Chapter 2

556 Words
s**t. Batin Anna dalam hati. Ia kira Pak Mahesa hanya akan menjadi dosen tamu dalam sehari. Baru saja Ia menerima telfon dari Carissa bahwa dosen muda itu mengajar lagi. Dosen muda itu ternyata akan menggantikan Pak Danu Atmaja secara permanen untuk 2 kelas. Hal itu karena kesehatan Pak Danu menurun dan beliau tidak boleh teralu lelah dan tugas mengajar pada hari Selasa diberikan sepenuhnya pada Pak Mahesa. Sialnya lagi, Anna hari ini terlambat masuk kelas Pak Mahesa karena tadi Ia keluar kampus untuk makan siang bersama klien produk kecantikan dan tidak menduga kalau jalan arah balik ke kampusnya sangat macet. "Adrianna Danastri, benar?" Anna mengangguk. Salah satu cons berkuliah di kampus swasta adalah mahasiswanya yang tidak teralu banyak sehingga tidak jarang dosen mengenal murid secara personal. "Saya baru menerima tugas kamu minggu lalu. Sepertinya saya akan menerima tugas kamu lagi besok hari." Anna menarik nafas panjang, berusaha menenangkan dirinya sendiri karena Anna merevisi tugas dari Pak Maheda minggu lalu sebanyak delapan kali. Mahesa dengan tega mencoret-coret tugasnya secara digital dan saat ditanya kenapa paragraf tersebut harus di revisi dan harus di revisi menjadi seperti apa, jawaban Mahesa adalah, "Silahkan kamu analisa sendiri kenapa paragraf itu perlu di revisi.". Mahesa adalah calon dosen pembimbing yang buruk dan sepertinya Anna akan mengulagi hal itu lagi. "Baik, Pak." "Kamu duduk di kursi depan dan perhatikan." Double s**t. -- Anna menangis sambil mengerjakan revisi ke sembilan yang malah makin banyak coretan. Ia langsung mengerjakannya hari itu juga sepulang dari kampus, walaupun due datenya masih esok hari, karena Ia tahu si manusia perfeksionis itu akan meminta revisi berkali-kali. Topik untuk di analisis yang diberikan oleh Mahesa makin berat dan sepertinya manager yang merangkap dosen itu punya banyak sekali waktu luang sehingga bisa dengan detail menilai dan mencoret-coret hasil analisanya. "Kamu kenapa sayang?" Adrian yang mendengar suara tangis anaknya dari kamar langsung keluar dan menghampiri sumber suara. Ia membawakan s**u hangat dari dapur supaya anak bungsunya itu sedikit lebih tenang. "Aku dikasih tugas analisis dan jawabanku udah direvisi 8 kali sama dosenku. Aku nggak ngerti," jawab Anna disela-sela tangisannya. Anna benar-benar putus asa. Otaknya sudah seperti dikuras dan hal itu sepertinya belum cukup bagi Mahesa. "Coba kamu tanya salahnya kenapa." Anna semakin terisak. "Udah, Pa," ujarnya. "Kata dosen itu aku disuruh analisa sendiri. Papa kenal pemilik MS Corp nggak? Coba dong Papa bilangin ke salah satu managernya supaya nggak rese." Adrian tertawa. Tipikal Anna. Kalau Ia mau, tentu saja Ia bisa melakukan hal itu. Ia kenal baik dengan pemilik MS Corp karena mereka sering bertemu di KBRI US dan bahkan sempat menjadi tetangga, dulu. "Sssh udah kamu jangan nangis lagi. Kalau kamu capek selesain besok aja. Tidur aja dulu. Istirahat." Anna mengusap air mata menggunakan dua lembar tissue yang diambilkan oleh ayahnya. "Papa ke kamar lagi ya. Jangan tidur terlalu malam, Na." "Iya, Pa." Anna menarik nafas panjang. Ia akhirnya mengirimkan hasil revisinya melalui email. Ia menyerah. "Selamat malam, Pak. Berikut saya lampirkan revisi ke-9. Jika masih ada revisi, saya benar-benar sudah tidak tahu apa yang salah. Terima kasih." Tidak lewat dari 5 menit sebuah email balasan masuk. Tidak ada attachment dalam email itu. hanya berisikan text yang berbunyi, "Saya tidak mungkin menjelaskan semua via email. Temui saya besok di MS Tower. Saya ada di kantor dari pukul 9 sampai pukul 6 sore. Kabari saya jam berapa besok bisa ke kantor." --
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD