Bab 3. Suami Palsu

1207 Words
***Bab 3 Suami Palsu*** "Aku dan Rachel sudah menikah." Ucapan Daniel bukan hanya mengejutkan Lukas dan istrinya, tapi juga membuat Rachel terperangah. Wanita itu luar biasa terkejut. Dia sampai kehabisan kata-kata untuk merespon ataupun membantahnya. Daniel melirik sekilas ekspresi terkejut wanita yang mengaku hamil anaknya itu. Jelas permainan ini cukup membuatnya terhibur di tengah sakitnya luka jahitan paska operasi. "Rachel, apakah kau tidak memberitahu ayahmu soal pernikahan kita?" Daniel bertanya pada wanita asing yang di ketahui bernama Rachel. Wanita itu menegang, jelas ia tak terbiasa berbohong seperti ini. Daniel tersenyum dalam hati saat mengetahui kalau wanita itu gugup, tak tahu harus menjawab. Tentu saja, Daniel akan mengikuti permainan wanita itu. Kebohongan demi kebohongan akan dia lancarkan. Bukan hal yang sulit bagi Daniel berperan sebagai suami palsunya. "Sayang?" Daniel memanggilnya dengan lembut. Tapi kali ini Lukas yang melemparkan tatapan tajam ke arah lelaki yang terbaring di atas ranjang. "Benar kau sudah menikah dengannya?" Lukas mendesak putrinya agar lekas menjawab. Rachel hanya menundukkan kepala. Sekilas ia merasa bingung untuk mengungkapkan hal yang sebenarnya. Toh, semua ini juga diawali oleh kebohongannya. Ia berpura-pura hamil anak lelaki asing itu. Berarti, bukan salah lelaki itu yang membantunya berakting sebagai suami istri. "I-iya, Pa." Akhirnya Rachel ikut berbohong. Lukas naik pitam, ia nyaris mendaratkan tamparan keras ke pipi putrinya. Dia memegang kedua bahu Rachel. Keduanya saling berhadapan, "Sekarang katakan pada Papa, apa kau benar mengandung anaknya?" Anggukan kepala Rachel yang lemah membuat Lukas kehilangan akal sehatnya. Dia dengan sangat keras menampar putrinya. Meninggalkan bekas jejak tangan di pipi kanan Rachel yang terasa kebas. Rachel menatap ayahnya dengan tatapan berapi-api. "Kau pulang sekarang juga dan batalkan pernikahanmu dengan bajing-an menyedihkan itu." Daniel terkejut saat melihat berapa kerasnya sifat Lukas. Bahkan saat ia sudah berbohong dengan berpura-pura sebagai suami Rachel, ia bahkan tak peduli. "Kau... Siapa namamu?" Kali ini perhatian Lukas tertuju padanya. "Daniel." Daniel menjawab dengan malas. "Bagus. Aku akan mengirimkan sejumlah uang untukmu. Jadi pergilah dan menjauhlah dari putriku. Dasar begundal!" Lukas dengan santai mengatur rencana untuk putrinya. Daniel terkikik. "Berapa banyak uang yang akan kau berikan padaku, Tuan?" tanya Daniel penuh rasa ingin tahu. Rachel terkejut karena pria itu tertarik dengan uang yang ditawarkan ayahnya. Sedikit kekecewaan tertanam di hatinya. Ia pikir pria bernama Daniel itu akan memiliki sedikit integritas, nyatanya ia salah. "Huh, pecundang sepertimu tidak akan cukup dengan uang yang kuberikan," sindir Lukas. "Bilang saja Anda tidak sanggup memberiku uang, 'kan?" Daniel menyahut sarkastik. "b*****h ini..." Lukas persis seperti putrinya yang penuh api. Amarahnya selalu membara setiap kali ada yang bertentangan dengan kehendaknya. Dia tidak suka pertentangan, semuanya harus sesuai rencana. Begitu pula dengan Rachel. Persetan dengan putrinya yang hamil anak bajing-an itu. "Sudahlah, Tuan. Berhentilah memaksa putrimu menikah. Toh, dia sudah menikah denganku dan hamil anakku. Jadi sebagai orang tua, sebaiknya Anda mendoakan kebahagiaan kami berdua." Daniel menasihati. "Diam kau, dasar b*****h. Kau telah mencuri putriku dariku. Sekarang kau mau mengusir ku. Kurang ajar sekali kau." Lukas tak terima Daniel menasihatinya. "Kalau begitu, pergilah. Ini ruanganku. Kau menganggu istirahatku." "Apa-apaan kau ini! Apa kau berani mengusirku?" Lukas semakin kesal karena bajing-an itu menyuruhnya pergi. "Kenapa tidak?" Alis Daniel terangkat tinggi, menantang Lukas dengan berani. Tentu saja dia berani melawan seribu Lukas sekali pun. Siapa yang tidak kenal dirinya? Selain sebagai cucu konglomerat Edyson, Daniel merupakan mafia paling ditakuti di dunia hitam. Lukas menyadari kalau b*****h itu benar-benar akan mengusirnya. Karena itu, ia pun mengalah. Toh, biarkan saja lelaki itu membusuk di ruang rawat rumah sakit ini. Lukas bersumpah dia akan terus mengutuki bajing-an kurang ajar yang telah merebutnya putrinya darinya. "Rachel, ayo kita pulang!" Tentu saja Lukas akan mengajak Rachel pulang bersamanya. Cuma putrinya satu-satunya harta yang dimilikinya saat ini. Rachel berdiri di samping ranjang Daniel, menatap orang tuanya dengan tegas. "Aku nggak akan ikut denganmu, Papa. Aku sudah membuat keputusan," ucapnya dengan suara mantap. "Apa yang kau bilang? Kau harus pulang sekarang juga!" bentak ibunya, mencoba mengendalikan keadaan. Rachel menggelengkan kepala. "Aku nggak akan pulang, Ma. Aku sudah cukup lama hidup dalam bayang-bayangmu. Sekarang, aku akan hidup sesuai pilihanku sendiri." Kedua orang tua itu terdiam, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan, tidak mengerti mengapa mereka bisa kehilangan kontrol atas putri mereka seperti ini. "Kau lebih memilih hidup bersama bajing-an miskin itu?" Lukas tak mengerti jalan pikiran putrinya. "Dia suamiku, Pa. Juga calon ayah anakku. Jadi aku akan bersamanya, sesulit apa hidupku nantinya." Rachel berkata penuh tekad, membuat Daniel nyaris mempercayainya kalau saja ia tak mengingat perannya sebagai suami palsu. "Cih, kau pasti akan menyesal. Papa yakin kau akan merangkak di kaki Papa meminta bantuan." Lukas berkata penuh percaya diri. "Tenang saja, Tuan. Putrimu tidak akan kubiarkan kelaparan." Daniel mewakili Rachel merespon ucapan pria tua itu. "Cih, lelaki payah dan miskin sepertimu bisa apa? Paling kau hanya bisa membuat putriku menderita." Lukas berkata merendahkan. "Memangnya apa pekerjaanmu?" "Apa kau sekarang tertarik denganku, Tuan?" Daniel tersenyum licik melihat Lukas sedikit melunak terhadapnya. "Apapun pekerjaanmu, tentu saja tidak akan sebanding dengan calon suami yang telah kupilih untuk putriku." Lukas berkata penuh percaya diri. "Kau akan menyesal dengan keputusanmu ini, Rachel!" Kali ini Lukas memperingatkan putrinya yang keras kepala seperti dirinya. "Nggak akan, Papa. Aku mencintainya." "Cih, cinta... Memangnya kau akan hidup dengan memakan cinta? Kita harus hidup realistis putriku, karena kelak kau akan sadar kalau dunia ini kejam." "Terimakasih atas nasihatnya, Tuan. Sekarang, bisakah kau pergi dari ruanganku? Aku butuh istirahat." Sekali lagi Daniel mengusirnya. Akhirnya kedua orang tua itu pergi. Rachel terduduk di kursi yang tersedia di ruang rawat Daniel. Daniel mendengar menghela napas panjang, "Sudah selesai main dramanya, istriku?" Rachel membulatkan mata besarnya yang berwarna biru seperti memandang laut, Daniel tenggelam dalam pesona matanya yang menenangkan. "Terimakasih atas bantuanmu, Tuan." "Panggil aku Daniel," ucap Daniel sambil mengubah sedikit posisi tidurnya agar ia sedikit merasa nyaman. "Daniel, terimakasih." "Nggak usah bilang terimakasih, toh aku berutang padamu. Malam itu kau yang menyelamatkanku, 'kan?" "Ah, itu. Bukan apa-apa. Semua orang yang menemukanmu sekarat di sana juga pasti akan segera memberikanmu pertolongan." Benar ucapan Rachel, siapa pun yang menemukan dirinya sekarat malam itu pasti akan menolongnya. Tapi lain ceritanya, karena berkat pertolongan pertama yang diberikan Rachel sedikit meningkatkan presentase hidupnya yang nyaris kehabisan darah. "Lalu bagaimana keadaanmu?" Pertanyaan lugu Rachel mengubah keheningan suasana. "Kau nggak usah mengkhawatirkan aku. Dokter sudah mengatakan kalau operasinya berhasil. Aku akan baik-baik saja. Satu-satunya hal yang harus kau pikirkan adalah dirimu." "Aku?" Rachel tak mengerti mengapa ia harus mengkhawatirkan dirinya? "Kau hamil dan sudah menikah. Jelas kalau kau berbohong. Untungnya orang tuamu terlalu bodoh hingga mereka tak menyadari kebohonganmu itu. Jelas, kau tidak pandai berbohong Nona Rachel." Ucapan Daniel yang blak-blakan membuat pipi Rachel merona merah karena malu. "Itu..." "Melihat betapa kerasnya ayahmu memaksamu menikah. Sudah sangat jelas dia nggak akan berhenti sampai di situ. Apa rencanamu selanjutnya?" Rachel mengangkat bahunya acuh tak acuh, "Kita tinggal menikah saja." Tidak ada ide lain yang ia pikiran selain ide pernikahan dengan Daniel yang menurutnya sempurna. Daniel tersedak salivanya sendiri. Ia terbatuk kemudian terduduk. "Apa kau gila?" Daniel terperangah. Pernikahan tidak pernah ada dalam rencana hidupnya. "Ya, anggap saja kau membalas utang budi padaku karena telah menyelamatkanmu." Rachel telah gila, mungkin dia memang sudah gila mengancam pria malang itu. Tapi ia tak punya pilihan lain selain meminta bantuan lelaki itu menjadi suami palsunya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD