chapter5

1033 Words
Jam tujuh pagi Adara dan Daniela sudah bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Daniela memaksa Adara untuk makan sesuatu, tapi temannya itu tetap tidak mau makan. Dia juga tidak tidur semalaman dan terlihat sangat pucat. Adara juga tidak mengatakan apa pun sejak semalam. Dia seakan mimpi sesuatu yang sangat buruk. Karena dia terlihat tidak baik-baik saja sejak mimpi buruk itu. Setelah memaksa Adara untuk makan outmeal, walau hanya beberapa suap. Setelah itu mereka pun bersiap untuk pergi ke rumah sakit.   Selama perjalanan Adara merasa sangat gugup. Dia benar-benar takut dan mimpi itu masih terus menghantuinya. Adara sudah berulang kali menarik napas dan menghelanya. Tapi tetap saja dadanya terasa gugup dan takut. Adara meremas tangannya dan merasa kalau ini salah. Tapi dia sendiri tidak menemukan jalan lain. Tidak ada yang bisa membantunya, tapi mimpi yang ia alami semalam sangatlah mengerikan. Bayi itu terlihat sangat nyata, darah yang banjir keluar dan pisau yang sakan menusuk tepat di jantungnya. Mengingat itu membuat Adara merasa mual. Dia menepuk bahu Daniela untuk menghentikan mobilnya. Setelah mobil berhenti, Adara membuka pintu dan memuntahkan isi perutnya. Tubuhnya terasa sangat lemas dan tidak bertenaga. Dia kembali duduk di jok mobil dan menyandarkan kepalanya. Sementara Daniela sudah keluar dan membeli air mineral di tukang kaki lima.             “Minum dulu,” ucap Daniela. Adara pun mengambil air dari tangan sahabatnya dan meminumnya. Sedikit lebih baik, tapi tidak mengurangi rasa takut dan gugupnya.             “La, gue gak bisa. Gue gak bisa ngebunuh bayi gue,” kata Adara.             “Dar, percaya sama gue. Semuanya gak semenakutkan yang lo bayangin. Semuanya akan cepat selesai dan lo bisa lanjutin hidup lo,” balas Daniela, berusaha untuk meyakinkan sahabatnya itu.             “Gimana gue bisa lanjutin hidup gue, kalau gue bakal dihantuin rasa bersalah,” saut Adara. Daniela pun terdiam dan menatap sahabatnya.             “Yaudah, kita akan ketemu sama tante gue dulu. Dan kita akan bicarain sama dia, oke?” tanya Daniela. Adara pun menganggukkan kepalanya dan berharap tante Tanya tidak menyuruhnya untuk menggugurkan bayinya.   Perjalanan pun kembali lanjut dengan keadaan Adara yang tidak stabil. Adara masih terlihat cemas. Membuat Daniela semakin penasaran dengan mimpi yang temannya ini alami semalam. Dia yakin keraguan, ketakutan dan kecemasan yang dialami Adara saat ini ada sangkut pautnya dengan mimpi semalam. Daniela pun masih tidak bertanya apa pun dan melajukan mobilnya. Dia akan menyetujui apa pun pilihan sahabatnya ini.   ****   Sesampai di rumah sakit, Daniela dan Adara masih harus mengantre. Dan selama mengantre, Daniela memberikan s**u pada Adara dan biskuit. Wajah sahabatnya itu sudah seperti tembok rumah sakit, putih pucat. Sesekali ia juga menjatuhkan barang-barang dan tangannya yang terlihat sangat gugup. Sampai Daniela mengambil tas Adara dan memangkunya. Sahabatnya itu hanya memegang botol s**u kemasan yang Daniela berikan. Itu pun tangannya terlihat sangat gemetar. Beberapa saat kemudian nama Adara pun dipanggil dan mereka langsung masuk ke dalam ruang dokter. Tante Tanya memakai atasan blouse berwarna cream dan celana hitam. Dibalut dengan jaket dokter berwarna putih. Saat mereka masuk seorang suster langsung menensi tekanan darah Adara dan menimbangnya. Setelah itu Adara pun duduk berhadapan dengan tante Tanya.             “Hai Adara, tante sudah dengar dari Daniela tadi malam. Tapi sebelumnya, tante ingin tanya ke kamu, apa kamu yakin untuk...”             “Gak! Aku gak mau menggugurkannya,” elak Adara. Tante Tanya pun menghela napas lega.             “Syukurlah kalau kamu tidak ingin melakukannya. Sekarang katakan pada tante, apa yang kamu rasakan,” ucap tante Tanya.             “Aku merasa pusing, mual dan sulit untuk makan. Dan perasaanku yang sangat kacau,” jelas Adara. Tante Tanya menganggukkan kepala dan mencatat semua keluhan Adara. Setelah tante Tanya menulis semua keluhan Adara, lalu ia membawa Adara ke brankar. Adara rebah dan memperhatikan tante yang mengolesi sesuatu ke perutnya. Dan menempelkan alat usg di perutnya. Tante Tanya memperhatikan foto yang tidak Adara mengerti. Daniela pun yang berdiri di dekatnya tidak mengetahui apa pun.             “Kandunganmu sehat, kurang lebih dia berusia lima atau enam minggu,” ucap tante Tanya. Dia  pun mendengarkan detak jantungnya pada Adara dan entah mengapa tiba-tiba saja dia menangis saat mendengar degup jantung itu. Degup jantung yang sangat kuat. Berbeda dengan bayi yang semalam ada dimimpinya. Jantung bayi itu tidak berdetak dan berlumuran darah. Usai memeriksa bayi, tante Tanya kembali membawa Adara ke meja dokter dan memberikan beberapa vitamin dan obat mual.             “Dengar Adara, ini pasti akan sangat sulit untuk kamu. Tapi coba untuk mengontrol emosi kamu. Karena walau pun kondisi bayi sehat, tapi jika kondisi kamu buruk itu akan sangat berpengaruh. Kamu harus tetap makan makanan bergizi, memenuhi protein dan juga karbo harian kamu. Jangan terlalu memikirkan hal yang berat, karena itu akan membebani kepala kamu, mengerti?” jelas tante Tanya. Adara pun menganggukkan kepalanya.             “Dan satu lagi, kamu harus mengatakan ini kepada kedua orang tua kamu. Bagaimana pun reaksi mereka, itu adalah kesalahan kamu dan kamu harus menerimanya. Tapi setidaknya kamu lega dan tidak memiliki beban apa pun,” tambah tante Tanya. Adara pun menunduk dan menganggukkan kepala tanpa melihat tante Tanya. Itu adalah hal yang sangat sulit untuk Adara. Tanpa adanya bayi di dalam kandungannya saja, ia sudah menjadi perbandingan adiknya. Bagaimana jika mereka tahu tentang bayinya? Sudah pasti mereka akan semakin leluasa untuk membandingkan dirinya dengan Debby. Adara pun menatap tante Tanya dan tersenyum tipis. Dia memang harus mengatakan pada mereka, tapi Adara tidak tahu kapan. Yang pasti tidak saat-saat ini, karena itu akan membuatnya stress. Mereka pun beranjak dan berpamitan dengan Dokter. Dengan ditemani tante Tanya, mereka pun berjalan ke depan pintu.             “Baiklah, datang setiap bulan. Dan jika ada yang ingin kamu tanyakan, kamu bisa hubungi tante. Daniela, berikan nomor tante pada Adara ya,” ucapnya lagi. Daniela pun mengangguk dan mereka pun keluar dari ruangan tante Tanya. Setelah mengambil obat Daniela langsung membawa Adara ke rumahnya agar ia bisa istirahat.   Sekarang ada satu hal lagi yang harus ia pikirkan. Kelanjutan kehidupannya dan bayinya. Kedua orangtuanya sudah pasti akan marah besar dan Adara harus segera pergi dari rumah. Tapi dia tidak memiliki tujuan dan juga pekerjaan. Adara sudah harus memikirkan pekerjaan agar ia bisa membiayai kehidupannya dan bayi di dalam kandungannya. Mungkin bayi ini adalah jalan untuknya menjadi lebih dewasa dan mandiri. Tangan Adara membelai perutnya dan merasakan detak jantung yang tadi ia dengar. Adara berharap anaknya akan bahagia bersamanya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD