Tangis Pilu

1263 Words
"Kok bisa sih tiba-tiba mimisan, kamu sakit Wah?" tanya Riska. "Gak tau, enggak sih Mbak kayaknya, mungkin kecapekan," jawabku. "Maaf Pak, ini teman saya gak papa kan? " tanya Bang Bar pada tetua adat. "Tidak apa-apa, tidak ada yang perlu di khawatirkan, " jawab tetua adat. "Nak bisa bapak bicara sebentar? " "Oh iya Pak bisa. Mari Pak," jawab Bari. Mereka berdua pun pergi keluar rumah. Aku terdiam, mataku sibuk mencari keberadaan Candra yang dari tadi tak ku lihat. "Candra kemana Mbak? " "Gak tau tadi dia keluar, gak tau pergi kemana," jawab Riska, "Wah kamu beneran gak papa? Kamu gak ngerasain sesuatu yang gak beres gitu dengan badanmu? " "Enggak, cuma sedikit pusing. Kenapa emangnya? " "Ya gak papa, aku cuma khawatir aja kamu kenapa-kenapa. Jujur setelah begitu banyak hal yang terjadi aku jadi sedikit takut. " "Takut kenapa? " Riska menghela nafas. "Ya takut aja, kalau kejadian buruk ini terus berlanjut, sebelum meninggal llyas kan sempat kerasukan, aku takut aja kalau makhluk yang masuk ke tubuh llyas ganti mencelakai orang lain," ucapnya lirih sambil tertunduk. Mendengar ucapan Riska membuatku semakin merasa bersalah. "Kak maaf ya ini semua gara-gara aku." "Sudahlah Wah nasi sudah menjadi bubur, gak usah merasa kayak gitu. Ngomong-ngomong kronologinya itu gimana sih kok bisa sampai kejadian kayak gini?" "Jadi pas kalian semua tidur aku bangun terus keluar tenda karena gak bisa tidur. Di dekat api unggun ada Candra dan Bang Bar tidur sedangkan lchal duduk sendirian melamun di samping mereka, yaudah aku samperin. Di situ Bang lchal kayak lagi melamun sambil terus memperhatikan daun yang dia pegang. Aku nanya ke dia kenapa daun ini gak boleh di bakar, sambil merebut daun yang dia pegang. Kata Bang lchal itu hanya larangan yang di buat-buat untuk menakuti orang-orang tujuannya biar gak terjadi kebakaran hutan makanya di bumbui dengan cerita mistis. Dia pun ngajakin aku bakar daun itu, aku gak setuju, tapi dia maksa membakar daun itu. Dia pergi ke belakang tenda terus di kumpulin itu daunnya, aku udah melarangnya tapi dia ngeyel. Aku udah berusaha mencegahnya tapi dia gak mau dengerin aku dan langsung nyalain korek terus daun-daun yang ia kumpulin ia sulit api. Aku mencoba memadamkannya. Kita sempat berdebat tapi karena daunnya kering mudah terbakar dalam hitungan detik api udah menyala, gede. Gak lama Candra dateng nyamperin kita terus dia marahin Bang lchal aku juga kena marah, mungkin di kiranya aku juga ikut membakar daun itu, pas Candra marah-marah Bang Bar dateng nyamperin kita terus sama Candra Bang Bar di suruh bangunin anak-anak, eh gak lama ada bola api terbang muter-muter diatas kita. Candra triak nyuruh lari. Pas lari aku sempet berhenti merhatiin bola api itu, langsung jatuh menghantam salah satu tenda. Aku lanjut lari ketakutan terus ketemu kamu sama Bang Bar. " "Lchal mah emang gitu anaknya suka rese, bandel kalau di bilangin. Yaudah lah Wah jangan di pikirin, ini bukan sepenuhnya salahmu. Mungkin Candra hanya salah paham aja sama kamu." "Iya, mungkin kalau aku bisa nglarang Bang lchal waktu itu, ceritanya gak bakalan kayak gini," tuturku lirih. *** Karena hari sudah sore kami memutuskan untuk membawa pulang jenazah llyas keesokan harinya. Aku kembali di beri minuman racikan entah apa yang jelas rasanya sangat tidak enak sekali. Aku dan Candra tak saling bicara. Dia hanya diam dan seolah acuh padaku. Lchal terus-terusan meminta maaf pada Candra namun sama sekali tak di hiraukan. Suasana terasa canggung. Kami semua berkumpul untuk mendoakan arwah Bang llyas. Saat berdoa tiba-tiba bagian punggung dan tengkukku terasa hangat lama-lama semakin panas dan berat. Sesaat kemudian angin berhembus cukup kencang dan lampu padam. Sontak semua orang menjadi gaduh, sebagian mengeluarkan ponsel dan menyalakan lampu flash, meraba diantara redupnya cahaya ponsel. "Kya...! " seru seseorang berteriak, di susul dengan suara erangan seketika suasana menjadi kacau seisi rumah berhamburan keluar karena salah seorang dari kami tiba-tiba mengamuk, membanting apapun yang ada di hadapannya. "Ada apa sih? " tanya Riska. "Kayaknya dia kesurupan, " jawab Lia. Tetua adat menyuruh kami semua keluar. Tetua adat, juru kunci dan beberapa warga yang tetap berada di dalam rumah, mengamankan teman kami yang kerasukan. Kami yang berada di luar hanya bisa menunggu kabar dengan harap-harap cemas. Aku tak menyangka apa yang telah lchal perbuat akan seburuk ini konsekwensinya. "Astaghfirullah, " gumam Riska sambil memegang tanganku. "Wah itu apaan? " tanya nga lirih. "Apa? " tanyaku. "Itu di bawah pohon, itu orang apa bukan sih ngeremin banget. " Entah sosok apa yang di lihat oleh Riska, aku hanya melihat sekelebatan hitam tak begitu jelas. Di desa ini penerangan juga belum terlalu banyak. Jarak rumah satu dengan rumah lainnya juga agak jauh, di batasi oleh kebun dan masih banyak pohon-pohon besar yang tumbuh subur. Jika siang hari suasana di desa ini begitu asri, tenang dan damai. Berbanding terbalik ketika malam tiba suasana terasa menakutkan, sepi dan gelap. Lampu jalan terpasang hanya di beberapa tempat tertentu. "Mungkin itu salah satu warga desa, " jawabku menenangkannya. "Masa sih? Kok serem banget, ngapain itu orang malem-malem berdiri di bawah pohon sih, kurang kerjaan banget, " gerutunya. "Gak tau Mbak, udah gak usah di lihatin lagi. " Sesaat kemudian teman kami yang kerasukan pun tersadar. Makhluk yang masuk ke dalam tubuhnya berhasil di keluarkan oleh juru kunci. Malam itu juga, tetua adat, juru kunci, beberapa warga dan perwakilan dari beberapa teman kami termasuk Bang Bar dan Candra mengadakan doa dan ritual untuk meminta maaf. Menurut penuturan juru kunci sangasang pengusaha bukit Sebayan Bungsu marah dan terganggu atas perilaku kami yang tidak sopan. **** Selesai subuh rombongan kami pun kembali pulang sambil membawa jenazah llyas dengan menyewa ambulans. Sepanjang perjalanan semua terdiam larut dalam duka masing-masing. Sesampainya di rumah almarhum llyas, tangis ibu dan saudara-saudara llyas pun pecah, hatiku bagaikan tersayat sembilu melihat tangisan lbu llyas yang meratap sambil memeluk janazah putranya. Ichal hanya diam tertunduk sambil menangis, sementara Candra mencoba menenangkan lbu llyas sambil terus-terusan meminta maaf. Ibu llyas terus mencoba membangunkan anaknya sebelum akhirnya jatuh pingsan. Jenazah llyas pun di kebumikan tanpa menunggu lbunya tersadar. Aku tidak tau seberapa pedihnya hati lbu llyas yang harus kehilangan anaknya secara tiba-tiba. Tapi ku rasa aku memahami rasa sakitnya. Dadaku terasa sesak melihat wajah keluarga llyas yang berselimut duka. Aku seperti orang bodoh yang hanya bisa diam tanpa bisa melakukan sesuatu untuk keluarga llyas. Rasa bersalah dan penyesalan menyiksa batin. *** Sehari setelah dari rumah llyas, aku sama sekali tak bertegur sama dengan Candra. Kurasa dia begitu marah dan kecewa padaku, mungkin saja dia juga memutuskan hubungan persahabatan kami. Candra mengurung diri di kamar, meski kami bertemu saat makan dia sama sekali tak menegurku. Me dapat perlakuan dingin dari teman itu rasanya menyakitkan. Hatiku seakan teriris-iris jika bolek memilih lebih baik dia menghajarku dan memukul iku dari pada mendiamkanku seperti ini. Kupikir jika berlama-lama di rumah Candra itu akan menyiksa hatiku. Setelah makan aku pun menghubungi Bapakku untuk menjemputku. Mungkin akan lebih baik jika aku tinggal bersama Bapakku. Keesokan paginya Bapak menjemputku. Sepanjang perjalanan ku ceritakan semua masalah ku, setelah bercerita rasanya beban di hatiku sedikit berkurang, setidaknya ada yang memahami perasaanku saat ini. Sesampainya di mes, Bapak menyuruhku beristirahat. Sambil tersenyum beliau meyakinkan ku bahwa semua akan baik-baik saja dan kembali seperti semula. Malam harinya aku diajak main ke salah satu teman Bapak, Bapak bilang beliau asli orang Kalimantan. Awalnya kami ngobrol-ngobrol biayasa. Hingga akhirnya teman Bapak ingin melihat telapak tanganku. Saat ku ulurkan tanganku ia pun menggenggamnya dengan erat lalu memijat tengkukku, meniup ubun-ubunku beberapa kali. Entah apa yang sedang ia lakukan padaku. Setelah itu aku di suruh minum air yang sebelumnya telah ia bacakan doa. Meski aku tidak tahu apa yang ia lakukan aku terus menurti perintahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD