4. Bimbang

1713 Words
                                                                                     ___                                                                         Selamat membaca.                                                                                     ___                           Aku tidak pernah meminta lebih dari dulu, aku hanya ingin kamu tahu, aku, menyukaimu.                                                                                     ____   Novel yang mengisahkan perjalanan seorang perempuan dengan cinta yang ia pendam sendirian menemani Aretha dalam perjalanan dari rumah sakit kembali ke rumahnya, setelah ia melakukan drama tak suka akan rumah sakit, dan merengek untuk segera kembali pulang. Dipikir-pikir sebenarnya, Aretha lebih suka rumah sakit daripada sekolah, tapi, sekolah begitu manis, apalagi ada si tampan Marvel, sang supermen yang sudahh menyelamatkan Aretha waktu itu, walau jujur saja Aretha sempat tertengun karena kata-kata yang Marvel lontarkan karena kebodohannya, tapi dibalik itu semua Aretha tahu, Marvel khuwatir, yah semoga apa yang dipikirkan oleh Aretha benar, bahwa laki-laki itu khuwatir kepadanya. “Tak semua cinta diam-diam itu benar, kamu harus bahagia dan keluar dari cinta itu dengan cara mengungkapkan, salah satunya.” Kutipan itu membuat Aretha tertengun, baru satu tahun Aretha menyembunyikan rasa ini, melihat senyumnya secara diam-diam, menatap punggungnya saat ia ada di depan kelas sambil mengerjakan soal yang diberikan oleh guru pengajra, dan melihatnya tengah bercanda dengan dua temannya membuat Aretha seolah menjadi lebih senang, membuat Aretha merasa dunianya tengah berada di dalam genggamannya, ya ia seolah merasa semakin hidup karena menemukan laki-laki seperti Marvel. Satu tahun, bukan waktu yang lama, atau pula waktu yang sebentar, tapi Aretha rasa dia masih harus menyembunyikan perasaan ini dari Marvel, Sylena masih tidak siap dengan resiko yang ia terima saat ia dengan gamblang mengakui hatinya telah jatuh berkali-kali kepada laki-laki itu. Saat Aretha membuka ponselnya, dan tak sengaja menekan aplikasi note, yang ia sendiri lupa kapan menulis kata-kata di dalam situ. Kata-kata yang beberapa bulan atau minggu lalu Sylena tulis, hanya karena ia tidak tahu di mana lagi ia bisa menumpahkan isi hatinya, hanya karena Aretha takut, hanya karena ego Aretha terlalu tinggi, hanya karena Aretha takut Marvel tidak mau menerimanya lagi sebagai teman, teman, bisakah ia mengatakan bahwa ia dan marvel berteman? Banyak hal yang membuat Aretha memilih untuk menyembunyiakan semua ini, salah satunya karena ia merasa bahwa Marvel tidak akan menyukainya, bahwa Marvel tidak suka padanya. Awalnya Aretha juga tidak tahu, ia tiba-tiba saja menyukai laki-laki ‘tampan,’ itu, hanya karena dia tampan? Mungkin lebih dari itu, Aretha, laki-laki itu lebih indah dari bulan, lebih bersinar dari bintang, lebih terang dari matahari, dan Marvelk, lebih sempurna dari apa pun yang ada di dunia ini bagi Aretha, terkesan lebay tapi itulah yang Aretha rasakan kepada laki-laki itu. Lama-kelamaan Aretha dan Marvel memang berteman, tidak terlalu dekat, hanya saja Aretha lebih sering mencuri kesempatan agar bisa bersama dan bertanya kepada Marvel, entah bertanya tentang pekerjaan rumah atau bertanya tentang series komik yang Aretha tahu bahwa Marvle dari dulu sudah menyukai komik itu, hanya untuk membuka obrolan yang terputus karena Marvel memilih diam, atau pergi. Terkadang, mencintai dan suka sendirian itu benar-benar menyakitkan seperti ini ya? Awalnya Aretha juga tidak menyangka ia akan mencintai Marvel dalam jangka waktu satu tahun dalam jangka waktu selama ini, mungkin saja perasaan ini akan terus berlanjut, atau mungkin akan berhenti karena Aretha akan berpikir bahwa tidak ada gunanya memendam semua ini, dan mungkin saja Aretha memilih opsi untuk menyampaikan perasaanya kepada Marvel, entah nantinya Marvel akan senang atau marah, entah lah, Aretha tidak yakin langkah apa yang nantinya akan ia ambil untuk perasaanya ini. Tapi, apa mau dikata? Hati Aretha bukan sembarang hati, perempuan itu dengan teguh menginginkan Marvel, anak SMA Kelas sebelas, hahah cinta macam apan ini sebenarnya? Kadang Aretha berpikir, dia benar-benar merasa menjadi b***k cinta, tapi hati, tidak bisa dihindari saat dirinya jatuh, dan tidak bisa memilih, kadang jatuh di mana. Cinta, Aku tertwa saat mendengar itu, kata-kata semu yang akan hanya membuang-buang waktumu. Kata-kata semu yang akan menjadi sebuah kebohongan. Cinta, Cinta yang kupikir akan membuat semua orang buta. Buta akan kebenaran yang ada. Aku pikir cinta itu mustahil Mustahil bagi anak manusia yang tidak mempunyai hati. Tapi tidak, Semenjak dia datang. Aku berpikir dua kali, bahkan lebih, akan pernyatan-pernyataan di atas yang pernah aku tulis sendiri. Pernyataan cinta yang selama ini aku deklarasikan dalam hidupku.   Aretha menutup matanya setelah kembali membaca tulisannya sendiri, bimbang, kenapa semuanya sesulit ini, kenapa saat menjalaninya yang sulit, tapi saat hatinya jatuh, itu mudah, sangat tidak sulit kenapa? Aretha turun dari mobil berwarna putih, lalu masuk ke dalam rumahnya, raut wajah perempuan itu tidak berubah sedari tadi, hanya datar, atau bahkan sesekali tersenyum karena mengingat betapa bodohnya dia, bisa menjadi segila ini kepada Marvel. Aretha hanya mendapatkan satu buah perban di sikunya, hanya luka kecil, tapi bagi Sella luka Aretha itu cukup mengerikan, pasalnya putrinya itu tiba-tiba saja mendadak bahagiah sendiri, dan tersenyum sendiri seperti yang ia dapati. “Kamu enggak usah mandi,” kata Sella sambil mengantar anaknya itu ke kamarnya, yang hanya dijawab Aretha dengan anggukan patuh. “Bersih-bersih dikit aja, soalnya nanti ada tamu, temen Papah nanti makan malam di sini,” kata Sella memberi tahu, yang lagi-lagi hanya direspon Aretha dengan anggukan. Lagi-lagi tanpa Aretha sadari dunia ini begitu sempit, semesta terlalu pandai dalam menjalankan skenarionya, tamu Ayahnya, teman Ayahnya adalah orang yang begitu Aretha rindukan, rasanya Aretha hampir mengeluarkan senyum paling lebarnya saat melihat Marvel kedua orangtuanya, dan Kakak perempuannya ada di depan rumahnya, detik ini juga. “Masuk, ayo masuk,” kata Putra mempersilahkan keluarga Yonathan -teman semasa kuliahnya- Yonathan dan Putra memang teman lama, sangat lama, hingga tak sengaja saat Aretha kecelakaan kemarin, Sella meminta nomor telpon Marvel dari Gwen, teman Aretha, niat Sella hanya ingin mengucapkan terimakasaih kepada pemuda yang meyelamatkan anaknya itu, tapi Marvel benar-benar membawa kejutan, bahwa dirinya adalah anak dari Yonathan, sahabat lama suaminya. Aretha bimbang, rasanya pintu Aretha untuk semakin dekat dengan Marvel terbuka dengan lebar, terlebih saat Yonathan begitu memujanya. “Cantik sekali Aretha ini, dengar-dengar satu kelas dengan Marvel ya?” kata Yonathan, ayahnya Marvel. Aretha hanya mengangguk malu, perempuan dengan dress berwarna jingga tanpa lengan itu terlihat cantik, dan tersenyum malu-malu saat menanggapi apa yang ditanyakan Yonathan, benar-benar bukan Aretha seperti biasanya. “Marvel yang lebih pandai kok Om, Aretha kebetulan aja masuk kelas Internasional itu,” kata Aretha merendah. Kebetulan dari mana? Orang Aretha sendiri belajar mati-matian waktu kelas sepuluh sememster dua, Aretha tahu betul kepandaian Marvel sama dengan tampangnya, yaitu di atas rata-rara karena lagi-lagi Aretha ingin sekelas dengan Marvel, perempuan itu bahkan rela mengikuti beberapa pelajaran tambahan yang ia lakukan di luar sekolah, demi bisa masuk kelas Internasional, kelas yang ditargetkan oleh Marvel. Cinta memang bisa membuat oarang buta ya? Makan malam yang tak pernah sangka oleh Aretha akan berlangsung itu pun terjadi, karena Aretha begitu senang, bahkan perempuan itu menolang Bi Ijah, asisten rumah tangganya untuk membawa piring kotor kepunyaannya ke dapur. Saat Aretha ingin kembali ke ruang keluarga, kejadian tak diinginkan terjadi, antara ruang makan, dan ruang dapur Aretha ada pintu yang membatasi ruangan, di saat Aretha ingin lewat dari pintu itu, tak disangka Marvle tengah mengambil air mineral gelas yang ada di balik pintu, menyebabkan pintu itu terbuka dan sialnya mengenai kening Aretha yang berada di belakangnya. “Aduh!” suara Aretha memang tak bisa dibantahkan lagi, sangat-sangat memekikan telinga. Aretha menjerit kesakitan, sakitnya sih hanya sakit biasa, tapi hati Aretha benar-benar menjerit karena ada Marvel di depannya. “Aduh, lo ngapain sih?” tanya Marvel yang mendapatkan tatapan bingung dari Aretha? Ngapain? Dia bilang Aretha tengah ngapain? Lewat lah! Masa Aretha jadi patung di sini, kan tidak mungkin. Aretha mendengus, energinya menjadi menciut saat Marvel menatapnya dan lagi-lagi disertai decakan laki-laki itu saat Marvel melihat kening Aretha memerah, lalu tak berapa lama terlihatlah sedikit benjolan berwarna merah di kening perempuan itu. Aretha hampir menangis, bukan karena ia malu, tapi, rasa sakit saat benjolan itu keluar membuat dirinya merasa nyeri, terlebih Marvel menatapnya secara diam, dan tajam. Aretha berlari cepat melewati Marvel yang terdiam, dan langsung masuk ke dalam kamarnya itu, hanya karena benjolan itu rasanya Aretha ingin menangis. Marvel kembali menarik napas dan mengeluarkannya, bermain-main dengan Aretha ternyata sebahaya ini, ia bahkan membuat Aretha menangis dalam waktu tidak sampai satu jam setelah bertemu, ya, Marvel tahu ini salahnya, tadi ia hanya sedikit terkejut saja karena tiba-tiba ada Aretha. “Tan,” panggil Marvel kepada Sella yang dudak di ruang keluarga bersama ke dua orangtua dan Saudarinya. Putra, dan Yonathan mengangkat alisnya, saat Sella mengatakan ada apa kepada Marvel yang tangannya kini telah ada baskom serta sapu tangan di dalamnya. “Tadi, Aretha kejedot pintu di dapur, boleh Marvel jenguk sebentar di kamarnya, Tan?” izin Marvel, jelas saja, ia tidak akan lari begitu saja, Marvel akan bertanggung jawab, Marvel akan mengobati Aretha. Sella mengangguk pelan, sedangkan Marsha -- Kakaknya Marvel dan juga Ibu Vina—Ibunya Marvel menatap heran kepada anaknya, pasalnya Marvel tidak begitu biasanya, bahkan Marvel sering kali mengusili kakanya tapi dia langsung masa bodo, tidak peduli dengan apa yang terjadi setelahnya, tapi Vina tahu, di balik itu semua Marvel memang pemuda yang perhatian, seringkali juga saat Marsha sakit dia terlihat begitu perhatian dengan saudarinya itu, tapi, ini aneh saja. Tanpa tunggu lama Marvel naik ke lantai dua rumah Pak Putra, mencari pintu berwarna merah muda dengan tulisan di depannya ‘Aretha.’ “Gue masuk,” kata Marvel sambil membuak pintu kamar Aretha, tanpa diketuk sama sekali lebih dahulu, karena ya tangan Marvel lagi sibuk memegang beskom. Marvel berdiri di depan pintu kamar saat melihat Aretha malah menangis di tempat tidurunya. Sambil menarik napas laki-laki iu mendekati Aretha yang tengah duduk di sandaran kasurnya, sambil membersihkan air matanya saat mengetahui bahwa laki-laki itu ada di kamarnya. Tanpa suara Marvel memegang rambut Aretha yang membuat Aretha mendongkakan kepalanya langsung, tanpa sadar air mata Aretha semakin bercucuran karena detak jantungnya menggila, karena kelakuan laki-laki itu. “Nga... pain?” tanya Aretha sambil sesegukan, mencoba berhenti untuk menangis, tapi ia tidak bisa, Aretha tidak bisa tidak menangis. Marvel mengambil sapu tangan dan menjauhkan poni yang ada di kening Aretha, lalu mengkompres benjolan yang kini benar-benar berwarna merah itu, karena sungguh pintu yang ada di dapur Aretha itu beanr-benar pintu yang terbuat dari kayu yang kekuatannya cukup dipertimbangkan, berat. Aretha mendongkakakn kepalanya, air matanya malah semakin banyak ke luar, entah air mata senang atau air mata malu yang keluar itu, bahkan hanya karena Marvel ada di sini saja rasa sakitnya sudah hilang, tak perlu dikompres lagi. Sambil menundukan kepala lagi-lagi Aretha berharap, Marvel memiliki perasaan yang sama, dengan dirinya.                                                                         ___
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD