Fakta Terungkap

1091 Words
"Cari siapa?" tanya Daffa yang berhenti digebang rumah. Ada seorang perempuan yang berdiri di depan rumahnya. Daffa baru kembali setelah nongkrong dengan teman-temannya. "Daffa," ujarnya. Daffa mengerutkan kening. "Siapa?"tanyanya karena tidak kenal sama sekali. "Ini Mama." Daffa termangu. "Anda gila ya?" "Bukan Daffa, ini Mama." Perempuan itu menepuk dadanya sendiri seakan meyakinkan bahwa diri adalah Mama. Dafa memijat pangkal hidung. Ternyata orang gila zaman sekarang berpenampilan seperti orang normal. Bahkan jika diperhatikan, penampilan cukup glamor dengan pakaian yang fashionable. "Pergi!" usir Daffa. "Daffa, ini Mama." Kenapa juga orang gila masuk ke dalam kompleks perumahannya. Daffa harus mengajukan keluhan kepada pengurus kompleks ini. "Benar-benar gila," lirih Daffa. Lebih baik dia tidak peduli. Daffa turun dari motor gedenya dan membuka gerbang rumah. Tapi saat dia ingin naik ke motor kembali, perempuan yang mengaku sebagai Mama memegang tangannya. "Ini Mama, Sayang." "Lepas!" sentak Daffa dengan tegas. Hanya keluarga yang boleh menyentuhnya. Dia paling anti disentuh oleh orang lain. Tingkah Daffa memang sedikit kurang ajar jika dilihat sekilas, tapi apa yang Daffa lakukan normal. Bayangkan saja ada perempuan yang tidak jelas mengaku sebagai Mamanya. Jelas-jelas Mamanya ada dirumah. Perempuan itu tidak ingin melepas Daffa. Terjadi sedikit keributan. "Abang, itu siapa?" tanya Dafina yang merupakan adik Daffa. Dia berusia 12 tahun. "Jangan keluar!" Daffa melarang adiknya keluar. Takut saja terjadi hal buruk kepada sang adik. "Woi, lepas!" Kali ini Daffa menyingkirkan perempuan itu sekuat tenaga. Bahkan sampai perempuan itu hampir terjatuh. "Mama!!!" Dafina memanggil dengan suara kuat. "Ada orang gila," ujar Daffi lagi. Asma yang berada didalam rumah, dia langsung keluar. Apalagi suara Daffi tidak bisa dikatakan pelan. Deg! Tubuh Asma mendadak membeku. Kakinya bahkan kehilangan tenaga. Wajah yang tidak akan dia lupa. Perempuan itu adalah Rilla. Meskipun syok berat, dia tetap berlari menuju ke arah Daffa. Asma memegang tangan anaknya dan langsung mengarahkan sang anak berdiri di belakangnya. Raut wajah penuh kemarahan jelas saja terpancar dari Asma. "Kamu mendidik anakku dengan buruk," ujar Rilla. Tangannya sedikit sakit karena ditarik oleh Daffa secara paksa agar melepas dirinya. "Siapa dia, Ma?" tanya Daffa. "Aku Mama kamu. Bukan perempun ini!" Asma menyuruh Dafina untuk masuk ke dalam rumah. Bahkan Asma berkata dengan tegas dan tidak ingin dibantah. Asma menjadi orang berbeda. Hal ini membuat Daffa dan Dafina jelas terkejut. Mama yang mereka tahu akan bersikap lembut. Dafina masuk ke dalam rumah. "Kamu juga masuk," suruh Asma kepada anak sulungnya. "Jangan!" Rilla langsung melarang. "Aku ingin melihatnya," ujarnya lagi. Daffa semakin tidak mengerti. Siapa perempuan gila yang tiba-tiba datang kerumahnya ini. Bahkan membuat Mamanya marah besar. Tangan Mama Asma gemetaran. Daffa bisa merasakan karena Mama Asma tidak melepas tangannya sama sekali dari tangan daffa. "Ini Mama, Daffa." Rilla mengenalkan diri sekali lagi. "Tidak. Aku cuma punya satu Mama." Daffa mengatakan dengan tegas. Rilla tertawa. "Ternyata kamu menjalankan peran pengganti dengan baik," ujarnya. Cengkraman pada tangan Daffa sangat kuat. Bahkan Daffa sampai meringis. Hal ini terjadi karena Asma tidak sadar melakukannya. "Pergi!" usir Asma. "Aku hanya ingin bertemu dengan Daffa," jelas Rilla. "Tidak." Asma menolak. "Kamu tidak ada hak untuk melarang." Daffa semakin bingung. "Siapa dia sebenarnya, Ma?" Jujur saja, Daffa butuh penjelasan. "Pergi!" Bibir Asma bergetar dengan hebat. "Apa kamu tidak mengatakan yang sebenarnya?" tanya Rilla sedikit tidak percaya. Asma mengunci pintu gerbang. Dia ingin membawa Daffa untuk segera masuk ke dalam rumah. Tapi sebelum itu terjadi, Rilla berkata, "asal kamu tau Daffa, dia bukanlah ibu kandung kamu." "Pergi!" teriak Asma. Dia menarik Daffa untuk segera masuk ke dalam rumah. Tapi Daffa tidak bergerak sama sekali. Kekuatan Daffa lebih dari kekuatan Asma. "Daffa!! Masuk!" Asma berkata dengan tegas. "Saya ibu kandung kamu!" ujar Rilla lagi. "Apa benar, Ma?" Daffa menuntut jawaban. Dia semakin bingung. Asma tidak mampu berkata-kata. "Tolong, Nak. Masuk," pinta Asma dengan suara pelan. "Perempuan gila. Ternyata selama ini kamu tidak mengatakan kepada Daffa yang sebenarnya." Rilla berteriak di luar gerbang. "Diam!" sentak Daffa. Bahkan ia menatap dengan tajam perempuan yang mengaku sebagai ibu kandungnya. "Jangan menghina Mama saya," lanjut Daffa lagi. Rilla terkejut. "Saya Mama kandung kamu, Daffa!" "Perempuan itu sudah membuat kamu tidak tahu tentang Mama kandung kamu sendiri." Wajah Rilla tampak sedih. Bahkan air matanya menetes. "Jahat sekali," ucapnya. Pertengkaran mereka menjadi perhatian orang yang lewat. "Pergi!" teriak Daffa. Kali ini bukan Mama Asma yang menarik Daffa masuk, tapi malah sebaliknya. Daffa menutup pintu dan menguncinya. Dadanya naik turun. Pikiran Daffa benar-benar kacau. "Apa yang terjadi, Ma?" tanya Daffa. Mama Asma sudah duduk di sofa ruang tamu. Tangan Daffa tidak lagi memegang tangan Mama Asma. Asma hanya menunduk dengan perasaan kacau. Hal ini membuat Daffa bertambah kacau. Seharusnya Mama Asma membantah hal tersebut bukan malah diam seperti sekarang. "Ma-mama bukan Mama kandung aku?" Daffa seakan tidak mampu berkata-kata lagi. Semakin ia pikirkan entah kenapa apa yang dikatakan perempuan yang tiba-tiba datang itu adalah benar. Apalagi Daffa melihat kemiripan antara mereka berdua. Fakta yang tidak dia tahu selama 21 tahun. Bagaimana mungkin orang yang selalu menyayangi Daffa, bahkan saat dirinya nakal bukanlah ibu kandungnya. Tidak ada yang bersuara termasuk sang Mama yang duduk disofa sambil menatap dirinya dengan pandangan sayu. "Nggak mungkin." Daffa tertawa. "Sekarang pasti ulang tahun aku," ujarnya lagi. Daffa berusaha untuk berpikir positif. Padahal ulang tahunnya sudah lewat dua bulan yang lalu. Dia masih berpikir bahwa Mama Asma sedang me "Tenang dulu, Nak." Mama Asma memegang tangan sang anak. Apa yang terjadi hari ini seperti bom yang sudah dia takutkan beberapa tahun ke belakang. Asma mungkin egois karena tidak ingin mengungkapkan fakta bahwa dia bukanlah ibu kandung dari Daffa. Meskipun begitu, Asma sangat menyayangi Daffa seperti anaknya sendiri. "Bilang kalau semuanya bohong," pinta Daffa dengan mata memerah. "Maafkan Mama." Hanya itu yang Asma bisa katakan. Mungkin dia tidak bisa menyembunyikan lagi. Daffa harap semuanya hanya kebohongan. Bahkan perempuan yang tadi datang merupakan penipu. Tapi melihat bagaimana respon Mamanya sekarang, d**a Daffa terasa sangat sakit sekali. "Mama!" Asma tidak mampu menahan tangisnya lagi. Apalagi anak yang ia besarkan dengan penuh kasih sayang terluka. Dia menyalahkan diri sendiri. Mungkin jika dia mengatakan sendiri lebih awal, Daffa tidak akan sesakit sekarang. "Bilang kalau semuanya bohong," lirih Daffa. "Mama..." rengek Daffa. Asma tidak bisa menuruti apa yang diinginkan sang anak. "Maaf, Nak." Daffa melepaskan tangan sang Mama memegang tangannya. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Aku nggak dengar apa-apa. Semua hanya kebohongan, ya kebohongan." Daffa keluar dari rumah. Tentu saja Asma panik dan mengejar sang anak. "Daffa..." panggilnya. Daffa tidak mendengar sama sekali. Motornya masih berada di luar rumah. Perempuan yang mengaku sebagai Mama kandungnya sudah tidak ada. Daffa langsung menaiki motor dan pergi meninggalkan rumah. Dia tidak punya tujuan. Bahkan Daffa hanya membawa ponsel saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD