannya.
Dengan begitu dia bisa menguasai perusahaan dengan omzet ratusan milyar itu, namun Aditya harus kembali kecewa ketika Effendi ternyata menyerahkan perusahaan dengan omzet ratusan milyar itu ke Vicky, anak bawang yang tidak jelas asal usul keluarganya.
"Sabar sayang, bukankah nanti Vicky akan menjadi menantu kita?" ucap Sheila kepada suaminya.
Aditya langsung menoleh ke arah istrinya, dia tahu jika ada maksud lain dari perkataan yang baru saja diucapkan istrinya.
"Bukankah jika Vicky menjadi CEO di tempat itu, kita bisa menyetelnya seperti boneka?" sambung Sheila sambil menyunggingkan bibirnya.
Ucapan Sheila memberi Aditya angin segar, ekspresi wajah Aditya langsung kembali bersemangat.
"Haha...Benar istriku, orang tua busuk itu juga sudah sakit. Entah berapa lama lagi dia bertahan, ketika dia sudah tidak ada. Aku tinggal menendang Vicky seperti aku menendang Hendro," ujar Aditya diselingi tawa sambil menepuk-nepuk bahu istrinya.
"Mereka berdua sama-sama berasal dari keluarga tidak jelas, sudah sepantasnya mereka bernasib sama," sahut Sheila yang disambut tawa suaminya.
—
Vicky dan Manda sudah tiba di Cafe Cool. Begitu turun dari mobil, Manda langsung menggandeng tangan Vicky dengan mesra. Vicky juga tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, menurutnya wajar saja Manda bersikap seperti itu, toh Manda juga adalah tunangannya.
Begitu masuk, tiga orang gadis menyambut mereka, Manda juga langsung melambaikan tangannya ke arah di mana ketiga gadis itu duduk. Dia lalu menarik tangan Vicky dengan lembut untuk mempercepat langkah mereka.
Ketiga gadis itu bernama, Dina, Vony dan Desi. Mereka bertiga mempersilahkan Manda dan Vicky duduk, setelah itu mereka mulai memperkenalkan diri kepada Vicky.
"Gila Manda! Tunangan kamu tampan sekali!" seru Dina kepada Manda tanpa berusaha menyembunyikannya, kedua sahabat Manda juga mengangguk mengiyakan perkataan Dina.
"Dia pasti keturunan bule, matanya sangat indah," ucap Vony yang juga mengagumi ketampanan tunangan Manda.
"Ahh... Manda kamu beruntung sekali," ucap Desi.
Mendengar pujian dari ketiga gadis di depannya, Vicky hanya bisa tersenyum. Dia bingung harus bagaimana menanggapi pujian dari ketiga gadis itu.
Manda tersenyum bangga, Manda merasa puas dengan pujian yang diberikan sahabatnya kepada Vicky.
"Dia pastinya anak keluarga kaya raya," ucap Dina bertanya kepada Manda mengenai status Vicky.
"Hei tentu saja Vicky anak keluarga kaya," balas Desi.
"Iya, tidak mungkin keluarga Mahardika menerima orang yang tidak jelas asal-usulnya," sambung Desi sambil menoleh ke arah Dina.
"Jadi bisnis apa yang dijalankan keluarga calon suamimu?" tanya Vony kepada Manda, kedua temannya juga langsung menoleh ke Manda, menunggu jawaban yang akan diberikan Manda.
"Ohh... itu...," ucap Manda terbata-bata.
"Vicky berasal dari Amerika, keluarganya menjalankan usaha kuliner di sana. Dan sudah memiliki cabang di beberapa tempat di Amerika," sambung Manda dengan nada yang sedikit kikuk.
"Wow, luar biasa!” seru ketiga teman Manda secara bersamaan sambil menoleh ke arah Vicky yang langsung dibalas senyuman olehnya.
Vicky sendiri ingin tertawa mendengar jawaban Manda dan juga ekspresi teman-teman Manda, dalam hati dia berkata "Sejak kapan keluargaku menjalankan bisnis di Amerika."
Setelah itu, ketiga teman Manda kembali memberikan banyak pertanyaan kepada Manda. Mulai dari rencana menikah, tinggal di mana setelah menikah, sampai berapa jumlah anak pun mereka tanyakan kepada Manda, Manda sendiri terlihat meladeni satu-persatu pertanyaan dari sahabatnya.
Sedangkan Vicky hanya mengangguk, dan sesekali berkata iya menanggapi pertanyaan dari teman-teman Manda yang seperti tidak ada habisnya.
Ketika Manda dan sahabatnya sibuk berbicara, dari arah pintu masuk terlihat tiga pemuda yang berumur sekitar 25 tahun masuk dan langsung menuju ke tempat Vicky.
Melihat pria yang baru saja masuk, Manda terlihat kaget dan langsung berdiri dari tempat duduknya. Begitu juga dengan teman-teman Manda yang ikut terkejut melihat sosok pria yang menghampiri mereka.
"Giyan?" ucap Manda kepada Giyan yang sudah berdiri di samping meja mereka.
"Hai Manda, apa kabar sayang?" Balas pria itu kepada Manda