Part 11. Pasien Bangsal Kelas Tiga
“Katanya Tuan Albert datang ke bangsal kelas tiga dan berbicara akrab dengan seseorang lho.”
“Dengar-dengar sih, CEO kita yang baru dirawat di sana.”
“Ah, masa iya? Katanya CEO kita itu orangnya arogan dan sombong. Mana mau dia dirawat di bangsal kelas tiga yang kumuh. Lagipula dia ‘kan pemilik rumah sakit ini, ngapain dia susah payah dirawat di kamar kelas rendahan.”
“Iya juga, ya?”
Suara bisik-bisik gosip itu terdengar di telinga Rachel yang sedang sibuk membaca laporan observasi kesehatan Daniel yang sedang ia tangani saat ini.
Sejujurnya ia tipikal dokter yang tidak pernah mau tahu urusan manajemen rumah sakit dan gosip yang beredar di kalangan pekerja. Tapi seorang perawat justru mengajaknya mengobrol sehingga ia terpaksa mengomentari gosip tersebut.
“Iya, ‘kan dokter Rachel?”
“Eh, apa?” Rachel yang sedang tadi memang tidak mendengarkan percakapan mereka bingung bagaimana harus merespon.
“Dengar-dengar, pasien yang mengobrol dengan Tuan Albert adalah pasien Dokter Rachel yang dirawat di bangsal nomor tiga. Mereka terdengar akrab sekali?” Salah seorang perawat dengan senang hati menjelaskan isi percakapan mereka pada Rachel yang memang tidak tertarik mendengarnya.
“Oh itu, Tuan Albert hanya tersasar.” Rachel yang kebetulan mengetahui kondisinya berusaha meluruskan kesalah-pahaman mereka.
“Ah, masa iya? Seorang yang sehebat Tuan Albert mau mengunjungi bangsal kelas tiga kalau bukan karena CEO itu berada di sana.” Perawat lainnya menimpali, kecurigaan mereka semakin menjadi-jadi.
“Iya, lho. Menurut gosip yang beredar CEO kita menghilang lho,” timpal perawat lainnya yang ikut nimbrung acara gosip mereka.
“Iya-kah? CEO kita yang baru? Pengganti Tuan Edyson?” Perawat lainnya kembali berseru membuat pergosipan mereka semakin memanas.
Rachel yang memang tak tertarik mendengar gosip, terpaksa mengaktifkan telinganya, mencuri dengar informasi yang baru ia ketahui.
Terus terang, sosok CEO baru Rumah Sakit Edyson amatlah misterius. Tidak ada satupun dokter maupun pekerja di rumah sakit ini pernah bertemu dengannya. Bahkan namanya pun masih dirahasiakan
“Ngomong-ngomong, pasien yang seperti mumi itu bukannya namanya Daniel?”
“Iya, memangnya ada apa?”
“Dia sangat mencurigakan. Atau jangan-jangan dia CEO yang menyamar,” celetuk perawat lainnya yang membuat Rachel menggelengkan kepala, tak habis pikir.
“Waktu datang ke IGD, wajahnya babak belur, tapi keesokan harinya saat lukanya telah dibersihkan, aku baru sadar kalau dia sangat tampan. Tubuhnya juga atletis. Sempurna. Bisa kubayangkan dia saat sembuh nanti, dia pasti sangat memesona.”
“Oh ya?” seru perawat lainnya, nyaris tak percaya.
“Tapi kenapa Dokter Rachel membalut tubuhnya seperti mumi sih?” gerutu perawat yang memuji Daniel sebelumnya.
“Pasien yang kurawat itu adalah suamiku. Dia bukan CEO yang kalian maksud!” ungkap Rachel gemas karena mereka terus menerus menggosipkan Daniel. “Aku menutupi tubuhnya karena kau terus menerus menggerayanginya,” gumam Rachel terus terang.
“Apa?” Semua perawat ternganga mendengarnya.
“Dokter Rachel, apa benar yang kau bilang?” Sulit bagi mereka mempercayainya.
Rachel membeku, menyadari kesalahannya. Ia membungkam mulutnya seketika saat melihat tatapan penuh selidikyang ditujukan khusus untuknya.
“Kau sudah menikah, tapi kau terang-terangan mengejar Dokter Richard.” Beberapa pasang mata kini menatapnya curiga.
“Itu ‘kan sebelum aku menikah.”
“Jangan bilang kau baru menikah, Dokter?”
Rachel bingung bagaimana ia harus melanjutkan kebohongannya. Karena ia belum menikah dengan Daniel. Statusnya masih single saat ini.
“Tapi kok kamu tidak memakai cincin nikahmu, Dokter?”
“Cincin nikah?” Rachel tidak tahu kalau cincin pernikahan merupakan bukti seseorang sudah menikah. “Aku tidak pernah memakainya,” ujarnya sambil tertawa singkat.
“Ah, jangan bilang kalau dokter Rachel mengaku menikah karena habis ditolak oleh dokter Richard,” celetuk perawat lain yang terkenal sebagai biang gosip.
“Itu urusanku. Mengapa kalian begitu ingin tahu urusanku, sih?”
“Nggak kok. Kami cuma penasaran aja kok bisa segampang itu Dokter Rachel menikah dengan orang lain sedangkan kemarin kami baru saja mendengar gosip kalau Dokter baru saja ditolak mentah-mentah oleh dokter Richard.”
Rachel terdiam. Rasanya ingin sekali ia menjahit mulut pedas kedua perawat itu dengan jarum jahit operasi sesar agar tertutup rapat dan berhenti bergosip seperti yang biasa mereka lakukan bahkan di sela-sela kesibukan mereka bekerja membuat laporan medis pasien.
“Dokter mau ke mana?” tanya seorang perawat saat melihat Rachel berdiri dan hendak pergi.
“Toilet,” jawab Rachel tanpa menoleh sedikit pun ke arah mereka. ‘Aku ingin muntah melihat wajah kalian yang memuakkan!’ gumam Rachel melanjutkan dalam hati.
***
Setelah mencuci tangannya, bukannya kembali ke ruang kerjanya, Rachel justru mendatangi bangsal kelas tiga tempat Daniel di rawat di sana.
“Bagaimana kondisimu?”
“Seperti yang kau lihat aku baik-baik saja, tapi kenapa kau membungkusku seperti ini, hah?” gerutu Daniel yang mulai tak betah karena kain kasa itu terasa gatal di kulit. Lagipula, lukanya tidak separah itu hingga harus dibebat seperti mumi yang baru saja dibalsam dan siap dimasukkan ke dalam sarkofagus.
Rachel memang sengaja membungkus Daniel dengan banyak alasan. Salah satunya ia ingin menghindari pelecehan para perawat genit yang ingin menyentuh tubuh sempurnanya. Kedua, ia kesal karena Daniel pergi tanpa memberitahunya dan membuatnya khawatir setengah mati.
“Kau tenang saja, sebelum keluar dari rumah sakit aku akan membuka semua perban itu.”
“Kapan aku keluar?” tanya Daniel mulai tak sabar.
“Secepatnya. Paling lambat besok pagi kau sudah bisa pulang.”
“Syukurlah kalau begitu.” Akhirnya Daniel bisa bernapas lega. Karena penderitaannya akan berakhir besok.
“Kau nggak perlu cemas, aku sudah mengancam ayahku agar tidak berani melakukan itu lagi padamu.”
“Kau tahu pelakunya?”
“Tentu saja, aku bukan wanita bodoh. Aku yakin pasti ayahku dalang di balik pengeroyokan dirimu.”
“Padahal aku sengaja menyembunyikannya darimu.”
“Kenapa?”
“Aku tak mau membuatmu khawatir,” jawab Daniel sedikit mengkhawatirkan Rachel jika ia tahu dalang di balik pengeroyokan dirinya.
Rachel tertawa miris, “Aku kenal betul siapa ayahku. Untuk sementara ini mungkin dia akan diam sambil memantau situasi, karena itu secepatnya kita menikah hingga ia menyerah dan membatalkan rencananya menikahkanku dengan pria tua itu.“
“Kau tenang saja, Daniel. Selama menjadi suamiku, kau akan dalam perlindunganku.” Daniel ingin sekali menertawai kepercayaan diri wanita angkuh itu. Sejak kapan posisinya menjadi lebih otoriter dibandingkan dirinya. Kita lihat saja, siapa yang lebih berkuasa pada akhirnya. Daniel belum ingin mengungkap identitasnya saat ini.
‘Belum saatnya,’ pikir Daniel.
***