Partner In Crime

1229 Words
Rezvan yakin sekali jika Andin bisa membantu dirinya untuk memecahkan kasus itu, karena Andin memang memiliki track record yang bagus dalam peliputan berita kritis. Menurut Rezvan, ini adalah panggilan alam untuk meraih hak kakaknya sebagai penyintas.  "Aku harus berhasil membongkar kebusukan Pak Taufan! Tak akan aku biarkan dia bersenang-senang diatas penderitaan orang lain. Aku yakin, masih banyak korbannya yang masih bungkam. Dan tugasku, harus mengumpulkan mereka agar bisa membantu," ujar Rezvan dalam hatinya sambil menunggu Andin di depan gerbang kampus.      "Kak Rez! Hai!" Andin menepuk pundak Rezvan.  "Hei Andin, udah selesai ya kelasnya? Gimana kuliahnya? Menyenangkan, kah?" Tanya Rezvan yang menegakan motornya kemudian mencolokan kunci untuk dinyalakan.  "Lumayan, oh ya tadi aku baru saja daftar pers mahasiswa yang Kak Rezvan sarankan dulu," jawab Andin.  Rezvan senang Andin benar-benar melanjutkan skill-nya di bidang jurnalistik, "kamu fix ikut pers mahasiswa Basic? Keren! Oh ya, aku mau cerita sama kamu dong, sekarang kita nongkrong bentar, gimana?" Kata Rezvan.  Andin berpikir, hari ini ia ada janji kerja kelompok dengan Prabu untuk membahas soal-soal praktikum. "Emmm... em... tapi," tak bisa bohong, raut wajah Andin menunjukan rasa tidak enak jika menolaknya. "I.. iya deh," tegas Andin. Dan setelah ini, dia harus mengabarkan Prabu kalau kerja kelompoknya diundur atau dibatalkan saja.  Andin naik ke atas motor Rezvan dan kedua tangannya memegang jaket Rezvan di bagian pinggang.  Tin.. tin.. tin.... "Andin! Andin!" Seorang laki-laki bermotor datang dari arah depan dan menghalangi jalan Rezvan. "Kamu kan sudah janji sama aku buat kerja kelompok. Jadi kan? Kok gak bareng aku sih?" Ujar laki-laki berambut ikal dan berkumis tipis itu yang bernama Prabu.  Prabu memperhatikan perawakan Rezvan yang tinggi menjulang dan kurus krempeng itu. "Ini siapa kamu, Din?" Tanya Prabu yang tidak biasa melihat Andin dengan laki-laki. Bahkan, diajak ngobrol dengan teman sekelas laki-laki saja Andin menghindar.  "Ini Kak Rezvan, mahasiswa Akuntansi," Andin memperkenalkan secara singkat. "Hmm maaf ya Prabu, tiba-tiba saja Kak Rezvan mau nongkrong denganku dulu--"  "Iya, ada hal yang penting yang harus dibicarakan antara aku dan Andin. Dan jika ini terlambat, akan berdampak buruk bagi kita semua!" Lucunya, Rezvan malah melawak dan sengaja menghiperbolakan itu. Andin yang pro dengan Rezvan, segera menguatkan pernyataan itu. "Iya, Prab! Ini gak bisa ditinggalkan hanya dengan waktu sedetik. Urgent banget lah! Nanti kerja kelompok kita besok aja, gimana?" Andin menawarkan untuk mengubah jadwal.  Wajah Prabu berubah menjadi masam, kedua matanya bersorot sinis ke arah Rezvan. Prabu kesal sekali, gara-gara Rezvan lah janjiannya bersama Andin terundur begitu saja. Padahal, Prabu sudah membuat janji seminggu yang lalu. Bahkan, sebelumnya juga Andin selalu mengundut waktu jika diajak hangout.  "Gak apa-apa ya, Prabu?" Andin menatap mata Prabu dan melengkungkan senyum yang nyaris membuat Prabu pingsan.  "Hmm.. tapi kalau besok gak diundur lagi, kan?" Prabu merasa kecewa sudah beberapa kali Andin mengundur jadwalnya untuk belajar kelompok. “Hmmmm, kalau aku ingat, wle!” Andin menjulurkan lidahnya dan menepuk-nepuk punggung Rezvan sebagai isyarat untuk melaju cepat. Ngenggggg…. Ngengggggg….. Prabu yang sudah membelikan dua bungkus cilok jontor beserta es tong-tong itu merasa kesal. “Mana cilok jontor sama es tong-tongnya ini ngutang sama buleknya lagi! Sia-sia deh ah!” gerutu Prabu sambil menghentak-hentakan kakinya. Niat berduaan dengan gadis yang dikaguminya, malah di-sleding sama kakak tingkat yang ketampanannya tak seberapa. “Ish! Andin jahat banget ya bikin aku mengharap terus..” lidah Prabu yang tadinya ingin menyantap pedasnya cilok jontor, tiba-tiba sudah kenyang. Prabu pun sengaja meninggalkan cilok jontor dan es tong-tongnya yang belum termakan itu di samping gerbang. *** Andin dan Rezvan sudah sampai di tempat tujuan mereka, kafe yang bernuansa cokelat itu. Andin menatap pintu kafe yang tertulis, “Pertama kali dibuka dengan penuh kasih sayang” ia tersenyum dan tak sengaja melirik ke arah Rezvan. Sayangnya, tatapan itu dibalas balik oleh Rezvan dan membuat Andin salah tingkah. “Kenapa, Din?” tanya Rezvan dan mengangkat satu alisnya. “Eh.. Kak.. Gak apa-apa kok! Hehehe,” jawab Andin sambil menunduk untuk menyembunyikan pipinya yang merona. “Lah, kenapa lihatin aku sambil senyum-senyum gitu?” kali ini pertanyaan Rezvan membuat Andin tak berkutik. “Hah? Masa sih?!” Andin menggaruk-garuk rambutnya yang tak gatal itu, “Kak Rezvan kepedean banget sih ya, aku gak ada ngelihatin kakak!” Andin harus bersikap jual mahal. “Ah masa?” Rezvan menyipitkan kedua matanya. “Sudahlah Kak, jangan buang-buang waktu dong! Ayo nongkrong dan kita bahas hal yang berguna!” Andin nyelonong masuk ke dalam mendahului Rezvan. Kedua tangannya diletakan di samping pinggangnya dan wajahnya menengadah. “Dasar songong amat nih cewek, sok-sok gak ngelihatin aku. Padahal, sudah ketangkap basah tuh!” batin Rezvan menyeringai menatap Andin dari belakang. Andin memasuki kafe yang katanya pertama kali untuk mengadopsi tema kopi. Ditatapnya di bagian dinding penuh sekali lukisan kopi dari jaman prasejarah hingga modern. Bagaimana kopi pertama kali ditemukan? Bagaimana kopi pertama kali diramu? Dan bagaimana perkembangan kopi di dunia? Semuanya dipajang rapi di setiap dinding kafe. Andin mendekati satu lukisan. Lukisan itu memotret sebuah kebun kopi luas dan dipenuhi perempuan-perempuan yang memikul tampah.  “Jadi ingat kopi Gayo yang pernah diceritakan Almarhum Papa,” Andin melengkungkan senyumnya. “Semua perempuan ini sedang memetik biji kopi dengan bahagia, dan tak lupa menyanyikan lagu dalam Bahasa Gayo… sungguh menyenangkan,” Andin meraba-raba tulisan itu dan mengingat betul-betul cerita lainnya tentang kopi gayo. “Kopi Gayo ini komoditi ekspor untuk kopi yang paling besar di dunia. Bahkan, bisa mengalahkan kopi-kopi lokal Jamaica dan Brazil. Jadi, wajar saja jika mereka memetik kopi dengan wajah gembira, kan mereka berhasil memperkenalkan kopi Gayo ke kancah Internasional,” jelas Rezvan yang sudah berada di belakang Andin tanpa disadari Andin. Badan Andin yang semula menghadap ke lukisan, kini berbalik tepat di hadapan Rezvan. “Kak Rezvan tau sejarah lengkap kopi Gayo?” tanya Andin yang tak menyangka Rezvan melanjutkan obrolan tentang kopi Gayo. “Gak lengkap-lengkap sekali sih, hanya tau dasarnya saja. Lagian, aku bukan pengamat kopi ehehe,” Rezvan mengambil tempat duduk yang berada di sampingnya. Dilipatnya kedua tangannya dan mulai berbicara, “Kopi Gayo ditemukan di abad ke tujuh belas ketika Belanda menjajah Indonesia. Awalnya mereka membuka lahan kopi di wilayah Jawa hingga diluaskan ke Sumatera, dan tak terkecuali di Nanggroe Aceh Darussalam,” Andin enggan ketinggalan secercah informasi dari Rezvan, ia ikutan duduk di depan Rezvan. Andin menatap kedua mata Rezvan dan mulai memperhatikan lagi. “Pada saat itu, kopi menjadi alat dagang yang sangat menguntungkan untuk Belanda. Sayangnya keuntungan itu tidak merata untuk warga Indonesia. Sehingga, banyak sekali petani kopi yang penuh kegetiran,” lanjut Rezvan. “Iya, dan ternyata warga Aceh tidak sama sekali menikmati kekayaan hasil kopinya, padahal kan kopi itu ditanam di negaranya sendiri,” balas Andin. “Ya, begitulah zaman penjajah. Warga Indonesia tuh b***k sebenar-benarnya b***k. Kasihan sekali,” kata Rezvan. Andin mengangguk. “Kak, kapan-kapan main ke Aceh yuk! Kita petik kopi langsung, gitu,” ajak Rezvan yang membuat Andin terbelalak kaget. “Hah?! Yang benar kamu? Aku gak ada uang keles buat ke sana, haha,” balas Rezvan. “Kita naik capung!” rupanya Andin melawak. “Ah kalau gitu biar kamu saja lah, aku nunggu di sini aja. Nanti ada berita manusia naik capung hingga Aceh. Wow! Nomor tiga sangat mengagetkan!” Rezvan tak kalah hebatnya membalas pernyataan Andin dengan lawakan. “Ih Kak Rezvan kok ikutan ngelawak sih?!” Andin tertawa sambil menepuk punggung tangan Rezvan yang tergeletak di atas meja. Hingga tidak disadari Andin bahwa tangan Rezvan mulai memar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD