Memaafkan Dengan Tulus

1268 Words
Manisnya cinta terkadang tak semanis kehidupan. Ada kalanya, kehidupan terasa sangat pahit getir namun ada kalanya juga akan terasa manis seperti gula. Sama seperti yang sedang dirasakan oleh Angga, ia seakan terhipnotis dengan sekotak brownies yang diberikan oleh mantan kekasihnya itu. Lagi, Angga terus saja mengambil sepotong demi sepotong kue brownies buatan Sabrina. Ia seakan lupa siapa pemberi kue tersebut saking enaknya, tanpa ia ketahui wanita itu mengamatinya dari jauh dan tersenyum bahagia karena Angga masih sama seperti dahulu. Suka sekali dengan kue buatannya, tak sia-sia membuatnya semalam suntuk. Semoga benar-benar ada kedamaian. Bahkan, jika aku akan dijadikan istri kedua pun tak apa, gumamnya ngelantur lalu berlalu pergi. "Waduh, habis!" pekik Angga menepuk keningnya. "Saking enaknya sampai lupa harus berbagi dengan Ai. Gimana ya? Atau jangan bilang kalau dapat brownies deh ya, itu lebih aman," kekeh Angga. Ia bangkit dan melangkah menuju ruangannya mengambil semua peralatan setelah itu berpamitan pada yang lainnya. Hari ini tidak ada yang aneh, semuanya berjalan dengan lancar hanya ada sesuatu hal saja tadi mengenai Sabrina, selebihnya tak ada. Selama perjalanan pulang, Angga bersenandung dengan bahagia. Entah apa yang sedang memasukinya itu, mendengar kata damai membuat hatinya tenang dan lega. Dan saat memakan brownies buatan Sabrina membuatnya kembali ke masa lalu. Masa dimana dulu dirinya dan Sabrina adalah pasangan yang sangat bahagia. Saling menyayangi, mencintai tapi ada saja ujian saat mereka punya niat untuk ke jenjang yang lebih serius. Pondasi yang dibangun tak kokoh, itu sebabnya mudah runtuh dalam sekali badai. Berbeda dengan masa bersama Ai, badai sebesar apapun mereka jalani bersama-sama sehingga dapat melewatinya dengan tenang dan hingga saat ini. Angga menggelengkan kepalanya lemah, menghalau semua pikirannya mengenai, Sabrina. Ia tak ingin mengingat-ingat hal yang tidak penting, mengingatnya sama saja mengkhianati Ai, begitu pikirnya. Lagian, bodohnya dia, hanya dengan diberikan brownies sebagai tanda damai saja bisa membuatnya melayang jauh ke masa lalu. Angga terkekeh sendiri karena tingkah bodohnya itu. Bisa-bisanya mengingat Sabrina yang jelas-jelas wanita lain, ia menepuk keningnya beberapa kali. Sepertinya Angga mulai gila sekarang, manisnya brownies mampu membuatnya melalang buana. Sesampainya dirumah, ia langsung bergegas masuk ke dalam kamar setelah mengucap salam dan membersihkan diri. Selama Ai hamil, setelah mengecup punggung tangan, lelaki itu harus segera mandi. Jika tidak, maka bumil akan mengoceh sepanjang hari dan itu akan membuatnya pusing karena serba salah. Ai sudah menunggu Angga di dapur, ia sedang menghidangkan makanan dibantu oleh Mbok. Selesai mandi, lelaki itu berjalan menuju dapur dan tersenyum hangat pada istrinya, mengecup puncak kepala dan duduk manis. "Makan, Pih," ucap Ai mempersilahkan. "Aku masih kenyang, Mih," tolaknya halus. "Kenyang?" "Iya, Sayang. Tadi malam, banyak sekali pasien, bahkan ada beberapa anak yang keracunan makanan dan itu membuatku lelah. Pagi-pagi sekali, saat masakan di kantin matang, aku langsung makan karena lapar." "Ya ampun, lain kali bawa bekal, Pih." "Mana enak, Mih. Apalagi kalau di makannya pagi." "Iya juga ya. Jadi mau apa, nih? Buah?" "Boleh, Sayang. Makasih ya dan maaf aku gak jadi makan." "Gak pa-pa, Pih." Ai mengupas beberapa buah lalu menghidangkan untuk suaminya. Dengan senyum hangat, Angga menerima dan langsung melahapnya. "Mih," panggilnya. "Iya, Pih?" "Tadi, Sabrina nemuin aku." "Hah? Mau apa dia? Mau cari masalah? Atau mau menggodamu?" "Hush! Kalau ngomong sembarangan!" "Iya, Nyonya! Jangan ngomong sembarangan," tegur Mbok yang mendengar. "Maaf. Abis aneh banget, mau apa coba? Tujuan dia itu apa?" "Minta maaf dan mengajak berdamai." "Hah? Gimana? Apa aku gak salah dengar? Minta maaf? Ngajak damai? Seorang Sabrina? Yakin tuh?" ucap Ai tak percaya. "Ssttt, dengarkan dulu dong, Sayang. Jangan main gas, aja!" "Hm … apa?" "Iya, tadi Sabrina menemui aku. Awalnya juga aku usir, tapi dia benar-benar minta waktu sebentar. Lalu, dia bilang bahwa ingin berdamai dengan aku dan kamu. Ia merasa salah atas kejadian yang lalu, katanya itu refleks karena terkejut mengetahui aku sudah menikah." "Tak masuk akal." "Sayang, aku belum selesai bicara. Jangan di potong, atuh." "Iya, maaf. Lalu?" "Ya pokoknya dia ingin berdamai dengan kita dan masa lalu. Ia ingin hidup lebih baik, tanpa ada lagi bayang-bayang masa lalu atau musuh. Ia ingin hidup normal seperti orang lain, tenang dalam melangkah karena bayangan masa lalu itu membuatnya sulit melangkah karena ia merasa punya salah. Itu sebabnya, ia minta maaf tadi." "Dan dia bilang, ingin bertemu denganmu agar tidak ada kesalahpahaman lagi karena perdamaian ini. Ia ingin menikah katanya, dan anehnya ia juga bicara bahwa umur seseorang gak ada yang tahu. Kayak dia mau meninggal saja ya, Mih," seloroh Angga. "Tuan jangan bicara seperti itu, biasanya seseorang yang akan tiada itu akan selalu meminta maaf pada semua orang yang sudah disakiti olehnya. Ia seakan tahu bahwa usianya tidak akan lama lagi," ucap Mbok membuat mereka berdua saling menatap satu sama lainnya. "Jadi, menurut Mbok tidak ada salahnya di maafkan. Barangkali ya, memang ada sesuatu dalam hidupnya sampai-sampai bicara seperti itu. Jangan sampai, Tuan dan Nyonya menyesal karena tak sempat saling memaafkan dengannya walaupun Mbok tahu kalian sudah memaafkannya sebelum ia meminta maaf." "Tapi, lebih afdol lagi bertemu, saling memaafkan satu sama lainnya bertatap muka dan itu akan membuat lega kedua belah pihak," lanjut Mbok. "Hm … begitu ya, Mbok? Lalu, kalau posisinya Mas Vian yang datang, meminta maaf dan ngajak berdamai gimana, Mbok? Apa dimaafkan juga? Apa damai juga?" tanya Ai. "Mbok tahu betul bagaimana Nyonya. Nyonya Ai adalah orang yang sangat amat baik. Separah apapun seseorang menyakiti pasti akan mudah memaafkan walaupun semua itu masih tetap teringat dalam ingatannya. Bahkan, Mbok yakin, Nyonya Ai sudah memaafkan Tuan Vian sebelum dirinya itu minta maaf." "Nyonya Ai adalah wanita yang hebat. Disakiti berkali-kali tetap sabar, ikhlas dan memaafkan maka dari itu Allah memberikan kebahagiaan yang bertubi-tubi sekarang." "Nyonya Ai berhasil keluar dari sebuah keterpurukan, berhasil berdamai dengan rasa sakit, kecewa dan kejadian di masa lalu sehingga terpancar jelas sebuah kebahagiaan yang luar biasa itu dari wajah." "Tuan, Nyonya, jangan takut untuk memaafkan, sebab memaafkan itu adalah hal yang paling mulai dari apapun itu. Memaafkan dan mengalah bukan berarti kalah, tapi kalian sudah berhasil menang dari sebuah keadaan tertentu. Buktinya sekarang terlihat sangat jelas, kalian meraih sebuah bahagia yang luar biasa tiada taranya," ucap Mbok mengakhiri ceramahnya dengan senyum hangat. Ai dan Angga tersenyum hangat dan mengangguk bersama. Mereka setuju dengan ucapan, Mbok. Memaafkan adalah hal yang sangat mulia, apalagi jika kita memaafkan sebelum yang bersalah itu memaafkan. Itu artinya, kita berhasil berdamai dengan keadaan. Jika kita tak bisa memaafkan suatu hal, maka hati akan selalu merasa gelisah, gundah dan gulana. Tak ada ketenangan di dalam hatinya, hanya selalu ada rasa tak suka ketika bertemu dengan sesuatu hal itu. Memaafkan bukan berarti melupakan, namun dengan memaafkan akan membuat siapapun perlahan tapi pasti mengubur dalam-dalam sebuah rasa sakit itu. Selalu tersenyum setiap kali orang melakukan salah pada kita. Susah? Ya, pasti! Tapi, percayalah semua akan terasa sangat mudah ketika kita bisa ikhlas dan sabar. Kuncinya hanya ada di dua rasa itu, ikhlas dengan semua yang sudah terjadi dan sabar setelah melewati kejadian yang menyakitkan, sebab akan ada sebuah masalah yang lebih besar di kemudian hari. Jika kita tak mampu untuk ikhlas dan sabar, masalah sekecil apapun tak akan bisa diselesaikan. Jangankan masalah yang besar, masalah kecil saja tidak bisa diselesaikan karena hatinya terlalu terpaut akan sebuah dendam di masa lalu. Dendam dengan seseorang, keadaan tertentu akan membuat kita semakin terpuruk dan diam di tempat tanpa ada perubahan nyata yang lebih baik. So, jika ada orang lain yang mempunyai salah, cobalah untuk memaafkan. Sekali lagi, memaafkan bukan berarti melupakan. Cukup memaafkan dan menjaga jarak agar tidak kembali pada situasi yang sama seperti sebelumnya. Memaafkan tidak semudah membalik telapak tangan? Ya betul, karena akan banyak sekali batu kerikil tajam yang akan menghambat. Tapi, jika kita berusaha sabar dan ikhlas, maka jalannya akan mulus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD