PART. 7 PULANG KAMPUNG

881 Words
Kita berangkat, Fa." Zul berdiri di hadapan Zulfa dengan pakaian rapi. Kemeja biru muda, jeans biru tua, jaket hitam, plus sneaker hitam. Zulfa mendongakan wajahnya, perlahan ia berdiri dari duduknya. "Terimakasih karena Bapak mau mengantar saya ke terminal." Zul tidak menjawab, ia hanya tersenyum tipis saja, lalu ia melangkah mendahului Zulfa. "Buka pintu garasinya, Fa." Mereka ke luar lewat pintu yang menuju garasi, Zul masuk ke dalam mobil, sementara Zulfa membuka pintu garasi. "Kunci pintu tengah dan pintu garasinya, Fa." "Baik Pak," Zulfa mengunci pintu yang menuju ke dalam rumah, lalu mengunci pintu garasi juga. Setelah beres, ia berdiri bingung di sisi mobil. "Ada apa lagi, ada yang ketinggalan?" tanya Zul yang merasa heran dengan sikap Zulfa. "Saya duduk di belakang atau di depan, Pak?" Zul menarik napas pelan, lalu dibukanya pintu depan. "Masuklah," ucapnya lembut. Zulfa menganggukan kepala, lalu masuk dan duduk di samping Zul. "Pasang sabukmu," pinta Zul sebelum menyalakan mesin mobil. Zulfa memasang safety beltnya, Zul menyalakan mesin mobil, lalu menjalankan mobil dengan santai saja. "Pak, ini bukan jalan ke terminal!" seru Zulfa saat menyadari arah jalan yang mereka lewati. "Saya tidak mungkin membiarkan kamu naik bis sendirian di malam hari begini, Fa. Saya juga punya anak perempuan, saya tahu sangat tidak aman bagi seorang wanita, apa lagi masih gadis semuda kamu, untuk bepergian jauh sendirian." Ucap Zul tanpa mengalihkan fokusnya dari jalan di depan. Zulfa menolehkan kepala, rasa haru tiba-tiba saja menyusup di dalam relung hatinya. Ia jadi teringat ayahnya yang sudah tidak ada. "Terimakasih, Pak. Bapak ternyata baik sekali. Tapi apa Bapak kuat menyetir lama, apa lagi malam hari begini?" "Kenapa? Apa kamu kira saya sudah sangat renta, Fa? Saya masih kuat tentu saja. Lihatlah, supir-supir bis itu bahkan ada yang lebih tua dari saya." "Tapi itukan memang sudah jadi pekerjaan mereka, Pak. Sedang, Bapak?" "Kenapa, kamu takut ...." "Enghh tidak, tidak." "Sebaiknya kamu tidur saja, Fa. Pasti kamu sudah mengantuk." "Mana boleh saya tidur, saat boss saya menyetir," sahut Zulfa. "Tidak apa-apa, kamu tidurlah kalau mengantuk." "Saya akan ajak Bapak ngobrol, biar Bapak tidak mengantuk." "Saya lebih suka menyetir tanpa bicara, Fa." "Ooh begitu ya, saya diam saja kalau begitu." Zulfa mengatupkan bibirnya, ia tidak bersuara lagi. Diambil ponselnya, ia memilih untuk melanjutkan membaca n****+ yang baru ditemukannya di aplikasi w*****d. Judulnya Kawin Paksa, Zulfa tersenyum-senyum membacanya. Ia mengetik komentar untuk cerita itu. 'mau juga dong seperti Adys, digerebek, terus dikawin paksa, ahaayy' Zulfa kembali tersenyum membaca komentarnya sendiri, diliriknya Zul yang sangat fokus pada jalan. Jalan menuju kampung Zulfa tidak terlalu asing bagi Zul. Ia pernah melewatinya beberapa kali. Tapi itu memang sudah lama sekali. Perjalanan mereka cukup lancar, Zulfa akhirnya tertidur juga, hujan turun dengan sangat deras. Zul membangunkan Zulfa saat tiba di rumah sakit, Zulfa memang sudah menyebutkan rumah sakit di mana ibunya di rawat, dan tidak sulit bagi Zul untuk menemukan rumah sakit itu. "Fa, kita sudah sampai." Zul menggoyangkan lengan Zulfa yang tertidur. Zulfa menggeliat pelan, lalu membuka matanya, diusap kedua mata, dan juga kedua sudut bibirnya. "Sudah sampai, jam berapa, Pak?" Zul melihat jam di pergelangan tangannya. "Jam 11.15" "Bapak harus istirahat dulu, jangan langsung pulang." "Saya tahu, saya akan di sini, sampai saya yakin kalau kamu tidak lagi membutuhkan bantuan saya" "Terimakasih, Pak. Sebaiknya kita masuk ke dalam." "Iya." Zulfa lebih dulu menelpon adiknya, untuk mengabarkan kedatangan mereka. Zulaikha yang menjemput mereka di lobi rumah sakit. Zul dan Zulfa masuk ke dalam rumah sakit, meski jam besuk sudah berakhir, tapi mereka diijinkan masuk karena keluarga korban kecelakaan. Saat Zulfa tiba di ruang perawatan, ibu dan adik bungsunya sudah tertidur. Adik Zulfa mengatakan, kalau menurut dokter, besok ibunya sudah boleh pulang. Karena tidak ada luka yang membahayakan. Hanya lecet dan luka kecil saja. Ibu mereka pingsan karena kaget saja. Zulfa menemui Zul yang menunggu di luar. "Pak," panggil Zulfa. "Ya, bagaimana keadaan ibumu?" Zul bangkit dari duduknya. "Alhamdulillah, ibu hanya luka kecil dan lecet saja, Pak. Besok kata dokter sudah boleh pulang. Adik saya hanya terlalu panik saja, maaf ya Pak jadi merepotkan." "Tidak apa-apa, ehmm kamu tidak apa kalau saya tinggal?" "Bapak ingin pulang sekarang? Hujannya sangat deras, Pak. Bapak juga pasti sangat lelah," Zulfa menatap Zul dengan rasa cemas. "Tadi saya melihat ada penginapan tidak jauh dari sini. Saya akan menginap di sana, besok pagi saya jemput kamu. Biar saya yang mengantarkan kalian pulang ke rumah." "Ooh, sebaiknya Bapak memang istirahat, tapi Bapak tidak membawa pakaian ganti." "Di mobil ada pakaian saya" "Ooh, terimakasih banyak, Pak." "Saya pergi dulu, Fa. Kalau ada sesuatu telpon saja saya." "Iya, Pak. Terimakasih banyak" "Assalamuallaikum" "Walaikum salam" Zulfa menatap Zul yang melangkah meninggalkannya, terdengar suara bersin Zul beberapa kali. Tampaknya cuaca dingin, dan terkena tetesan air hujan saat ke luar dari mobil menuju lobi rumah sakit membuat Zul terserang flu. 'Boss, baru kena gerimis, sudah flu. Faktor U, tidak bisa dibohongi. Tapi, boss tua ternyata baik sekali. Mau mengantarkan aku sampai di sini, mungkin beliau merasa bertanggung jawab, karena aku bekerja di rumah beliau.' Zul sendiri berjalan sambil melipat tangannya di depan d**a. Ia mulai merasakan tubuhnya yang terasa kurang enak, ia sadar, kalau itu karena pengaruh cuaca yang dingin, dan karena terkena air hujan. Cepat ia menuju mobilnya, lalu ke luar dari tempat parkir rumah sakit, tujuannya penginapan yang tidak jauh dari rumah sakit. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD