Part 5. Pria Miskin

1124 Words
Part 5. Pria Miskin Setelah beberapa hari tinggal di rumah sakit, kondisi Daniel perlahan membaik. Sekarang ia sudah bisa berdiri sendiri dan berjalan. Beberapa perawat wanita begitu antusias membantunya. Mereka terpesona oleh ketampanan Daniel, terlebih saat lelaki itu sudah hampir puluh seperti sedia kala. Luka memar perlahan memudar, perban juga sudah dilepas. Penampilan Daniel hampir mendekati sempurna, meski masih mengenakan seragam pasien rumah sakit yang jauh dari kata nyaman dibandingkan piyama tidurnya. Mengingat piyamanya, ia nyaris melupakan rumahnya. Anehnya ia tak tertarik pulang ke rumah saat ini. Dirinya lebih ingin ke rumah perempuan itu dan menjalani perannya sebagai suami palsu. "Apa Anda sudah bangun, Tuan Daniel? Bagaimana perasaan Anda saat ini?" Satu dari dua perawat yang tengah memeriksanya memang rutin menanyakan kondisinya sebagai pasien, tapi tak jarang Daniel mendapatkan pelecehan fisik oleh mereka. Mereka terkadang menyentuh beberapa area lain yang tidak ada kaitannya dengan pemeriksaan pasien, tapi Daniel tak mau ambil pusing. Dulu dia juga begitu, gemar menyentuh beberapa area terlarang wanita yang menarik hatinya. Akh, itu dulu. Sebelum pikirannya terikat oleh seorang wanita gila yang setiap harinya datang mengunjunginya setelah ia selesai bekerja. Daniel mencatat ia akan memberi wanita itu pekerjaan mudah jika ia kembali nanti. Anggap saja sebagai balas budi darinya. "Seperti yang Anda lihat, Suster. Aku sudah membaik. Kapan aku boleh pulang?" "Secepatnya, Tuan. Tapi Anda bel bisa beraktifitas normal seperti biasa." "Nggak masalah, selama aku nggak berada di sini, aku akan baik-baik saja." Biip... Biip... Suara pesan terdengar dari ponsel baru miliknya. Saat penyerangan terjadi, ia kehilangan semua identitas miliknya, termasuk ponsel dan mobilnya. Ia juga belum melaporkan tindakan kriminal itu ke polisi, karena Daniel tak pernah memercayai kepolisian. Baginya tidak berguna ia melapor polisi, karena instansi tersebut pasti hanya akan mencatat laporan tanpa bertindak sebelum uang masuk ke kantong mereka. Sejak kecil, saat dirinya mengalami penyiksaan oleh ayah tirinya dan melarikan diri, ia berusaha melapor ke polisi, tapi apa yang ia dapat? Polisi hanya menyuruhnya pulang dan berhenti mempermainkan mereka. Di saat itu, Daniel bertemu dengan orang dewasa lain, memakai jas hitam dan jam tangan mewah. Kedatangan orang itu langsung disambut oleh polisi lainnya, mereka bahkan memperlakukan lelaki itu layaknya tamu kehormatan, padahal Daniel tahu kalau orang itu adalah salah satu rekan kerja ayah tirinya yang menjalani bisnis obat terlarang di balik bisnis obat miliknya. Sejak itulah, Daniel tidak akan pernah memercayai polisi. Semuanya akan ia lakukan dengan tangannya sendiri, termasuk membalaskan dendam atas penyerangan yang nyaris merenggut nyawanya. [Hari ini dokter memperbolehkan mulai pulang. Nanti sore aku akan menjemputmu, jadi siapkan pakaianmu.] [Aku tak punya pakaian] Daniel balas mengetik dengan cepat. Ia mengingat dengan baik perannya sebagai pria miskin. [Baiklah, aku akan membelikanmu pakaian.] [Apa itu artinya hari ini aku sudah mulai bekerja?] [Tentu saja. Aku nggak akan menyia-nyiakan uangku.] balas Rachel membuat Daniel tersenyum sendiri saat membaca pesan dari wanita gila itu. Senyum Daniel yang memesona membuat suster yang masih di ruangannya terpana oleh ketampanannya. Daniel menengadah baru menyadari kalau ia tidak sendirian di kamar itu, "Apa kalian sudah selesai?" Merasa risih karena terus diperhatikan membuat Daniel menatap sinis ke arah mereka. Kedua perawat itu segera merapikan peralatan medis mereka dan pergi. Seorang tamu tak diundang muncul di hadapan Daniel. Ekspresi wajahnya sarat akan kebencian, sengaja ditampilkan agar Daniel mereka terintimidasi olehnya. Sayangnya Lukas memilih lawan yang salah, bahkan petinggi mafia sekali pun berhasil ia tundukkan. "Kau terlihat berbeda," kata Lukas dingin. "Apa kau datang ingin mengucapkan selamat atas pernikahan kami?" Lukas tersenyum miring menanggapi kekurang-ajaran pria muda ini. "Sampai kapan pun aku nggak akan pernah merestui pernikahan kalian." "Kenapa? Apa karena aku miskin?" Daniel menantang lelaki arogan itu. Jika ia ingin, Daniel bisa saja membongkar identitasnya sebagai lelaki kaya raya, cucu konglomerat Edyson yang tersohor. Tapi, Daniel tidak akan membiarkan pria tua itu mengetahuinya. Belum saatnya. "Akhirnya kau menyadarinya." Lukas enggan membahasnya lebih lanjut. "Apa pekerjaanmu?" "Menurutmu?" "Aku yakin kau pasti laki-laki pengangguran yang menyusahkan negara." "Begitukah?" Daniel tersenyum angkuh. Menunggu lelaki itu menghinanya lagi. "Sayangnya jawabanmu salah, Tuan." “Jangan sombong, Anak Muda! Kemiskinanmu tidak akan berpengaruh padaku.” Daniel memamerkan senyum sombong ke arah lelaki itu untuk membuatnya semakin kesal. “Memangnya pekerjaan apa yang cocok buatku, Tuan Kaya Raya?” “Kau hanya cocok sebagai tukang pemungut sampah, gembel memalukan.” “Meski begitu, tetap saja kenyataannya aku menantumu, Tuan. Putrimu yang cantik dan kau banggakan itu bahkan lebih memilih menikahi gembel sepertiku dibandingkan lelaki pilihanmu. Bukankah itu artinya aku lebih memiliki nilai di mata putrimu?” “Cih, dia memang buta dan bodoh. Memilih laki-laki nggak berguna sepertimu.” “Setidaknya aku bisa membuatnya bahagia,” jawab Daniel penuh percaya diri. “Kita lihat saja, sebentar lagi dia akan merangkak di kakiku dan memohon ampun.” “Apa kau bermaksud mengancamku?” “Tentu saja! Memang itu niatku.” “Wah, baik hati sekali Anda memberiku peringatan. Tapi sayangnya, Anda tidak mengenal siapa musuh Anda!” “Kau berlagak sombong, Anak Muda.” Daniel tertawa miring menanggapinya, “Tentu saja. Kesombongan adalah satu-satunya hal yang aku punya.” “Dasar manusia miskin, payah, nggak berguna.” Daniel mendengar cacian dan makian itu di telinganya, sayangnya ia sama sekali tidak terpengaruh sedikit pun. “Apa ada lagi julukan yang pantas untukku?” Daniel menantangnya dengan berani. “Kau ... “ Lukas tercekat melihat bola mata abu-abu itu menatapnya tajam, seolah ingin membunuhnya. Tubuh Lukas membeku, ada getaran kecil mengirimkan sinyal tanda bahaya. Ia menyadari akan sesuatu. Bahwa pria muda ini bukan seseorang yang bisa ia anggap remeh. Daniel berdiri dari duduknya, menghampiri lelaki tua yang mematung, ia lantas berbisik, “Aku lupa memberitahumu, kalau pekerjaanku adalah seorang pembunuh.” ‘Pembunuh harapanmu untuk menikahkan putrimu demi uang,” lanjut Daniel dalam hati yang tentu saja tidak bisa didengar oleh Lukas. Bisikan lirih itu mengirimkan sinyal padanya untuk tidak main-main, tentu saja Lukas masih punya otak untuk melindungi dirinya sebelum Daniel berhasil mengeksekusinya. Lukas tak ingin mempercayainya, tapi tatapan Daniel dilihatnya itu bukanlah sesuatu yang bisa diperlihatkan orang biasa. Lukas yakin jika Daniel memang seorang pembunuh. Sial! Bagaimana bisa putrinya menikahi seorang pembunuh. Bagaimana pun ia harus bertindak cepat memisahkan Rachel dari lelaki berbahaya ini. Danie tersenyum puas melihat Lukas mempercayainya. Hmm, ini sangat menarik. Daniel seolah mendapatkan hiburan di hidupnya yang penuh kegetiran. “Yeah, anggap saja, karena sekarang kau adalah bapak menantuku, jadi aku harus bersikap baik padamu, ‘kan?” Daniel memegangi bahunya, berpura-pura membersihkan kotoran di jas mewah yang dikenakan Lukas hari itu. Lukas membeku sementara waktu. Ia memilih tak merespon ucapan sinis Daniel untuknya. Daniel berbalik, kemudian melanjutkan aktifitasnya. Sampai di mana tadi? Ia mengambil ponselnya dan membaca isi pesan yang dikirimkan Rachel padanya. Hmm, menarik, karena ternyata Rachel sudah tiba di lobi rumah sakit. Daniel tak sabar menunggu drama keluarga ini selanjutnya. Ia tersenyum lebar. Sangat lebar. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD