Matahari sudah tinggi ketika Michael akhirnya membuka matanya. Ia langsung merasa ada yang berbeda—kehangatan yang semalam memenuhi pelukannya kini hilang. Ia menoleh ke samping, melihat Vania yang memunggunginya, tangannya bergerak mengusap pundaknya yang terbuka, kulit putihnya kontras dengan seprai yang kusut. "Jangan ke mana-mana, kau masih sakit," bisik Michael, suaranya berat dengan peringatan. Ia meraih pinggang ramping Vania, menariknya kembali ke dalam pelukannya dan mengecup pelipis gadis itu dengan lembut, seolah-olah ia benar-benar mencintainya. Namun, air mata Vania kembali menetes. Hatinya terasa kosong, kebas oleh sikap Michael yang temperamen dan arogan. Ia tahu, di mata Michael, dirinya hanyalah sekadar mainan—sesuatu yang bisa dimiliki dan dilepaskan sesuka hati. Va