MENCOBA

831 Words
Ia mencoba masa bodo, tapi sejak kejadian itu, Danu makin protektif memperhatikan perempuan itu. Rasanya tidak rela perempuan sebaik itu bersama dengan laki-laki kurang ajar yang berani mempermainkan perasaan perempuan. Ia tidak suka! Danu membayangkan kalau sampai ada yang berbuat sama pada Dara, tentu hatinya hancur. Tidak rela kalau sampai ada yang melukai adiknya. Hal itu tidak akan ia lakukan pada perempuan manapun. Sekali mengikat diri, komitmen harus terus ia pegang. It’s all about commitment and responsibility. Hal itu yang selalu ayahnya ajarkan padanya. Berkomitmen pada setiap pilihan hidupnya dan bertanggung jawab dalam setiap langkahnya. Sejak kejadian kemarin, entah kenapa matanya seringkali mengawasi pergerakan perempuan itu. Pagi itu, terlihat cantik dengan dress selutut berwarna putih dan outer wool warna kuning yang terlihat kebesaran tapi cocok ia kenakan. Cantik… Ah, ada apa dengannya? Kenapa dia jadi seakan terobsesi dengan perempuan itu, rasa-rasanya seperti stalking. Danu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba ia kaget, perempuan itu terlihat terduduk di eskalator. Danu langsung berdiri, ingin menolongnya, tapi ada temannya yang menghampiri. Apa yang terjadi? Ia penasaran dan mulai beranjak menaiki eskalator. Saat tiba di akhir eskalator itu, terlihat perempuan itu duduk berdua dengan temannya dan mengeluhkan perutnya yang tiba-tiba sakit. Danu terus berjalan, berpura-pura lewat, hati kecilnya berharap semoga tidak apa-apa. *** Malam itu, Danu menatap langit-langit kamarnya. Memikirkan kenapa ia malah memikirkan perempuan itu. Tidak ingin stalking tapi malah terkesan seperti itu. Ia hanya tertawa dalam hati. Ponselnya berbunyi, ternyata Om Aji. Danu duduk di pinggir tempat tidur, “Ya om.” Om Aji, “Dua hari lagi ada acara gathering karyawan kantor di Hotel Palace, kalau kamu mau lihat situasi, nanti om siapkan undangan.” Danu, “Tentu saja.” Pikirannya langsung menerawang ke perempuan itu. Adakah? Om Aji, “Ini hanya gathering untuk karyawan di head office, jadi tidak semua. Ada pemberian prestasi bagi karyawan-karyawan tertentu, selebihnya acara hiburan.” Danu, “Ok, tidak masalah.” Danu kembali berbaring di tempat tidurnya. Ia ingin mengenal kultur kerja di perusahaannya, bagaimanapun dia baru di sini, tidak ingin tiba-tiba melakukan perubahan yang signifikan tanpa memahami situasi. Ah.. Hidupnya berubah dalam sekejap. Tapi, entah kenapa, rasanya semangat menatap perubahan ini. Matanya terpejam dan akhirnya tidur. *** Hari ini, acara gathering itu. Apa yang harus ia kenakan? Hampir semua pakaiannya dari brand ternama, bahkan kadang tidak diproduksi lebih dari 100 di seluruh dunia. Terlalu rare hanya akan membuatnya menonjol. Bagaimanapun kerja di dunia media akan ada jurnalis-jurnalis fashion yang mungkin saja jeli menangkap hal itu. Danu memutuskan untuk membeli di retail store, jas yang mungkin diproduksi masal. Tidak mau repot, ia meminta staf di rumahnya untuk membeli jas yang sesuai ukurannya. Ia menanti jas itu tiba sambil diam memikirkan langkah-langkah kedepan. Sepertinya minggu depan, pengumuman resmi mengenai pergantian CEO ini akan segera diumumkan. Ayahnya sudah minta segera, demi keamanan nilai saham perusahaan. Tuntutan pemegang saham juga begitu menekan ayahnya. Danu tidak mau ayahnya memikirkan lagi banyak hal yang memberatkan penyakitnya. Artinya, waktu dia untuk bisa bebas melangkah tanpa khawatir ada orang mengenalinya hanya tinggal beberapa hari lagi saja. Gathering malam ini mungkin jadi peluangnya untuk bisa bebas mengenal orang-orang sekitarnya. Apakah perempuan itu hadir? Entah siapa namanya. Mudah baginya untuk mencari tahu, tapi.. Ingin rasanya untuk bisa berusaha sendiri. Danu langsung terduduk. Kenapa ia terus memikirkan perempuan itu? Ada apa dengannya? Ia kaget saat pintu kamarnya ada yang mengetuk. “Ya masuk,” Danu meminta sang pengetuk pintu untuk masuk. “Mas Danu, ini baju sudah siap. Sudah bersih,” Staf-nya itu mengantarkan baju pesanannya. Semua di rumahnya, memanggilnya dengan sebutan “Mas” karena ia tidak suka dipanggil Tuan atau Tuan Muda. Rasanya hidup jadi bagian tirani masa lampau kala mendengarnya. Danu melihat jas itu, sejujurnya model dan bahannya tidak ia sukai, tapi apapun untuk acara hari ini, “Terima kasih.” Ia pun segera bersiap, tinggal 2 jam lagi menuju acara. Baju itu ia kenakan, lalu berkaca di kamar gantinya yang begitu luas. Pas, pikirnya. Tidak jelek. Danu melangkah keluar kamar. Staf rumah tangganya terlihat bersiap mengantarkannya, “Tidak usah antar, saya pergi sendiri.” “Baik,” sambil menyerahkan kunci. Danu terus berjalan menuju pintu depan, langkahnya terhenti dan mengerutkan keningnya. Terparkir di depan Jeep Mercy G Class terbaru yang memang mobil kesukaannya. Setelah menimbang-nimbang, Danu meminta asisten rumah tangga-nya mengganti mobil itu. “Pa, saya ganti. Mobil yang dulu Dara suka pakai masih ada?” Danu menatap wajah Pa Handi, salah satu asisten rumah tangga-nya yang melihatnya kebingungan, “Tapi itu mobil tua, apa Mas Danu nyaman?” Danu hanya tertawa… “Pa Handi, itu cuma mobil. Apa saja pasti nyaman, yang penting bagaimana bawanya? Iya tidak?” Pa Handi ikut tertawa, “Mas Danu bisa saja. Sebentar saya bawa dulu mobilnya.” Sosoknya yang sudah 30 tahun lebih bekerja di rumahnya itu sudah seperti keluarga. Tak lama, mobil SUV hitam itu tiba dihadapannya. Ya, rasanya mobil ini lebih sesuai. Tidak menarik perhatian, pikir Danu. “Terima kasih pa, saya pergi dulu,” Danu pun mulai meluncur ke acara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD