BAB TIGA

2803 Words
Sesuai dengan rencananya, Ivy kini sudah berada di dekat mansion mewah yang menjadi kediaman Menteri Perpajakan. Dia akan menghentikan rencana kenaikan pajak dengan mencuri stempel milik sang menteri. Ya, itulah alasan Ivy berada di tempat ini sekarang.  Gadis itu sudah mempersiapkan semuanya dengan sangat matang, meski dia datang ke tempat itu seorang diri tanpa ada satu pun rekan yang akan membantunya, namun Ivy sudah terbiasa melakukan tugas penyusupan atau penyamaran seperti ini. Jika biasanya dia akan menjalankan misi seperti ini karena ada klien yang menyewa jasa pada padepokan tempatnya belajar bela diri, saat ini Ivy benar-benar menjalankan misi ini atas keinginannya sendiri tanpa diminta siapa pun. Bahkan dia tak memberitahu siapa pun tentang rencana ini. Ah, mungkin pengecualian untuk ketiga gadis itu, Claudia, Miranda dan Carissa. Jika mereka pintar harusnya mereka tahu akibat pembicaraan mereka tadi pagi sekarang Ivy akan mengabulkan keajaiban yang dikatakan Claudia. Dan sekarang dia benar-benar sudah siap menjalankan rencananya.  Ivy menatap pakaian yang melekat di tubuhnya, itu pakaian sederhana yang biasa dikenakan gadis desa, dia menyamar sebagai seorang gadis polos yang berkeliling menjual s**u murni. Tidak mudah tentunya bagi Ivy untuk bisa menyusup masuk ke dalam mansion karena penjagaannya yang sangat ketat, bahkan untuk melewati pintu gerbang saja tak bisa sembarangan karena ada dua prajurit yang berjaga di sebelah kanan dan kiri pintu gerbang. Inilah alasan Ivy melakukan penyamaran sebagai gadis penjual s**u agar dia bisa memanipulasi kedua prajurit itu.  Dengan penuh percaya diri, Ivy kini melangkah menghampiri kedua prajurit yang sedang berdiri di samping pintu gerbang, sembari menenteng beberapa botol s**u murni yang tentunya sudah dia beli di salah satu toko penjual s**u agar penyamarannya sempurna.  Gadis itu berdeham begitu tiba di depan gerbang, bermaksud untuk menarik atensi kedua prajurit. Dan berhasil karena kini kedua pria mengenakan pakaian seragam khas militer kerajaan itu pun menoleh ke arahnya.  “Selamat siang, Pak,” sapa Ivy, ramah disertai senyum. Berbanding terbalik dengan karakter Ivy yang sebenarnya sangat pendiam dan begitu ketus jika sedang berbicara. Gadis itu sudah sangat lihai dalam urusan bersandiwara dan menyamar.  “Mau apa kau kemari?” tanya salah satu prajurit sembari menelisik penampilan gadis asing yang tiba-tiba menghampiri mereka.  Di mata kedua prajurit itu sosok Ivy tak ubahnya seperti gadis desa biasa. Mengenakan pakaian terusan dengan rok panjang mengembang khas pakaian yang biasa dikenakan gadis desa. Rambut panjangnya dikepang dua yang membuatnya terkesan polos dan lugu. Tak ada yang mencurigakan dari sosok Ivy di mata mereka. Hanya saja kedua prajurit itu ingin tahu apa tujuan si gadis desa menghampiri mereka.  “Saya seorang penjual s**u murni, Pak. Saya datang untuk menawarkan. Mungkin anda berdua bersedia membelinya. s**u ini sangat segar karena diambil langsung dari peternakan sapi.”  Kedua prajurit saling berpandangan, sebelum salah satu dari mereka kembali berkata, “Kami sedang bekerja, kau bisa menawarkan s**u itu pada orang lain saja,” tolaknya mentah-mentah.  Ivy tak terkejut karena sejak awal dia sudah menduga tak akan semudah itu bisa mengelabui dan membujuk kedua prajurit yang sudah sangat terlatih dan profesional. Namun bukan Ivy namanya jika dia menyerah semudah itu.  “Tapi s**u ini sangat segar, Pak. Meminum s**u sebentar saya rasa tidak akan menjadi pelanggaran besar.” Tanpa diminta, Ivy lantas mengeluarkan dua botol s**u murni yang dia bawa. Lalu mengulurkannya pada kedua prajurit.  “Silakan diminum, Pak. Rasakan betapa segarnya s**u ini. Saya menawarkan pada anda berdua karena siang ini sangat terik ya. Panas sekali.” Ivy dengan lihai berpura-pura menyeka keringat yang bermunculan di pelipisnya karena siang itu sinar matahari memang begitu terik hingga terasa membakar kulit.  “s**u murni ini dingin dan segar bisa membuat tubuh menjadi lebih bugar juga. Sangat bermanfaat untuk anda berdua. Karena saya peduli makanya menawarkan s**u ini. Silakan dinikmati, Pak. Saya jamin anda berdua tidak akan menyesalinya. Susunya sangat lezat,” kata Ivy sembari mengangkat ibu jari, juga dengan bibir yang mengulas senyum lebar.  Kedua prajurit kembali saling berpandangan seolah tengah berkomunikasi melalui tatapan mata. Hingga salah satu dari mereka sepertinya tergoda oleh bujukan Ivy, dia menerima botol berisi s**u yang diulurkan Ivy padanya dan meneguknya tanpa ragu karena sebenarnya dia memang sedang kehausan.  Ivy menyeringai karena tak menyangka cukup mudah membujuk mereka, “Bagaimana, Pak? Lezat dan segar kan s**u yang diambil langsung dari peternakan?”  Sang prajurit mengangguk, “Iya, benar. Susunya segar. Minum saja, tidak masalah karena sekadar minum tidak menjadi pelanggaran.” “Oh, kau benar juga. Kebetulan aku juga sebenarnya sedang haus.” Prajurit yang lain menanggapi dan seperti rekannya dia pun kini menerima botol s**u yang diulurkan Ivy dan meminumnya tanpa sisa dengan sekali tegukan. “Segar kan rasanya, Pak?” “Berapa harganya?” tanya sang prajurit yang baru saja selesai minum sembari mengembalikan botol yang sudah kosong itu pada Ivy. “Murah kok, Pak. Satu botolnya hanya 5 koin perak,” sahut Ivy, telapak tangannya terbuka membentuk angka lima.  Dengan serempak kedua prajurit merogoh sesuatu dari saku celana mereka, memberikan lima koin perak seharga satu botol s**u yang mereka minum, salah satu dari mereka pun langsung menyuruh Ivy untuk pergi.  Ivy tak membantah karena toh rencananya sudah berjalan mulus. Dia hanya perlu pergi sejenak dan kembali lagi ke sini nanti. Setelah itu tak akan ada lagi hambatan untuknya masuk ke dalam mansion. Dia pun melangkah pergi setelah melempar senyum lebar pada kedua prajurit yang kini sudah kembali berdiri tegak di posisi masing-masing.  Yang diprediksi Ivy tentunya tepat sasaran karena setelah tiga puluh menit berlalu, kedua prajurit itu mulai merasakan ngantuk yang amat sangat. Kenapa hal ini bisa menimpa mereka? Jawabannya sangat sederhana … karena Ivy sudah mencampurkan obat tidur di dalam cairan s**u yang diminum kedua prajurit.  Dari kejauhan, Ivy memperhatikan gerak-gerik kedua prajurit itu, dan begitu mereka tak kuasa lagi menahan rasa ngantuk hingga keduanya terkulai lemas dan tidur dalam posisi duduk, Ivy menjentikan jari. “Ini saatnya,” ucapnya dan tanpa pikir panjang lagi dia langsung melesat ke arah pintu gerbang yang kini bisa dia lewati tanpa hambatan.  Ivy tak lagi mengenakan pakaian ala gadis desa karena penyamarannya sudah selesai dan berakhir sukses besar. Dia mengenakan pakaian yang biasa digunakan saat berlatih bela diri, pakaian sederhana berwarna serba hitam yang membuatnya bisa leluasa bergerak. Tak lupa dia juga mengenakan cadar untuk menutupi wajahnya sebagai bentuk antisipasi semisal penyusupan ini terbongkar, hanya menyisakan kedua matanya untuk melihat.  Ivy pun dengan awas menelisik sekitar sebelum dia menyusup  masuk ke dalam mansion mewah sang menteri. Dia akan bersembunyi saat melihat beberapa prajurit sedang berkeliling melakukan patroli. Dengan lihai Ivy selalu berhasil menyembunyikan diri, terlalu sering melakukan misi seperti ini membuat insting Ivy begitu tajam dan tak pernah meleset.  Tak sulit bagi Ivy untuk menyusup ke dalam mansion, karena kini dia sudah berada di dalam mansion. Dia masuk melalui jendela yang sengaja dibiarkan terbuka saat siang hari seperti ini. Inilah alasan Ivy memutuskan menyusup di siang hari yang terbilang sangat nekat alih-alih melakukan penyusupan di malam hari seperti yang dilakukan oleh para perampok. Selain karena akses baginya masuk ke dalam mansioan cukup banyak karena semua jendela dalam kondisi terbuka, juga tak akan ada yang berpikir seseorang akan berani melakukan penyusupan di siang hari bolong seperti ini. Penjagaan pun tak seketat jika malam hari sehingga Ivy mendapatkan akses cukup mudah dalam penyusupan ini.  “Dasar prajurit kerajaan bodoh. Katanya mereka terlatih dan profesional, tapi …” Ivy mendecih di akhir ucapannya karena tak menyangka begitu mudah dia menghindari penjagaan para prajurit kerajaan yang ditugaskan menjaga kediaman Menteri Perpajakan.  Sudah berada di dalam mansion, yang dilakukan Ivy sekarang adalah mencari ruangan kerja sang menteri karena dia yakin stempel itu diletakan di sana.  Ivy mengendap-endap di dalam mansion mewah, luas nan megah tersebut. Tak ada prajurit di dalam tapi tentunya ada banyak pelayan yang harus dia hindari agar tak berpapasan atau terlihat oleh mereka.  Ivy kini sedang bersembunyi di balik salah satu tembok saat melihat beberapa pelayan sedang berlalu lalang sambil membawa beberapa nampan makanan. Ah, benar juga tentu saja mereka sedang menyiapkan untuk makan siang sang majikan. Ivy mendengus melihat gaya hidup para pejabat kerajaan yang begitu mewah, dia jadi merasa miris dengan kehidupannya dan rekan-rekannya di padepokan yang serba kekurangan. Mereka harus membayar pajak yang cukup tinggi yang diwajibkan oleh kerajaan dan sekarang pajak yang sudah mencekik rakyat itu akan kembali dinaikkan. Ivy kembali mendecih, dia tak akan membiarkan hal itu sampai terjadi. Jika pajak dinaikan hanya akan membuat rakyat semakin melarat sedangkan pihak kerajaan akan semakin kaya raya dan hidup mewah. Inilah salah satu alasan yang membuat Ivy mengutuk semua keluarga kerajaan yang menurutnya bisa hidup mewah karena memakan uang rakyat. Dia sangat membenci semua orang yang tinggal di istana terutama sang raja dan keluarganya, bertekad dalam hati tak akan pernah sudi menginjakan kakinya di istana yang menjadi tempat berkumpulnya para orang-orang serakah yang hanya bisa menyengsarakan rakyat.  Begitu para pelayan itu tak terlihat lagi sosoknya, Ivy keluar dari tempat persembunyian. Dia lalu nekat memeriksa ruangan yang paling dekat dengan tempatnya berada. Membuka pintu yang dalam kondisi tertutup itu sambil mengintip ke dalam melalui celah pintu yang sengaja dia buka sedikit agar tak mengundang kecurigaan semisal ada seseorang di dalam ruangan tersebut. Namun nihil karena yang Ivy dapati ruangan itu kosong tanpa ada penghuninya. Jika melihat kondisinya dan barang-barang yang berada di dalam ruangan, selintas pun terlihat ruangan itu merupakan sebuah kamar.  “Bukan ini rupanya.”  Ivy menutup kembali pintu itu karena ruangannya bukanlah tempat yang menjadi tujuannya. Satu demi satu ruangan diperiksa Ivy dengan penuh hati-hati hingga setelah cukup lama mencari karena begitu banyaknya ruangan di dalam mansion itu, Ivy pun akhirnya menemukan ruangan yang dicarinya, tidak lain merupakan ruang kerja Menteri Perpajakan.  Ivy melangkah masuk ke dalam terlebih karena dia mendapati ruangan itu dalam kondisi kosong, tak ada seorang pun di sana dan ini merupakan keberuntungan untuknya.  Kedua mata Ivy menelisik seisi ruangan dengan begitu teliti, keberuntungan lain menyertainya karena tak sulit menemukan stempel yang dia cari. Stempel itu diletakan di dalam kotak segi empat di atas meja, begitu Ivy membukanya, dia mendapati benda yang dicarinya berada di dalam.  “Huh, dasar menteri ceroboh. Dia tidak berpikir akan ada orang yang mencuri stempel penting ini.”  Dalam sistem pemerintahan di Kerajaan Wendell, tanda tangan sama sekali tak dibutuhkan karena stempel menjadi satu-satunya benda untuk meresmikan sesuatu yang penting karena itu sang menteri sangat ceroboh karena benda berharga miliknya diletakan sembarangan di atas meja.  Ivy menyeringai sembari melempar-lempar ke atas stempel di tangannya tersebut, “Sekarang mereka tidak akan bisa menaikkan pajak seenaknya lagi. Tanpa stempel ini mereka tidak akan bisa meresmikan dekrit kerajaan.”  Ivy puas dengan keberhasilannya ini, sekarang dia merasa tak memiliki alasan lain untuk lebih lama berdiam diri di mansion mewah tersebut karena itu dia memutuskan untuk pergi. Ivy berjalan mendekati jendela di ruangan tersebut, berniat untuk melompat keluar. Namun belum sempat dia melompat, dia dikejutkan oleh beberapa prajurit yang berlarian melewati ruangan itu, bahkan terlihat beberapa prajurit yang berjaga tak jauh dari tempatnya berada, cepat-cepat Ivy melangkah mundur, mengurungkan niat untuk melompat dari jendela yang dalam kondisi terbuka. Ivy pikir dia harus mencari jalan keluar lain dan pilihannya adalah pintu keluar.  Ivy pun berjalan menuju pintu tapi Dewi Fortuna seolah meninggalkannya karena kini dia pun tak bisa keluar dari pintu. Dia mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arah pintu serta suara dua orang yang sedang berbincang, sepertinya mereka hendak masuk ke dalam ruangan.  Seketika Ivy menjadi panik luar biasa, dia pun menggulirkan mata ke sekeliling, mencari tempat yang sekiranya bisa dia gunakan sebagai tempat persembunyian. Pilihan Ivy pun jatuh pada sebuah lemari besi yang diletakan tepat di belakang meja. Tanpa berpikir panjang lagi Ivy bergegas berlari ke sana dan masuk ke dalam lemari tanpa ragu.  Di sisi lain, dugaan Ivy tepat adanya. Dua orang pria paruh baya masuk ke dalam ruangan. Mereka merupakan Menteri Perpajakan dan Menteri Keuangan.  “Aku dengar Yang Mulia Raja berniat menaikkan pajak rakyat, apa itu benar?” tanya Menteri Keuangan. “Ya. Ini atas permintaan Yang Mulia Ratu.” “Ratu Nataya maksudnya?” Menteri Perpajakan mengangguk seraya mendudukan diri di kursi yang diletakan tepat di dekat lemari besi tempat Ivy bersembunyi. Sedangkan lawan bicaranya kini mendudukan diri tepat di seberangnya sehingga hanya meja yang menjadi pembatas di antara mereka.  Dari celah lemari, Ivy bisa melihat kedua pejabat kerajaan itu sedang duduk dalam jarak yang begitu dekat dengannya sehingga dia bisa mendengar dengan jelas pembicaraan mereka.  “Tentu saja Ratu Nataya, memangnya siapa lagi sosok ratu yang begitu berpengaruh bagi raja? Semenjak kematian Ratu Agung, kekuasaan Ratu Nataya semakin besar dan tak tertandingi. Selain raja, bisa dikatakan dia yang paling berkuasa di istana.”  Menteri Keuangan menyetujui karena kepalanya kini terangguk berulang kali, “Ya, kau benar. Apalagi dia sangat kejam karena tidak akan segan-segan melenyapkan orang yang menentangnya. Entah sudah berapa banyak pejabat kerajaan yang berakhir dihukum mati hanya karena pernah menentang keinginan Ratu Nataya.” “Intinya Raja Rudolf terlalu mencintai Ratu Nataya. Dia akan selalu mendengarkan apa pun yang diinginkan sang ratu. Bahkan perjodohan putra mahkota dengan keponakan Ratu Nataya pun langsung disetujui oleh raja.”  Menteri Keuangan terbelalak saat mendengar informasi penting yang baru saja didengarnya ini, “Jadi rumor itu memang benar. Ratu Nataya ingin menjodohkan keponakannya dengan putra mahkota?” “Ya, dan raja sudah setuju.”  Suara decakan Menteri Keuangan pun mengalun dan tertangkap jelas indera pendengaran lawan bicaranya, termasuk Ivy yang diam-diam sedang mendengarkan pembicaraan mereka. “Padahal aku berencana menawarkan putriku untuk dijadikan pendamping putra mahkota. Walau tidak menjadi ratunya setidaknya menjadi selirnya. Dengan begini posisiku akan tetap aman di pemerintahan.”  Menteri Perpajakan ikut-ikutan menghela napas panjang, “Aku juga berpikir begitu. Putri bungsuku awalnya ingin kutawarkan untuk dijadikan selir putra mahkota tapi karena calon ratunya sekarang keponakan Ratu Nataya …” Sang menteri menjeda ucapannya dan menggelengkan kepala untuk menggambarkan keputusannya yang terpaksa dia ubah karena mengetahui fakta sang ratu akan menjodohkan putra mahkota dengan keponakannya.  “… aku terpaksa membatalkan rencana itu. Aku tidak ingin putriku merasa tinggal seperti di dalam neraka karena aku yakin Ratu Nataya dan keponakannya akan berusaha menyingkirkan putriku dari sisi putra mahkota karena tak ingin posisi ratu terancam.” “Ya, kau benar. Ratu Nataya begitu serakah dan kejam. Dan dia memutuskan menjodohkan keponakannya dengan putra mahkota merupakan caranya untuk tetap mempertahankan kekuasaan keluarganya di dalam istana. Ini karena dia tidak memiliki keturunan.” “Bukan tidak memiliki tapi karena dia memang tidak akan pernah memiliki keturunan.” “Kau benar, Ratu Nataya divonis mandul oleh dokter istana bahkan saat dia masih berstatus sebagai selir.”  Ivy terus mendengarkan pembicaraan kedua pejabat itu dan berkatnya sekarang dia mendapatkan banyak informasi tentang kerajaan terutama Ratu Nataya yang memang tidak disukai rakyat. Memang sang ratu begitu cantik dan memesona, tapi dia terkenal kejam dan tak pandang bulu dalam memberikan hukuman. Mendengar rencana kenaikan pajak karena permintaan sang ratu, Ivy jadi semakin berambisi untuk menggagalkan rencana itu.  Obrolan santai antara kedua menteri tiba-tiba terganggu oleh suara ketukan pintu. Seorang prajurit meminta izin untuk masuk dan memberikan laporan penting.  “Ada apa?” tanya Menteri Perpajakan yang heran karena prajurit itu terlihat terburu-buru dan panik. Dan jangan lupakan raut wajahnya yang menyiratkan ketakutan yang mendalam. “Tuan, saya ingin menyampaikan sebuah laporan buruk.”  Menteri Perpajakan dan Menteri Keuangan saling berpandangan seolah mereka mulai merasakan firasat buruk sekarang.  “Laporan buruk? Memangnya ada apa?” “Sepertinya ada penyusup yang masuk ke dalam mansion. Kami menemukan dua prajurit yang bertugas menjaga pintu gerbang tak sadarkan diri karena diberi obat tidur oleh seorang gadis penjual s**u murni. Ada kemungkinan gadis itu menyusup ke dalam mansion ini, Tuan.”  Menteri Perpajakan geram bukan main mendengar kabar itu hingga dia berdiri dari duduknya disertai wajah merah karena murka. “Kurang ajar. Kalian tidak becus menjalankan tugas. Bagaimana bisa ada seorang gadis menyusup ke dalam mansion yang dijaga ketat ini?!” teriaknya sambil menendang kaki sang prajurit yang berdiri tak jauh darinya sambil membungkuk penuh hormat.  “Mungkin gadis itu ingin mencuri sesuatu. Kau harus memastikan barang berhargamu tidak ada yang hilang.”  Mendengar penuturan Menteri Keuangan, Menteri Perpajakan pun menyadari sesuatu. Tatapannya kini tertuju pada kotak di atas meja tempat dia menyimpan benda paling berharga miliknya yang menjadi jati dirinya di dalam pemerintahan, tidak lain merupakan stempel yang tertera namanya di sana.  Begitu didapatinya stempel tak ada lagi di dalam kotak, sang menteri marah bukan main. “Penyusup itu mencuri stempel milikku. Cepat cari dia. Temukan dia bagaimana pun caranya. Jangan berhenti mencari sebelum kalian menemukan dan menangkapnya!”  Begitu perintah itu bergaung di dalam ruangan karena sang menteri berteriak-teriak memberikan perintah pada seluruh prajurit yang menjaga mansion, di tempatnya bersembunyi Ivy berdecak kesal. Keringat sebiji jagung kini bercucuran dari pelipisnya karena selain di dalam lemari besi begitu pengap, dia juga mulai panik.  “Sial, aku ketahuan,” gerutunya.  Entah bagaimana nasib Ivy setelah ini. Mungkinkah dia akan tertangkap? Jika iya, maka sudah dipastikan dia akan mendapatkan hukuman yang sangat berat karena kesalahan fatal yang sudah dilakukan gadis pemberani itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD