SWFA-Kencan

1131 Words
Seperti ucapan pesan Andri semalam. Saat ini pria itu sudah menunggu Aira di ruang tamu. Berharap jika istrinya sudah bersiap saat di jemput. Namun sepertinya Andri, harus mengubur harapannya itu. Bukan Aira namanya jika dia selalu sempurna, seperti wanita pada umumnya. Aira bahkan baru bangun tidur ketika Andri datang untuk menjemputnya. Meskipun tak seperti harapan, namun Andri masih setia menunggu istrinya. “Lama banget sih, kenapa harus dia dih yang dijodohin sama aku?” kata Andri mulai jengah. Sudah setengah jam Andri menunggu Aira mandi. Namun perempuan itu tak kunjung keluar dari kamar. Yah wajar sih, namanya juga perempuan. Kalo mandi bakalam lama. “Jangan-jangan dia tidur lagi,” gumam Andri. Ia lalu berdiri menuju kamarnya. Saat handel pintu di tarik oleh Andri, dari dalam Aira juga hendak mendorongnya. Sehingga hal itu membuat Aira yang tak siap menabrak tubuh Andri. “Akh!” teriak Aira yang merasa kaget. “Maaf,” kata Andri menangkap Aira agar tak jatuh. Aira segera menepis tangan Andri, lalu berusaha berdiri lalu berjalan meninggalkan Andri yang masih terpaku. “Ayo! Katanya mau jalan-jalan.” Aira nampak menatap Andri sesaat. Lalu segera melanjutkan langkahnya. Menuju ke garasi mobil. Andri segera bergegas mengikuti Aira. “Stop!” kata Andri menarik lengan Aira. “Ck, kenapa lagi?” Aira memutar bola matanya. “Baju apa yang kamu pakai, itu?” Andri menatap Aira dari atas hingga ke bawah. Tatapannya seolah mengintimidasi. “Mata kamu nggak minus ‘kan?” tanya Aira. Andri menggeleng. “masih normal. Kenapa?” “Lihat ‘kan, aku pakai baju kaos dan celana jeans,” sahut Aira. Aira menarik cekalan tangan Andri, ia melenggang meninggalkan sang suami yang masih terpaku. Andri berlari menghadang Aira di depan pintu mobil. “ganti bajumu! Atau kita nggak jadi kencan,” ancam Andri. “Emang salah ya, kalo aku pakai baju begini?” Aira nampak bingung dengan baju yang dia kenakan, sepertinya memang tidak ada masalah. “orang aku cuma pakai kaos sama jeans aja kok. Protes terus!” ketus Aira. “Iya, aku tahu kamu cuma pake baju kaos sama celana jeans. Tapi lihatlah!” Andri menunjuk bayangan Aira di kaca mobil. Dengan narsis, Aira malah bergaya di depan kaca mobil. “aku suka gayaku. Gimana cantik kan?” “Ganti Aira, lihatlah. Kamu seperti orang yang tidak memiliki baju saja. Sudah kayak gembel di pinggir jalan. Baju sepotong bergantung. Celana robek sana-sini,” gerutu Andri melihat style yang digunakan Aira. “Ish, kuno deh kamu Kak. Lagian ini tuh fashion. Tau kan fashion. Emang situ umur berapa sih, lihat yang begini aja nggak suka. Udah tuwir banget kayaknya. Pantes aja selera style nggak kekinian,” ujar Aira lalu mendorong Andri. Dia segara memasuki mobil. Andri, dengan terpaksa memasuki mobilnya. Kali inj memang dirinya kalah. Ternyata menikah dengan yang lebih muda, harus ekstra sabar dan banyak-banyak mengalah. Apalagi dengan Aira yabg super ngeyel. Aira melirik Andri dari balik ekor matanya. ‘Cih, enak aja mau ngatur-ngatur. Baru juga menikah, sudah banyak aturan. Ngalahin aturan kakek aja.’ Begitulah Aira menggerutu di dalam hatinya. “Mikir jorok apa kamu? Jangan mikir aneh-aneh ya!” ujar Andri lalu menyalakan mesin mobilnya. “Woah, tau banget kamu aku lagi mikir. Tapi sayangnya aku nggak mikir jorok. Asal kamu tahu aja. Tadinya aku pikir kamu cenayang. Tapi karna tebakanmu salah, aku nggak jadi takjub,” sahut Aira. “Aku nggak butuh penghargaan itu,” kata Andri yang masih fokus dengan setir mobilnya. Seolah enggan menatap istrinya. “Kamu malu jalan sama aku?” cecar Aira. Andri masih diam, tak ingin menjawab pertanyaan Aira. Ingin rasanya ia membawa Aira ke toko untuk mengganti bajunya. Namun sepertinya itu hanya akan memperkeruh suasana. Niat ingin mencoba untuk mendekati Aira, malah hancur karena masalah baju. “Sudah, jangan bahas itu lagi. Mending kita tentukan kemana kita akan pergi?” kata Andri. “Terserah,” sahut Aira. “Memangnya, perempuan nggak punya kosa kata lain ya selain itu,” gumama Andri yang masih bisa di dengar oleh Aira. Namu sepertinya Aira sudah mulai kehilangan moodnya, dari pertama menginjakkan kaki di mobil Andri. Lebih tepatnya setelah perdebatan antara celana dan juga kaos yang di kenakan oleh Aira. Andri memutuskan untuk mengajak Aira ke bioskop, untuk menonton film tentunya. “Ngapain ke Bioskop?” protes Aira setelah mobilnya terparkir parkiran Bioskop. “Ya mau nonton dong, masak iya kita mau belanja ke Bioskop,” ujar Andri. Aira segera keluar dari mobil. Ia berjalan mendahului Andri menuju ke dalam. Andri hanya bisa menggelengkan kepalanya heran. Setelah melihat kelakuan istrinya. “Sabar Andri, sabar. Ini ujian buat kamu,” gumamnya di dalam hati. Andri segera menyusul Aira yang sudah menatap jadwal film, apa saja yang bisa dia tonton. “Aku mau nonton film horor,” kata Aira menunjuk salah satu film. “Kamu yakin?” “Tentu. Sudah buruan sana, beli tiket!” kata Aira, “aku mau ke toilet sebentar.” “Oke. Kita ketemu di pintu masuk ya?” kata Andri berjalan meninggalkan Aira. “Hah, sampai kapan aku harus bertahan dengan kepalsuan begini?” gumam Aira. Entah mengapa pikirannya mendadak menjadi tidak jelas. Antara ingin mengakhiri hubungan dan juga takut ingin melangkah ke depan. Namun, entah mengapa. Petuah dari sang kakek selalu membayang di benaknya. Aira segera ke toilet dan menyelesaikan urusannya. Lalu dia segera kembali menghampiri Andri. “Sudah selesai?” tanya Andri yang terasa begitu canggung. Andri melihat ke sekeliling. Saat ini Aira menjadi pusat perhatian para lelaki, karena pakaian yang ia kenakan sama sekali jauh dari kata layak. Bagian perut yang akan kelihatan jika Aira bergerak. Dengan cepat, Andri membuka jaket miliknya, lalu segera memakaikam untuk Aira. “Lain kali, kalo aku suruh ganti baju. Kamu harus nurut. Ingat, sekali lagi kamu nggak mau dengar, aku akan menggantikan untukmu!” bisik Andri yang membuat pipi Aira merona, menahan malu. Ternyata Aira baru sadar, dari tadi dirinya menjadi pusat perhatian orang. Terlebih ketika jalan di depan kamum Adam. Aira segere berjalan menuntut di belakang Andri menuju kursi yang akan dia duduki. Andri sengaja memilih kursi di bagian belakang, karena dirinya tidak suka duduk di bagian depan. “Kenapa milih di belakang begini sih? Kan nggak seru,” kata Aira sedikit berbisik. “Sudah, nonton saja. Jangan bawel!” titah Andri. Ketika duduk, kursi di bagian samping Aira masih kosong dan belum ada yang menempati. Aira berharap kursi itu akan kosong sampai film berakhir. Namun dugaannya salah, seorang pria memakai hodie berwarna hitam dan mengenakan kacamata gelap, duduk di sampinya. Aira mulai menggeser duduknya agar lebih mendekat kepada Andri. Ia agak takut ketika melihat lelaki mengenakan pakaian serba hitam. Kata orang, jika ada yang suka mengenakan baju hitam, itu identik seperti penculik. Lelaki itu melirik ke arah Aira beberapa saat. Namun Aira menunduk seolah gak melihat pria itu menatap dirinya. “Aira!” ujar pria itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD