Andri mencoba mengangkat tangan Aira, agar menjauh dari bagian intinya. Bukannya berhasil, Andri malah semakin dibuat tak berkutik oleh kelakuan aneh istrinya. Aira semakin mengeratkan pelukannya, dan wajahnya semakin menempel di ceruk leher Andri. Hal itu membuat Andri semakin merasa tak tenang.
‘Ya Tuhan, bisa mati berdiri nih aset berhargaku, jika Aira melakukan hal konyol terus. Malah dia kalo tidur kayak kebo habis bajak sawah, nasib bener punya istri model dia. Kenapa Mama jodohin aku sama manusia planet begini, dosa apa Aku ya Tuhan,’ kata Andri di dalam hatinya.
Embusan napas Aira membuat Andri semakin menegang. Tak tahan dengan itu, perlahan-lahan Andri mulai melepaskan lengan Aira yang melingkar dengan erat di perutnya.
Dalam tidur, Aira mengigau tidak jelas.
“Aku mau satu, iya itu lolipop yang warna merah,” seru Aira dalam tidurnya. Aira menarik tangan Andri seolah itu adalah lolipop yang dia mimpikan. Dengan cepat Aira mengisap jempol tangan lelaki yang berstatus sebagai suaminya.
Tak tahan dengan kelakuan Aira, Andri segera menarik tangannya. Namun Aira seolah enggan untuk melepaskannya.
“Ini mau sampai kapan jempolku di kenyot kayak gini?” gerutu Andri yang saat ini semakin tidak bisa bergerak karena kelakuan Aira.
Kaki Aira menjepit kedua kaki Andri dengan erat, karena guling yang dijadikan pembatas tak tahu sudah jatuh ke mana. Di tambah tangannya yang di tarik Aira sambil dikenyot sebagai pengganti permen.
“Aira, bangun! Kalo kamu nggak bangun, jangan salahkan aku jika kamu akan malu besok!” ujar Andri. Namun Aira sama sekali tidak bereaksi. Andri yang semakin geram menarik tangannya dengan kuat, lalu mendorong Aira yang melengket seperti lintah di tubuhnya. Andri bahkan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mendorong istrinya menjauh, bahkan sampai ke ujung tempat tidurnya.
Bruk!
Dalam hitungan detik, Aira sudah tersungkur di lantai. Bukannya mengaduh atau bangun, Aira malah semakin mengencangkan dengkurannya.
Andri yang tadinya panik, karena takut kepala Aira terbentur lantai. Saat ini hanya menggeleng karena heran.
“Mungkin dia keturunan Samson kali ya, gila bener. Jatuh sampe sekeras itu nggak bangun. Cantik-cantik ternyata kebo juga,” gumam Andri. Dengkuran Aira semakin keras, hal itu semakin membuat Andri, tidur dengan tak nyaman.
Bahkan, saat ini Andri menutupi telinganya dengan bantal saja, masih bisa terdengar suara dengkuran yang begitu indah milik Aira.
“Argh ... Haruskah aku mengalami ini setiap hari?” geram Andri mengacak rambutnya. Lalu segera beranjak dari kasurnya. Ia segera keluar dari kamar, menuju ke dapur.
“Astaga, Ma!” Andri nampak terkejut, melihat Mamanya yang memakai masker berwarna putih berdiri di samping kulkas.
“Apaan sih Ndri? Ribut banget, tumben kamu keluar jam segini?” Tanya Sinta heran.
“Haus Ma, habis denger konser Aira.”
“Konser, Aira?” kata Sinta semakin tak mengerti maksud putranya.
Andri segera mangambil air mineral lalu membawanya menuju ke balkon kamarnya.
Malam terasa dingin dan berkabut, hal itu membuat bintang yang ada di langit tak begitu nampak dengan jelas.
Andri meneguk air mineral hingga habis.
Tak berselang lama karena tak tahan dengan dinginnya malam, Andri kembali ke kamarnya. Namun ketika masuk, dia sudah tidak mendapat Aira di lantai.
“Loh, kemana dia?”
Andri memutar ke samping ranjang, untuk mencari Aira. Karena di atas ranjangpun juga tidak ada.
“Buset, sampe nyempil di bawah ranjang!” ujar Andri. Ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat.
Andri mendekati istrinya, karena dia merasa kasihan. Takut jika Aira akan sakit karena kedinginan.
“Ra, bangun!” Andri sedikit menggoyangkan lengan istrinya. Lagi-lagi ia tak mendapatkan respon dari Aira.
Andri menarik lengan Aira lalu segera mengangkat tubuh istrinya kembali ke kasur.
“Drama banget sih, malam ini. Orang lain malam pertama bakal ada adegan panas atau romantis. Lah aku, jangankan adegan panas. Yang ada otakku makin panas menghadapi istri modelan dia,” gerutu Andri.
Andri segera ikut bergabung tidur dengan Aira.
.
Aira terbangun dengan begitu nyaman, berbeda dengan Andri. Dia nampak begitu lesu, karena semalaman terjaga akibat dengkuran Aira yang menggema di sepanjang malam.
“Pagi Ra,” sapa Sinta ketika melihat menantunya keluar dari kamar.
“Pagi Ma, di mana Shiro?” tanya Aira yang tak mendapati kucing kesayangannya di kandang.
“Ada di luar sama Papa,” kata Sinta menunjuk ke arah luar.
“Mama masak apa?” tanya Aira, ia merasa tidak enak karena merasa tidak bisa memasak.
“Ini lagi masak nasi goreng sama sup ayam,” jawab Sinta.
“Maaf ya Ma, Aira nggak bisa bantuin,” kata Aira dengan tidak enak.
“Nggak apa-apa, sudah kamu bangunin Andri saja. Kita sarapan sama-sama,” kata Sinta.
Aira mengangguk, mendadak ia ragu ketika hendak memasuki kamar. Tangannya sudah memegang handle pintu, namun Aira masih terdiam untuk beberapa saat.
“Kenapa Ra, kamu melamun?” tanya Arifin, ketika melihat Aira.
Aira menoleh ke arah Papa mertuanya. “he he. Nggak kok Pa, ini Aira mau masuk.”
Pemandangan pertama yang Aira lihat ketika membuka pintu, adalah Andri yang sedang terlelap dalam tidur.
Aira mengira, Andri sudah tidur dsri semalaman.
“Kak Andri, bangun kita sarapan!” kata Aira menggoyangkan lengan suaminya.
Andri yang baru sjaa tertidur satu jam, terlihat kaget.
“Apa lagi sih Ra!” ujar Andri mendengus kesal. Bagaimana tidak, semalaman Aira konser di dalam kamar.
“Eh, kok ngegas sih. Itu aku kan cuma di suruh Mama, bangunin Kak Andri buat sarapan,” kata Aira segera keluar meninggalkan Andri, sambil ngedumel.
“Loh, mana Andrinya Ra?”
“Masih tidur Ma,” kata Aira.
“Ya udah kita sarapan duluan aja deh,” ajak Sinta.
Andri keluar kamar dengan mengenakan celana boxer dan kaos berwarna putih.
“Hoam ... Pagi Ma, Pa,” sapa Andri.
“Kenapa kamu Ndri?” tanya Arifin. Sinta yang menyadari pertanyaan suaminya segera menyikut lengan Arifin.
“Habis.” Andri terlihat diam beberapa saat, mengingat kejadian mengesalkan semalam. Ia segera berpikir harus kembali ke rumahnya sendiri.
“Ma, hari ini kita mau pindah,” kata Andri yang mana hal itu membuat Aira menyemburkan minuman yang sedang ia teguk.
“Palan-pelan dong Ra,” kata Sinta sambil mengusap punggung menantunya.
“Kenapa buru-buru sih Ndri?” tanya Arifin.
“Ish Papa, nggak peka banget,” ujar Andri santai. Berbeda dengan Aira yang nampak malu. Terbukti dengan memerahnya pipi Aira.
.
.
Seperti ucapan Andri tadi pagi, menjelang siang dia dan Aira sudah berada di jalan.
“Kamu mau tinggal di Apartemen apa di rumah?” tanya Andri bernegosiasi dengan Aira.
“Jarak yang paling deket dengan kampus, apartemen apa rumah?” tanya Aira.
“Entahlah, sepertinya sama saja. kamu pilih saja. Aku sarankan untuk tinggal di apartemen saja.
“Oke deh, aku nurut aja.”
Mendengar Aira menyetujui ucapan Andri, dia segera membawa Istrinya nenuju ke apartemennya.
“Lantai berapa?” tanya Aira, ketika sudah memasuki lift.
“23, ingat ya. Jaga memang anakmu!” ujar Andri.
“Iya, lagian kenapa sih. Sama kucing aja takut,” sindir Aira.
“Aku bukan takut, lebih tepatnya alergi.”
“Sama aja,” gumam Aira.
Setelah sampai di Apartemen, Andri membisikkan sandi apartemen miliknya.
“Ingat, jangan sampai lupa. Jika kamu lupa, bakal susah kamu masuk. Apalagi kalo aku nggak ada,” kata Andri.
“Iya, aku juga bukan anak kecil kali. Kalo nggak bisa masuk ya tinggal aku telpon aja kamu," sahut Aira.
Setelah memasuki rumah, Aira mengira dirinya akan tidur di kamar terpisah.
“Loh, mana kamarku?”
“Itu!” tunjuk Andri dengan dagunya.
“Cuma satu?”
“Iya, kenapa? Kamu mau kamar sendiri. Rugi banget aku nikah sama kamu, tapi tidur tetap sendiri.” Andri terlihat berjalan mendekati Aira hingga dirinya sampai terpojok di dinding.
Deg.
Entah mengapa melihat Andri seperti saat ini membuat detak jantung Aira merada tidak begitu nyaman.
“Apaan sih, kamu kan janji kemarin nggak akan macam-macam. Jangan aneh-aneh kamu ya,” peringat Aira.
Pipi Aira semakin memerah karena keusilan Andri.
“Bailah-baiklah, aku nggak akan goda kamu lagi. Oh iya, kalo tidur kurangin ngoroknya!” peringat Andri lalu segera memasuki kamarnya.
Aira segera menyusul ke kamar Andri. Ia sedikit bernapas lega setelah melihat kasur berukuran king milik Andri. Jadi ia tak perlu tidur berdempet seperti tadi malam.
“Oh iya, ini catatan yang aku buat. Apa-apa saja yang nggak bisa aku kerjakan di rumah,” jelas Aira.
Andri segera mengambil kertas yang ada di tanga istrinya. Membacanya satu persatu.
1. Tidak bisa masak.
2. Tidak bisa bersih-bersih.
3. Tidak bisa bangun pagi.
4. Tidak bisa angjat galon.
Dan seterusnya.
“Bisamu apa, kalo semua nggak bisa?” gerutu Andri. “Kalo begini, aku bakal jadi bapak rumah tangga jatuhnya.”
“Oh iya, aku minggu depan mau kembali kuliah. Jadi jangan melarang aku melakukan apapun,” kata Aira segera meninggalkan Andri yang masih bingung.
“Sabar Ndri, mungkin istrimu dulu keturunan ningrat pada jamannya, kerajaan Majapahit,” gumam Andri kesal sambil mengelus dadanya.
Ya kali semua nggak bisa.