"Devita kalau begitu kami duluan," ucap Vicky sambil melambaikan tangannya. Di sampingnya terlihat Manda yang merangkul mesra lengannya dan juga mengucap pamit kepada Devita.
"Kak Devita, kami duluan ya." Ucap Manda yang juga melambaikan tangannya ke Devita.
"Iya Pak Vicky dan Nona Manda, hati-hati di jalan." Devita terlihat membalas sambil melambaikan tangannya ke arah mereka berdua.
Tak lama setelah itu, Vicky dan Manda sudah tidak terlihat lagi. Devita sendiri masih tetap tinggal di kantor, dia ingin menyelesaikan surat perjanjian jual beli untuk transaksi yang baru saja mencapai kesepakatan, ketika sedang memasukkan data produk, Bastian tiba-tiba menghampirinya.
"Devita, kamu sebentar jangan pulang dulu, aku butuh bantuanmu untuk menyelesaikan beberapa dokumen," ucap Bastian sambil menatap Devita dengan tatapan m***m.
"I-Iya Pak," balas Devita dengan raut wajah sedih.
Dua jam berlalu dengan cepat, satu-persatu karyawan lain sudah meninggalkan kantor. Kini hanya Devita, Lili yang menjabat sebagai manager HRD dan seorang karyawan di bagian administrasi yang tetap tinggal di kantor, ketiga gadis ini diminta oleh Bastian untuk tidak langsung pulang.
Lili sama seperti Devita, gadis dengan paras cantik berumur 25 tahun, dia juga adalah orang yang direkrut oleh Bastian. Ketiga gadis ini merupakan gadis yang memiliki paras cantik dan sangat menonjol di antara karyawan wanita lainnya.
"Devita, masuk ke ruanganku," perintah Bastian yang sedang berdiri di depan pintu ruang kerjanya.
"Iya Pak," jawab Devita, dia lalu berjalan menuju ruangan Bastian dengan lemas.
Setelah menutup pintu, Devita berdiri di depan meja kerja Bastian.
"Mengapa kamu berdiri di situ? Ayo duduk disini," kata Bastian sambil menepuk-nepuk pahanya sendiri.
Devita masih tetap diam di tempatnya seakan tidak mendengar apa yang Bastian baru saja katakan.
"Devita ! Apa kamu tuli?!" Bentak Bastian yang mulai kehilangan kesabaran karena Devita tidak mendengar perintahnya.
"Hah! Kemarin kamu masih menurut, sekarang setelah tidur dengan Vicky si bocah itu, kamu mulai tidak menuruti perkataanku," sambung Bastian dengan emosi.
"Pak Vicky bukan orang seperti itu!" seru Devita membantah ucapan yang baru saja dilontarkan oleh Bastian.
"Kalian tidak keluar dari ruangan itu selama beberapa jam, kalian bahkan makan bersama di ruangan itu, Devita! Apa kamu kira aku bodoh!!" Bentak Bastian.
"Itu karena-"
"Tidak usah mengelak! Bagus Devita! Sekarang kamu berani membantahku,” sela Bastian memotong ucapan Devita. Dia berdiri dari duduknya dan menuju pintu ruang kerjanya. Bastian mengunci pintu ruang kerjanya, lalu berjalan menghampiri Devita yang terus menunduk.
"Apa kamu lupa siapa yang menerimamu kerja di sini? Apa kamu lupa siapa yang memberikanmu jabatan itu?" Tanya Bastian yang sudah berada tepat di depannya.
Devita masih diam dan tetap menunduk, kedua tangannya mengepal. Devita marah tapi tak bisa berbuat apa-apa, kedua matanya perlahan menggenang, rasa takut pun mulai menghampiri dirinya.
Bastian tersenyum menyeringai menatap Devita yang sepertinya sudah kembali berada di bawah kendalinya, tanpa berkata-kata, Bastian langsung memeluk erat tubuh Devita yang hanya bisa pasrah.
Pria itu menciumi tengkuk leher Devita, bahkan tangannya sudah meremas-remas bongkahan padat di bawah sana. Devita mengepal erat tangannya, dirinya benar-benar ketakutan. Dia hanya berharap jika ada seseorang yang menolongnya, "Mohon... Siapapun.... Tolong aku..." lirihnya dalam hati.
Sedangkan Bastian menyeringai puas melihat Devita tanpa perlawanan, dan hal itu membuat dirinya semakin berani menyentuh area sensitif Devita dari luar kemeja.
"Ohhh Devita, kamu sungguh seksi. Pantas saja bocah berengsek itu tidak meneluarkanmu seharian dari ruangannya!" gumam Bastian.
"Pak Bastin, Pak Vicky..."
"Sssstt....!" Bastian menyela, menutup mulut Devita dengan jarinya, meminta agar wanita itu tidak lagi berbicara. Karena tangannya kini sudah bergerak melepaskan kancing kemeja Devita.
***
Setelah mengantar Manda sampai di rumah, Vicky menyadari jika ponsel miliknya ketinggalan di ruang kerjanya, dia langsung putar balik kembali ke kantornya untuk mengambil ponselnya, karena Vicky malam ini berencana menghubungi Kakeknya setelah tiba di rumah nanti.
Ketika sudah berada di depan pintu kantor, Vicky sontak terkejut begitu melihat lampu di ruangan kantornya yang masih menyala. Ketika dia masuk, dia mendapati dua karyawan wanita lainnya sedang duduk tanpa mengerjakan apa pun.
"Kenapa kalian belum pulang?” Tanya Vicky.
Kedua karyawan wanita yang tidak melihat kedatangan Vicky sontak terkejut begitu melihat atasan mereka.
"Itu Pak... hmm...." Jawab Lili terbata-bata.
Vicky melihat gelagat aneh dari kedua karyawan yang berada di depannya. Dia lalu menoleh ke ruangan Bastian, Vicky dapat melihat dari celah pintu bagian bawah jika lampu ruangan Bastian masih menyala.
Pria itu lalu menoleh ke meja Devita, Vicky mendapati jika layar komputer sekretarisnya masih menyala, barang-barang miliknya juga masih terlihat di atas meja.
"Mana Devita?!" Vicky kembali bertanya dengan sura beratnya.
Mereka berdua diam dan seakan berat menjawab pertanyaan dari Vicky, tetapi tatapan mereka menuju ke arah ruangan Bastian.
"Bastian Berengsek!!" geram Vicky, Vicky lalu berlari menuju ruangan Bastian. Begitu tiba di depan pintu, Pria tampan itu langsung menendang pintu ruangan Bastian.
Bughh!!
Dengan sekali tendang, pintu Bastian langsung roboh. Di dalam ruangan dia mendapati Bastian yang sedang memeluk Devita, beberapa kancing kemeja Devita juga sudah terbuka.
Begitu melihat Vicky air mata yang ditahan oleh Devita akhirnya tumpah, sedangkan Bastian tampak tercengang ketika melihat Vicky yang merobohkan pintu ruang kerjanya.
Dengan cepat Bastian melepaskan pelukannya dari Devita, dia merasa ketakutan melihat wajah Vicky yang murka, perlahan dia mundur beberapa langkah ke belakang.
"Vicky aku...."
"b******n!!" Teriak Vicky, murka.