2. Arab Jambul Dan Seribu Hadistnya
Dering jam weker yang nyaring terdengar di atas nakas seperti membawa tidur seorang Prilly Lovita. Jam sudah menunjuk ke angka tujuh lebih seperempat menit tapi Prilly malah makin asyik bergelung dengan nyamannya di bawah bad cover tebalnya.
"Prillyyyyy, woy bangun lo !! nggak kuliah apa? Jam tujuh lebih woey." suara teriakan Indira dan guncangan di bahunya seakan malah seperti nyanyian yang menina-bobokan Prilly. "Astagaaa..mesti pake cara tambahan neh bangunin si kebo cantik satu ini." Dira mendengus putus asa, teriakan dan guncangan tak mempan menyadarkan Prilly dari tidurnya. Dira gelas berisi air yang tinggal setengahnya di samping jam weker. Tak mau menunggu lama lagi Indira mulai memercikkan sedikit air dari dalam gelas ke arah wajah Prilly agar gadis itu cepat bangun.
"Hm, ujan ya? Bagus deh gue mau lanjutin tidur aja," ucap Prilly masih dengan mata terpejam. "Ujan mbahmu! Buruan banguuuuuuun !! Atau gue tinggal, dua puluh menit lagi dimulai kelas Prill dan masih asyik tidur, Dosen hari ini pak Boni lho ya, lo tau sendirikan seperti apa itu dosen satu demi satu yang mau tahu sudahwana telat."
Informasi tentang siapa yang menjadi dosen pagi ini dari Indira lebih dari manjur untuk membangunkan Prilly. Buktinya begitu mendengar jika Pak Boni yang mengajar pagi ini Prilly langsung beranjak bangun dan melesat ke kamar mandi. Tapi tidak sampai dua menit. Prilly sudah keluar lagi.
"Cepet amat Prill?" tanya Dira yang kini tengah duduk menunggu Prilly.
"Iya, mana sempat kalau gue mandi." mata Dira melotot mendengar penuturan sahabatnya itu. "Lo nggak mandi Prill? Jorok banget sih! Astagaa, kayak gitu kog ada aja sih cowo yang mau deket-deket lo." cerca Dira dengan wajah jijik yang dibuat-buat.
"Bawel ih, udah kayak si Arab jambul aja lo Ra! Jangan salah lo, biarpun nggak mandi tujuh hari tujuh malam tetep aja orang cantik mah nggak kelihatan dekilnya." sahut Prilly menyombongkan diri.
"Dasar jorok lo! Si Ali kog mau-maunya sih temenan sama cewe jorok kayak lo Prill." cerca Indira dengan muka herannya.
"Eiits jangan salah lo, arab jambul mah udah gua kontrak akan jadi sohib gue dunia akhirat. Nggak ada yang bisa negosiasi gugat itu."
Prilly jadi teringat dengan arab jambul kesayangannya itu. Dipanggil arab jambul ya karena Ali memang kloningan alias milik arab, sedangkan jambul, itu karena Ali suka sekali membuat rambutnya dengan mohawk yang dijambul bagian yang dibuat. Dan tentu saja hanya Prilly yang berani disetujui dengan sebutan itu.
memang sejak Prilly gagal masuk geng si jalang dia malah jadi lebih dekat dengan Ali malah bersahabat sampai sekarang. Apalagi Prilly puas puas sekali saat melihat wajah raut Renata yang dilihat kini dekat dengan Ali. Prilly menganggap itu setimpal sebagai balas dendam karena sudah ditolak mentah-mentah di geng si jalang.
Setahun mereka dekat sebagai sahabat dan kini Ali sudah di semester lima dan Prilly masih di semester tiga jurusan akutansi bisnisnya. Jangan heran jika Ali sekarang sudah semester lima sementara dia seumuran dengan Prilly tapi Ali memang mengambil kelas akseleri saat di SMA dulu. Kalau kata Prilly, 'Tauh deh itu kepala isinya otak apa rumus-rumus, saking pintarnya itu si Ali.' katanya saat tahu ali itu sebenarnya seangkatan dengan prilly jika dilihat dari berumurnya.
"Iya deh terserah apa kata lo Prill, yang pasti akan pergi duluan deh, dari gue telat trus diusir dari kelas, yang ada nggak lulus-lulus nanti gue." Prilly baru ganti bajunya saat Indira sudah pindah pergi meninggalkannya. Biasanya sih Dira selalu sabar menunggu Prilly yang leletnya nauzubillah itu, tapi kali ini Indira benar-benar tidak ingin kembali di kelasnya pak Boni. Mau tidak mau dia pergi duluan pergi Prilly.
"Diraaaaaa !! Awas lo, dasar nggak setia kawan." umpatnya mendesah kesal, tapi percuma saja Dira sudah lenyap dari pandangannya.
Saat-saat seperti ini hanya satu nama yang terlintas di otak Prilly. Ali si arab jambul. Prilly segera mengeluarkan smarphone-nya dari dalam tas selempangnya. Mendial nomer dan menghubungi seseorang di sebarang sana untuk meminta menjemput dan mengantarnya ke kampus pagi ini.
"Kenapa Prill?" tanya Ali dari seberang.
"Ali yang baik hatiii, jemput gue dong! Udah telat neh. Ditinggalin lagi sama si si Dira resek!" rengek Prilly di telpon pada Ali.
"Kesiangan lagi? Kan sudah dibilangin sebelum bangun itu subuh, masa cewe bangunnya siang terus!"
"Aduh, ceramahnya nanti aja Li, udah telat banget neh. Buruaaaan!"
"Iya, tunggu sepuluh menit lagi nyampek. Assalamuallaikum." Ali menutup telponnya dengan salam.
Dan benar-benar tidak sampai lima belas menit. Ali dengan senyum manisnya sudah datang dengan motor kesayangannya di depan kost-an Prilly.
"Jambul lama banget sih? Buruan ayok, berangkat!" tanpa babibu Prilly langsung saja naik ke boncengan Ali.
"Astagfirullah, orang mah salam dulu kek, sapa dulu gitu. Jangan marah-marah, masih pagi Prill," ucap Ali lembut. "Tadi saja ditelpon ada maunya manggil Ali yang baik hati, sekarang udah balik aja jadi arab jambul lagi." protes Ali menoleh Prilly yang tengah sibuk memulas lipgloosnya di depan kaca spion motor. "Udah cantik, nggak usah terlalu cantik, sayang kalau banyak yang nikmat padahal cantik itu cuma boleh dinikmati sama muhrimnya nanti Prill," kata Ali lagi masih dengan nada lembutnya.
"Aduh, bapak ustazd Ali Maulana yang baik hati, perasaan acara islam itu indah udah selesei deh jam tujuh tadi, tapi ini kog bapak Alinya masih belum kelar ya ceramahnya." sindir Prilly dengan wajah merengut lagi-lagi harus menunggu ceramah Ali pagi ini.
Sementara Ali hanya tersenyum saja mendengar protesan Prilly. Ali hapal betul sifat Prilly yang pasti akan langsung menginstal muka cemberutnya jika di nasehati seperti itu. "Udah ah, jangan cemberut, yaudah ayo berangkat."
Jalanan sudah penuh sesak dengan berbagai kendaran dan aktivitas orang-orang yang berangkat bekerja. Terpaksa motor yang dikendarai Ali juga harus rela ikut berjuang di dalam kemacetan. "Aliii, nggak ada jalan lain apa? Ini gue udah telat bamget lho, udah nggak mungkin sempat Li, yang ada nyampe kampus kelas udah bubar!" Prilly sudah hampir menangis rasanya saat macet seperti ini. "Udah deh puter balik aja, nggak usah ke kampus, percuma juga kan." ucapnya lagi setengah berteriak di samping helm Ali.
Memutar balik motornya Ali membawa Prilly ke taman dan berhenti di sana. Memarkir motornya lalu duduk di salah satu kursi taman yang menghadap ke jalan. Sementara Prilly memgikutinya dari belakang tanpa sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Ali paham jika sudah diam seperti ini pasti gadis mungil itu sedang layak kesal.
"Udah dong, cemberut terus nanti ilang lho cantiknya." goda Ali saat melihat Prilly semakin mencebikkan bibirnya.
"Bodo! Kan lo sendiri tadi yang bilang kalau nggak boleh terlalu cantik. Nggak baik, cantiknya kalau orang yang belum muhrim." jawab Prilly membalikan kata-kata Ali tadi.
"Masih marah? Udah dong keselnya," mereka kini sama-sama duduk bersebelahan di bangku dan menerima lalu lalang orang yang lewat.
"Keseeel tau nggak! Sebel, masa gue kesiangan mulu setiap hari."
"Kenapa bisa kesiangan bangunnya? Emang begadang?" tanya Ali lembut.
"Jam tiga pagi." Prilly menjawab masih dengan wajah yang ditekuk.
"Ngapain aja jam segitu baru tidur?"
"Ngobrol ditelpon sama Rendy."
Ali mendengus mendengar jawaban Prilly. Sudah berungkali ia menerbitkan gadis di sebelahnya itu agar selesei sholat isya 'atau paling lambat jam sepuluh malam untuk cepat pergi tidur, tapi rupanya perkataan Ali dianggap seperti angin yang lalu oleh Prilly.
"Kan aku udah bilang, habis sholat isya 'langsung tidur biar ngga kesiangan, kamu juga subuh udah ditelponin ngga bangun-bangun."
"Yaudah sih gausah ngomel juga kaliii, bikin tambah bete aja!"
"Yaudah nggak diomelin, udah dong betenya. Tambah jelek tuh,"
"Aliiiiii! Gue sebeeeeel sama lo!"
Ali malah tertawa melihat tingka Prilly yang suka anak kecil itu. Lucu dan menggemaskan sekali jika sedang ngembek seperti ini.
"Inget Li, jangan terlalu terbawa perasaan sama Prilly, status kamu itu cuma sahabat. Tidak lebih, lagipula dia bukan tipe lo, takutnya nanti kalian akan sama-sama sakit jika nanti tidak sesuai dengan apa yang disukai orang. Inget prinsip lo tidak ada yang namanya cinta sebelum dia halal buat lo " Senyum di wajah Ali mendadak musnah ingat perkataan Hilmy sepupunya yang memang tau kedekatan Ali dengen Prilly. Semalam Ali terlihat sangat antusias sekali bercerita tentang Hilmy tentang Prilly. Jika Anda suka Prilly itu berbeda dari wanita yang pernah ditemuinya, Prilly itu gokil, Prilly itu tidak pernah jaim di mengerti, dan yang pasti Prilly itu bandel. Bandel tapi masih dalam batas yang wajar dan juga bandel tapi Prilly itu sebenarnya cengeng dan penyayang. Apalagi saking cengengnya masak baca n****+ saja sampai menghabiskan satu bungkus tisu saat itu. Ali jadi geli sendiri jika mengingatnya. "Terus aku harus ngapain biar kamu nggak sebel?" tanya Ali sesaat setelah fokusnya kembali ke gadis di sebelahnya yang sekarang tengah kesal.
"Traktir gue makan sekarang!"
"Kamu belum makan?"
"Duuh, arab jambul! Kalau gue udah makan nggak boleh minta traktir sama lo, kan gue tadi udah bilang kalau kesiangan!"
"Iya iya, yaudah ayo mana bisa menang sih lawan tukang palak."
Sahut Ali bercanda.
"Aliiii!"
"Becanda Love, kamu mau makan apa?"
"Jangan manggil Love, geli gue dengernya Li,"
"Memang kenapa? Kan nama kamu, Lovita."
"Iya tapi gue geli kalau lo yang manggilnya gitu."
"Iya, yaudah ayo." Prilly tersenyum lucu saat Ali menuruti keinginannya.
Sesaat Ali memperhatikan senyum Prilly, ingin menikmati pendaratan di kedua pipi gemuk gadis itu jika saja ia tak ingat dengan prinsipnya, senang berteman dengan Prilly tapi Ali selama ini selalu disesuaikan dan mendukung tidak bersentuhan langsung dengan Prilly.
Ali beranjak dari duduknya sementara Prilly sudah mendahului diambil.
'Prilly yang lugu tapi bandel, sedetik ngambek, tapi sedetik kemudian sudah kembali riang.' Gumam Ali dalam hati. Prilly yang ceplas-ceplos dan pasti akan mengatainya dengan jambul arab dengan seribu Hadistnya jika tidak sadar sedang menasehatinya.
#####