?????
Part 4
⚘⚘⚘⚘⚘
"Dinda sayang, udah jangan marah-marah lagi, ngapain ngurusin Sri, cuekin aja. Hidup Dinda kan jauh lebih sempurna dari pada dia, Dinda punya suami yang sayang, punya anak yang lucu, orang tua masih lengkap, Abang selalu mencukupi kebutuhan Dinda. Jadi nggak usah buang-buang waktu mikirin Sri," ujar Bang Ronal, menenangkanku di kamar.
"Aku risih ada pembantu macam Sri di rumah ini. Gayanya udah ngalahin majikannya. Abang tugasnya kerja nyari uang nyukupin kebutuhan keluarga, harusnya urusan pembantu Abang nggak usah ikut campur ngebelain dia. Biarin Dinda yang atur Sri. Kalau salah harus dimarah, kalau ngelawan harus dipecat. Aku nggak mau tau, pokoknya malam ini cariin pembantu dan babysitter baru. Sri suruh pulang besok pagi. Udah muak aku Bang, sama pembantu nggak tau diri macam Sri," Aku tak berhenti mengeluh kepada suamiku.
"Kasihan kalau dipecat begitu, sayang. Sri itu orang nggak punya, butuh uang buat bertahan hidup, kita benerin aja dia supaya pinter masak, rajin, nurut. Sekarang Abang mau carikan babysitter ya. Abang keluar dulu, maaf kalau pulangnya agak malam karena Abang harus nyari di beberapa tempat," ucapnya.
Bang Ronal segera berganti pakaian dan mengambil kunci mobil kemudian pergi keluar untuk mencari babysitter. Ia mengendarai mobil sendiri, karena Mang Narno supir pribadinya bekerja pulang pergi, datang setiap pagi dan sebelum magrib ia pulang.
Bang Ronal keluar pukul 18:30, aku memutuskan makan malam sendiri di kamar sambil mengawasi ke dua anakku. Ayah mertua selalu makan lebih dulu, tak menungguku.
Setelah makan, aku menonton film di kamar sambil menunggu suamiku. Pukul 19:30 aku teringat kalau tadi siang Ayah mertua meminta dibelikan balsam kemudian sudah kutitipkan pada Bang Ronal dan sudah di belikan. Aku segera mengambil balsamnya dan akan memberikan pada Ayah mertua. Aku bergegas menuju kamarnya dan mengetuk pintu berulang kali. Namun tak dijawab. Aku mencoba membuka sedikit dan mengintip ke dalam kamar tak ada orang. Segeralah mencari di semua ruang bahkan sampai diteras tapi tak juga ku temukan Ayah mertua.
Setelah itu aku menuju dapur dan ingin bertanya kepada Sri, saat akan mengetuk pintu, seketika telingaku terfokus pada suara dari dalam kamarnya yang membuat aku penasaran hingga tak jadi mengetuk pintu.
Aku langsung menguping, kudekatkan telinga ke arah pintu. Terdengar suara samar-samar seperti desahan dua orang bersahut-sahutan. Suaranya begitu pelan hingga menyulitkanku untuk mengenal suara siapa di dalam. Kakiku merasa gemetaran karena mendengar suara itu, apa lagi yang di lakukan Sri, aku penasaran pikiranku jadi macam-macam.
Suamiku kah itu? Atau Mang Narno...? Atau ...." Batinku bertanya-tanya. Rasanya tak mungkin kalau suamiku, karena ia keluar mencari babysitter, tadi aku memang tidak mengantarkannya saat keluar, tapi sekarang mobilnya juga tak ada. Berarti suamiku benar-benar sedang keluar.
Aku bergegas ke teras belakang untuk mengintip keadaan di dalam kamar Sri dari pentilasi belakang. Suara desahannya lebih jelas terdengar, karena ada beberapa pentilasi.
Aku mengambil tangga kemudian memanjatnya dengan hati-hati. Saat aku mengintip, terlihat dua pasang kaki menumpuk dan sekarang mulai terbaca apa yang dilakukan didalam, yang pasti mereka sedang melakukan kegiatan dewasa. Aku berusaha melihat bagian atas melihat wajahnya namun sama sekali tak bisa. Aku hanya melihat telapak kaki menumpuk itupun samar-samar.
Beberapa saat kemudian terlihat Sri berdiri tanpa memakai sehelai pakaian. Sepertinya kegiatan mereka sudah selesai. Aku masih penasaran ingin melihat wajah laki-laki yang menggauli Sri. Sedikitpun tak nampak, sepertinya laki-laki itu kelelahan dan istirahat sejenak tak merubah posisinya. Sri terlihat memakai pakaiannya. Aku harus buru-buru turun dari tangga, sebelum Sri keluar dari kamarnya.
Aku segera turun dan masuk ke dalam rumah. Aku baru ingat HP ku. Kenapa aku tak merekam kegiatan Sri barusan. Meskipun samar setidaknya lumayan ada bukti. Aku segera mengambil HP ku dan melangkah cepat menuju dapur. Aku menunggu Sri keluar dari kamarnya sambil pura-pura mengupas buah, sebelumnya aku sudah menghidupkan rekam vidio dari HPku kemudian aku pegang di dadaku dengan posisi terbalik sehingga tak akan ada yang curiga kalau aku sedang merekam.
Beberapa saat kemudian Sri membuka pintu dan terkejut melihat aku ada di dapur. Wajah Sri tampak berminyak mungkin karena mengeluarkan banyak peluh saat berkencan dengan laki-laki misterius tadi.
"Ibu, ngapain di dapur," tegur Sri gugup dan heran.
"Emang kamu nggak lihat, aku lagi ngapain sekarang. Kamu kenapa kusam banget mukanya. Memangnya kamarmu panas ya, coba aku masuk ke dalem, mau tau panas nggak kamarnya," Aku meletakkan pisau buah dan melangkah mendekati pintu kamar Sri. Secepat kilat Sri menutup dengan membanting kuat pintu kamarnya karena panik. Ia tampak menjaga di tengah-tengah pintu kamarnya.
"Lho, kenapa kok kamu panik, kenapa aku nggak boleh masuk ke kamarmu. Ini kan rumahku, bebas mau keluar masuk kamarmu. Awas aku mau ke dalem. Aku curiga jangan-jangan ada yang kamu sembunyikan di dalem," Aku terus menekan Sri. Hingga ia semakin panik dan dengan reflek mendorong tubuhku hingga tersungkur di lantai.
"Jangan, ini privasiku ini kamarku. Jadi siapapun nggak boleh sembarangan masuk. Ini bukan rumahmu, ini rumah bang Ronal. Kamu sama aja sepertiku hanya numpang di sini!" Bentak Sri sambil menunjuk mukaku.
Aku langsung berdiri dan menendang beberapa kali paha Sri, namun ia tetap kuat berdiri sambil memegangi pintu. Aku kembali menendangnya secara membabi buta. Sri tak goyah sedikitpun. Tak puas di situ saja, aku langsung meludahi wajah Sri dan mencakar wajahnya sampai berbekas goresan kuku-ku, seketika wajahnya langsung memerah.
"Eh, p*****r! Hari ini juga pergi kamu dari rumahku! Nggak usah sok kecakepan kamu di sini. Baru kerja hampir tiga minggu udah berani sekali kamu melawan majikan, berani dorong aku! Sekarang juga kemasi barang-barangmu dan keluar dari rumah ini!" Aku kembali menjambak sekuat tenaga rambut Sri. Hingga ia berteriak kesakitan. Ia tak bisa melawan lagi karena tangan kiriku menjambaknya sedangkan tangan kananku berusaha untuk membuka pintu kamarnya. Kedua tangan Sri memegang kuat pintu agar tak bisa ku buka.
"Awas kamu Bu! Tunggu pembalasanku, aku bakal nyiksa kamu juga!" Ancam Sri, sambil merintih kesakitan. Aku emosi mendengar ancamannya. Aku ludahi terus wajah Sri hingga air liurku rasanya habis. Sri gantian menendangku, lumayan terasa sakit. Aku pun membalas menendangnya.
Saat sedang panas-panasnya, tiba-tiba terdengar suara gerbang yang di buka. Aku langsung menguatkan jambakanku hingga Sri terduduk di depan pintu kamarnya, kemudian aku menendang wajahnya sebelum meninggalkannya untuk melihat siapa yang datang. Aku melangkah cepat keluar rumah. Ternyata suamiku datang bersama ibu-ibu babysitter. Aku seketika lega melihat suamiku. Ternyata yang di dalam kamar Sri tadi bukan bang Ronal. Semoga saja selama ini pikiranku salah yang sudah menuduh suamiku macam-macam. Semoga Bang Ronal tak bermain serong dan tak menduakanku.
Aku mengatur nafasku dan berusaha tersenyum menyambut mereka. Meski hati rasanya kesal bercampur emosi aku berusaha menahannya dan tak menunjukkan.
Aku langsung menyalami mereka.
"Silahkan masuk Bik, namanya siapa?" Aku menyapa Bibik itu dan mempersilahkan masuk ke dalam.
"Namaku Bik Nur, makasih ya Bu, udah pilih saya kerja di sini," ucap Bik Nur.
"Bik Nur, kenalin aku Dinda. Sama-sama Bik, semoga bagus kerjanya dan betah di sini," balasku. Suamiku sudah selesai memarkirkan mobil di garasi kemudian menghampiri kami di ruang keluarga. Aku mengambil anak kembarku di kamar untuk di bawa ke ruang keluarga. Bang Ronal tampak mengendong anaknya. Aku memanggil Sri.
"Sri! Buatin kopi s**u dan teh,"
Beberapa menit kemudian Sri membawa nampan dan meletakkan gelas minuman di meja. Wajahnya tampak cemberut tanpa senyum sedikitpun. Aku melihat Bang Ronal yang memperhatikan wajah Sri. Seolah heran melihat raut Sri yang murung. Aku masih sangat kesal dengan Sri.
"Bik, diminum tehnya, habis ini makan ya di belakang," tawarku.
"Iya Bu Dinda. Oh ya, itu tadi siapa yang buatin minum. Saudara Bu Dinda, ya?" Tanya Bik Nur.
"Bukan Bik, itu Sri pembantuku, kenapa heran ya, lihat penampilannya. Memang aneh anak itu," jawabku kesal.
"Iya Bu, aku kira bukan pembantu tadi ...." ujar Bik Nur.
"Mungkin besok mau aku pecat pembantuku itu, mau nyari yang baru aja. Yang seumuran Bik Nur, dan nurut kalau di omongin," imbuhku. Seketika raut wajah Bang Ronal tampak tak setuju. Namun hanya diam saja tak menjawab sama sekali. Mungkin tak enak karena ada Bik Nur.
"Dinda, Abang mau cuci muka dulu, ya," Bang Ronal memberikan si kembar padaku kemudian ia berjalan ke belakang. Aku kembali mengobrol dengan Bik Nur. Tapi beberapa saat aku penasaran Bang Ronal cuci muka kok ke dapur kenapa tidak ke kamar saja. Aku titipkan si kembar pada Bik Nur dan melangkah pelan menuju dapur. Benar saja aku mendapati Bang Ronal berdiri bersama Sri, memang tak bersentuhan tapi aku penasaran jangan-jangan Sri mengadu. Mereka mengetahui keberadaanku dan Bang Ronal langsung mencuci mukanya di wastafel cuci piring.
Belum sempat mendekati mereka, secara bersamaan Ayah mertuaku memanggilku.
"Dinda, balsamnya mana? Ayah tungguin dari tadi. Kayaknya masuk angin Ayah ini," ujar mertuaku.
"Bentar Dinda ambilin," aku segera mengambil balsam di kamar dan memberikan pada Ayah mertua.
"Tadi Ayah kemana, aku cariin nggak ada di mana-mana. Itu leher Ayah kenapa merah?" Aku bertanya sambil terheran-heran melihat lehernya. Tanda merah ini mirip dengan tanda di leher bang Ronal waktu itu.
"Tadi Ayah keluar main di rumah tetangga. Merah apa, ini baru Ayah garuk-garuk. Gatal digigit semut," jawabnya.
Aku hanya diam dan heran. Aku membantin kenapa sejak ada Sri jadi serba aneh seisi rumah ini. Bang Ronal , Ayah mertua semua jadi aneh.
Bang Ronal tampak sudah selesai mencuci wajahnya, kemudian menghampiri kami.
"Dinda, ayo ke kamar. Ada yang mau Abang omongin sama Dinda," raut wajah Bang Ronal tampak serius. Ia langsung meraih tangan kananku dan mengajak ke kamar.
⚘⚘⚘⚘⚘