PART. 14
"Abang bohong! Abang bohong! Abang hanya mencintai Karina, Abang ...." Kirana menangis meraung dalam pelukan Arsyl. Tak pernah terbayangkan oleh Kirana, kalau hal seperti ini akan menimpa dirinya.
Saat Kirana meninggalkan rumah, dengan menaiki mobilnya, Kirana menyetir mobilnya sendiri.
Karena air mata yang terus mengalir, dan perasaan, serta pikirannya yang sedang tidak menentu, ia tidak fokus menyetir. Kecelakaan itu terjadi, mobilnya menabrak sebuah pohon besar dipinggir jalan dengan benturan yang sangat keras. Kepalanya membentur setir mobil hingga menyebabkan kebutaan pada matanya. Sedang kakinya mengalami kelumpuhan, itu sangat menyakitkan baginya. Kirana merasa tak ada gunanya lagi ia hidup, semangat hidupnya turun sampai dititik terendah.
Pak Arsyad sendiri sangat terkejut, saat tahu apa yang menimpa putri tersayangnya. Tapi untungnya tidak sampai membuat penyakitnya kambuh lagi. Pak Arsyad meminta agar Arsyl tidak meninggalkan Kirana, ia ingin Arsyl tetap di sisi Kirana.
"Kirana, semua pasti akan kembali seperti semula, dokter bilang kelumpuhanmu bisa disembuhkan. Kalau rutin menjalani pengobatan, pasti kamu akan bisa berjalan lagi, kamu jangan khawatirkan apapun."
"Aku sudah buta, aku lumpuh, aku ...."
"Kirana, aku bisa jadi matamu, aku bisa jadi tanganmu, aku bisa jadi kakimu, aku bisa jadi apapun bagimu, tak ada yang perlu kau cemaskan, aku akan selalu ada untukmu," ucap Arsyl lembut, masih di dekapnya kepala Kirana penuh sayang, sedang Kirana masih sesunggukan menangis.
"Tapi Karina .... Abang dan ...."
"Tidak Kirana.m, kamu salah paham, aku, dan Karina, kami hanya teman lama. Aku di sana hanya berniat membantu untuk menyenangkan hati Ibunya. Lagi pula sekarang aku tahu kalau kalian ternyata bersaudara, aku kira Ibumu pasti akan sangat bahagia bila mengetahui kau adalah Kirana istriku adalah putrinya" Arsyl membelai lembut rambut dan punggung Kirana.
"Tapi aku tidak mau Ibuku tahu tentang aku, disaat aku begini, tolong jangan beritahu Ibuku ataupun Karina, aku tidak ingin mereka semakin menderita karena melihat aku seperti ini," isak Kirana.
"Ya ... ya, aku berjanji tidak akan memberitahu mereka, sekarang kamu harus berjanji, jangan lagi mencoba untuk melukai dirimu sendiri, jangan putus asa, kita akan lewati cobaan ini bersama-sama." Arsyl mengecup lembut puncak kepala Kirana.
Mereka tidak tahu, kalau sepasang mata tengah melihat yang terjadi dari kaca yang ada di pintu. Dokter Damar benar-benar kaget, saat mendapati Kirana adalah korban kecelakaan yang harus ditolongnya. Dan lebih mengagetkan lagi, saat tahu kenyataan yang ada, bahwa Arsyl yang diketahuinya sebagai calon suami Karina, ternyata adalah suami Kirana.
Arsyl, dan Damar sudah bicara panjang lebar. Arsyl sudah menjelaskan tentang hubungannya dengan Karina, dan ia pun meminta Damar untuk menjelaskan hubungannya dengan Kirana.
Semua sudah jelas bagi keduanya.
Hanya perasaan Kirana yang belum jelas bagi mereka, siapakah yang dicintai Kirana.
Damar super heronya.
Ataukah Arsyl suaminya.
"Dokter Damar lagi lihat apa?" seseorang menepuk pundak Damar.
Damar terjengkit kaget, tapi terlambat untuk menghindarkan Karina dari rasa penasarannya.
Mata Karina terbuka lebar saat melihat apa yang terjadi di dalam kamar. Meski hanya bisa melihat dari kaca yang ada di pintu, tapi sangat jelas matanya menangkap sosok Arsyl di sana, tengah mendekap erat seorang wanita.
Dan mata Karina semakin membesar lagi, saat wajah wanita itu bisa ditangkap oleh matanya.
Karina melangkah mundur dengan telapak tangan menutupi mulutnya.
"Karina!" Damar menahan tubuh Karina yang limbung, dan hampir jatuh.
"Siapa dia? Ada hubungan apa dengan Mas Arsyl?" tanya Karina lirih, dan terbata.
"Kita bicara di tempat lain saja, Karina. Ayo, akan aku jelaskan semuanya," dokter Damar membimbing lengan Karina untuk meninggalkan pintu ruang perawatan Kirana.
Karina, dan Damar duduk dikursi taman belakang rumah sakit.
"Siapa gadis itu Damar? Kenapa ... kenapa wajahnya sangat ... sangat mirip denganku?" tanya Karina terbata. Sungguh ia merasa sangat terkejut, saat melihat wajah gadis yang ada dalam dekapan Arsyl.
Karina seperti melihat dirinya saat belasan tahun lalu.
"Apa kau pernah tahu Karina, dengan suami Ibumu yang bernama Bapak Sukirman?" tanya Damar pelan.
Karina menatap wajah Damar, ia sepertinya langsung menangkap arah pertanyaan Damar.
"Apa ... apa, dia adikku? Apa dia putri Ibuku dengan Ayah Sukirman? Apa dia Kirana?" rentetan pertanyaan keluar dari mulut Karina.
Damar mengangguk.
"Ya dia adikmu," jawab Damar pasti.
"Lalu ... Mas Arsyl, kenapa dia ada bersamanya?"
Damar menatap Karina.
"Apakah Mas Arsyl benar-benar pernah memintamu menjadi istrinya Karina? Ataukah itu hanya sekedar untuk menyenangkan hati Ibumu?" tanya Damar.
Karina menarik nafas berat.
"Jujur, itu hanya untuk menyenangkan hati Ibuku saja, sejak bertemu lagi, aku, dan Mas Arsyl tidak memiliki komitmen apapun, dia hanya ingin membuat ibuku bahagia didalam sakitnya, jadi tolong katakan ada hubungan apa Kirana, dan Mas Arsyl?"
"Mereka ... mereka suami isteri, Mas Arsyl dan Kirana sudah menikah," jawab Damar.
"Sudah menikah?"
"Ya mereka sudah menikah, tapi mereka menikah karena perjodohan, Ayah angkat Kirana adalah Ayah kandung Mas Arsyl, tapi kita bisa lihat tadikan, Mas Arsyl sangat menyayangi Kirana, dia mencintai Kirana"
"Ya, aku bisa melihatnya ... aku bisa melihatnya ...." gumam Karina nyaris tak terdengar. Ada nada kekecewaan dalam suaranya.
"Aku harus beritahu Ibu, kalau aku sudah menemukan Kirananya, Ibu sempat ingin mencari Kirana ke kampungmu. Tapi sebelum Ibu melaksanakan niatnya, Ibu bertemu dengan seseorang yang juga berasal dari sana di sebuah mall. Orang itu mengatakan kalau Kirana, dan Ayah Sukirman sudah pergi dari sana, entah pergi ke mana."
Damar akhirnya menceritakan tentang apa yang terjadi pada Kirana, dari pelecehan yang dilakukan Pamannya, saat Damar membawa Kirana ke ruang perawatan Bu Kartika, dan sempat berkenalan dengan Kirana. Sampai kecelakaan yang menimpa Kirana sehingga membuat matanya mengalami kebutaan, dan kakinya mengalami kelumpuhan seperti sekarang.
Mendengar cerita Damar, Karina tidak dapat lagi menahan air matanya. Ia menangis, ia yakin Ibunya pasti akan ikut terpukul jika mengetahui hal ini. Karina merasa berada di persimpangan, ia bingung, harus mengatakan tentang Kirana pada Ibunya, atau tidak.
"Menurutmu apakah tidak berisiko bagi kesehatan Ibu, jika aku menceritakan tentang keadaan Kirana yang seperti sekarang?"
"Aku kira kamu harus mempertimbangkan, dan mencari waktu yang tepat, untuk memberitahu Ibumu, Karina."
"Ya aku pikir juga begitu, saat ini aku lihat, kondisi Kirana masih belum stabil. Hhhh ... sungguh jalan hidup manusia tidak bisa ditebak ya, siapa menyangka kami akan berada pada situasi seperti ini. Bahagia, dan duka datang secara bersamaan." Karina menarik napas sesaat.
"Aku ingin sekali melihat Kirana secara langsung, aku ingin menggenggam tangannya, ingin memeluknya, meski kami tidak pernah bertemu sebelumnya, tapi aku bisa merasakan getaran itu saat pertama kali bertemu di ruang perawatan Ibu. Tadinya aku bingung, kenapa hatiku bisa bergetar saat berjabat tangan dengannya, tapi aku sekarang tahu itu karena kami adalah saudara seibu." Karina menyusut airmatanya.
Tadinya Karina sempat berharap hubungannya dengan Arsyl bisa berlanjut, tapi sekarang ia harus menghapus semua harapan itu, Kirana adiknya ia tak pernah merasakan kasih sayang Ibu mereka seperti dirinya.
'Kirana ... adikku ....'
***BERSAMBUNG***