Bab 3

1031 Words
Kakinya yang besar melangkah lemas menuju mejanya. Hari ini Caramel sangat tidak bersemangat. Bukan hanya hari ini. Sejak dua hari yang lalu, Caramel seperti tidak memiliki gairah kehidupan. Tepatnya sejak kejadian laknat itu. Hari dimana dia terpergok oleh orang tua Noah tengah menghabiskan malam bersama. Tidak hanya sampai di sana, ibunya Noah menjadi sering menghubunginya dua hari terakhir ini. Masalahnya ibu Noah menghubungi Caramel hanya mengajaknya berbicara santai seperti kenalan lama. Caramel sendiri bingung, kenapa ibunya Noah seperti terobsesi padanya. Bahkan sudah seperti pacar yang posesif yang menghubunginya hampir setiap saat. Yang lebih parah, ibu Rika yang terhormat kemarin datang ke kantornya dengan dalih mengantarkan makan siang untuk Caramel. Bukan hanya Caramel yang terkejut. Satu kantor dibuat terheran. Demi Tuhan, Ibu Rika Utami adalah seorang novelis terkenal yang karya-karyanya banyak ditahui orang-orang kantornya. Terlebih lagi, mereka tahu bahwa Rika Utami adalah ibunya Noah. Setelah Rika Utami pergi dari kantornya, Sidney yang saat itu sedang berada di ruangan tunangannya yang jelas saja mengetahui kedatangan Rika Utami langsung memborbardirnya dengan beribu pertanyaan. Yang lebih parah, gadis cantik itu langsung menghubungi Milan yang saat itu juga langsung datang ke kantornya. Benar-benar luar biasa kekuatan dua sahabatnya itu. "Jika ada yang datang mencari saya katakan saya tidak ada di kantor. Cancel semua jadwal saya hari ini. Jangan ganggu saya dan jangan menghubungi saya apapun yang terjadi. Kamu boleh pulang saat jam pulang kantor. Tidak usah lembur. Kerjakan pekerjaanmu yang belum selesai di rumah." Caramel yang saat itu baru saja mendudukan pantatnya pada kursi, langsung berdiri lagi saat melihat Adrian datang lalu berdiri di depan mejanya. "Baik, Pak." Kemudian jawaban dari Caramel membuat laki-laki jangkung itu kembali melangkahkan kakinya memasuki ruangannya. Caramel bingung tapi tidak mau bertanya. Adrian baru saja menyuruhnya membatalkan segala pertemuan penting padahal laki-laki itu sedang sibuk-sibuknya. Yang lebih aneh lagi, laki-laki itu malah masuk ke dalam ruangannya. Biarkan saja lah. Caramel sedang tidak ingin memikirkan bosnya itu. Laporan-laporan di mejanya yang menumpuk belum sepenuhnya dia selesaikan. Lebih baik fokus pada kerjaannya dan lupakan segala hal yang membuatnya menghembuskan napas sejak tadi. *** "Jangan kekanakan, Sidney! Aku sudah katakan bahwa itu tidak benar. Kenapa kamu selalu ragu denganku?!" "Aku selalu ragu karena kamu tidak pernah mengatakan yang sebenarnya, Adrian. Banyak hal yang kamu tutupi dari aku. Dan aku tidak bisa seperti itu." "Aku melakukan itu semua karena kamu tidak akan mengerti, Sid." "Aku tidak akan mengerti kalau kamu tidak menjelaskannya, Ad! Kamu selalu menyembunyikan semua masalahmu sendiri seakan-akan aku tidak ada artinya untukmu!" "Kamu tahu apa arti dirimu dihidupku, Sid. Jangan membuatku mengulang kalimat yang sama berulang-ulang." "Tapi Kamu keterlaluan, Adrian! Kali ini kamu keterlaluan!" "Jadi apa mau kamu sekarang?" "Aku rasa kita butuh break." "Sid! Sidney!" Setelah mendengar dua orang yang saling berteriak dari dalam, Caramel melihat Sidney yang keluar dari ruangan tunangannya dengan air mata yang masih mengalir. Tidak lama, Adrian berlari menyusul Sidney. Caramel sudah dapat menebak apa yang membuat Adrian membatalkan semua pertemuan penting serta wajah muramnya tadi pagi. Dua sejoli yang terkadang membuat Caramel iri itu sedang bertengkar. Namun entah mengapa, pertengkaran mereka justru membuat Caramel iri. Caramel tidak pernah bertengkar seperti itu sebelumnya. Bertengkarn yang terlihat sama-sama menyayangi. Pertengkaran dua kekasih yang saling mencintai. Caramel tahu masalah mereka, tentu saja. Sidney adalah sahabatnya. Dan Sidney tidak bisa menyembunyikan masalah apapun dari Caramel dan Milan. Caramel membayangkan, suatu saat nanti, ada seseorang yang bertengkar dengannya. Caramel membayangkan suatu saat nanti, ada seseorang yang mengejarnya ketika dia sedang marah. Ada seseorang yang mendekapnya ketika dia sedang merasa sepi. Caramel sudah merasakan kesepian ini begitu lama. Bahkan sejak kecil, Caramel selalu sendiri. Tumbuh tanpa kedua orang tua membuatnya selalu merasa kesepian meski panti asuhan tempat tinggalnya begitu ramai. Caramel hanya perempuan gendut beruntung yang bisa mendapatkan dua sahabat yang begitu menyayanginya seperti menyayangi keluarganya sendiri. Berkan keduanya, Caramel merasakan memiliki keluarga. Sidney dan Milan selalu memberikan apa yang Caramel tidak miliki sebelumnya. Kasih sayang kedua orang tua, harta, dan saudara yang tidak pernah Caramel punya. Kedua orang tua Milan dan Sidney memperlakukan Caramel dengan sangat baik. Mereka menyayangi Caramel seperti menyayangi anaknya. Itu yang membuat Caramel merasa beruntung. Namun ada satu hal yang tidak bisa Milan dan Sidney berikan. Seorang laki-laki yang Caramel inginkan. Tidak banyak kriteria, Caramel hanya ingin laki-laki yang mencintainya dengan tulus. Menyayanginya dan menerima dirinya apa adanya. Namun sepertinya, laki-laki yang seperti itu tidak diciptakan untuknya. "Heh! Lo b***k ya!" Caramel tersentak saat lengannya ditepuk kuat. Lalu matanya menoleh pada laki-laki yang sedang menatapnya garang. Noah berdiri di depannya dengan raut wajah kusut dan seakan ingin memakan dirinya. "Ada apa pak?" tanya gadis itu ciut. "Telinga lo kebanyakan lemak apa gimana? Dari tadi gue manggil!" Wajah Noah memerah menahan marah. Sudah berkali-kali dia berteriak memanggil beruang di depannya menanyakan Adrian, tapi gadis itu malah bengong. Menyebalkan. "Maaf Pak. Saya sedang tidak konsen." Caramel menunduk. Tidak berani menatap wajah Noah. Noah memang kerap mencemoohnya. Tapi baru kali ini, laki-laki itu membentaknya. Caramel tidak tahan bentakan. Sedikit saja seseorang meninggikan suaranya, jantungnya berdetak dengan begitu kencangnya. Dia takut. "Adrian mana?" tanya Noah melunak saat menatap wajah pucat gadis itu. "Pak Adrian sedang keluar bersama Sidney, Pak." Noah mendengus kasar. Kemudian melanjutkan langkahnya memasuki ruangan Adrian. Noah memang seperti itu. Dia tidak akan sungkan memasuki ruangan Adrian meskipun sahabatnya itu sedang tidak ada di tempat. Caramel menghembuskan napasnya saat melihat Noah sudah tidak ada di hadapannya. Dua hari berlalu sejak kejadian itu dan Caramel baru melihat laki-laki itu hari ini. Sebenarnya Caramel belum siap bertemu langsung dengan Noah. Dia masih ingat wajah marah laki-laki itu di ruang tamu apartemennya. Dia juga masih ingat setiap makian yang Noah lemparkan kepadanya. Caramel tidak sakit hati kalau kalian mau tahu. Hanya saja, setiap kata yang keluar dari bibir Noah membuat Caramel merasa menjadi seorang wanita binal. Caramel kembali meringis mengingatnya. Sekarang, Caramel benar-benar tidak memiliki sesuatu yang bisa dia banggakan kepada suaminya kelak. Caramel tidak cantik, tidak seksi, tidak memiliki keluarga, dan tidak perawan. Kira-kira siapa yang mau meperistri seorang wanita seperti Caramel? Jawabannya tidak ada. Caramel hanya perlu sadar bahwa dia harus mulai membiasakan diri untuk hidup seorang diri selamanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD